BUKU BANDUNG #64: Cinta Anak Muda dalam Kehidupan Masyarakat Sunda melalui Cerita Detektif Ahmad Bakri
Novelet yang ditulis Ahmad Bakri bukan cerita cinta anak muda yang biasa. Kisah mereka dikemas dalam alur misteri ala novel detektif.
Penulis Iman Herdiana9 April 2023
BandungBergerak.id - Pria tinggi besar itu datang menghunuskan belati. Sumadi yang belum bebas dari keterkejutannya, menjerit bersamaan dengan semburat darahnya. Pembunuhan Sumadi diceritakan kembali oleh Sujana, tokoh utama dalam novelet Ahmad Bakri berjudul Di Dieu Hate teh Reureuh, kepada salah seorang warga kampung.
Sumadi adalah saudara angkat – yang sudah seperti saudara kandung – bagi Sujana, tokoh utama novelet Didieu Hate teh Reureuh karya Ahmad Bakri. Di ujung cerita, secara mengejutkan, Ahmad Bakri membuka siapa sesungguhnya orang yang membunuh Sumadi.
Kejutan lain, Enok Titi dan keluarganya kecewa tiada tara. Nasib pernikahan Enok Titi dan Sujana menggantung karena menghadapi kenyataan pahit yang tak diduga-duga.
Melalui cerita Didieu Hate teh Reureuh (terjemahannya kurang lebih: Di Sinilah Hati Saya Menetap”, Ahmad Bakri (1917-1988) menyajikan fiksi percintaan anak-anak muda di masa lalu. Namun kisah cinta ini tidak dibungkus dengan gaya roman biasa, melainkan dengan plot cerita detektif atau misteri.
Meski demikian, kisah detektif yang disajikan Ahmad Bakri berbeda dengan cerita-cerita detektif dari penulis-penulis luar negeri, sebut saja seperti Sherlock Holmes, Agatha Christie, atau novel trio detektif Alfred Hitchcock.
Ahmad Bakri, lulusan sekolah zaman Belanda di Ciamis, meramu cerita gaya detektifnya dalam suasana kultur masyarakat Sunda zaman baheula yang mungkin masih dipraktikkan hingga kini. Dengan gaya cerita misteri ini, tak berlebihan jika beberapa karyanya dalam kesusastraan Sunda terbilang tak biasa dan klasik. Walaupun tidak semua karya-karyanya memiliki mutu sastra yang baik, seperti disampaikan Ajip Rosidi.
Cerita Didieu Hate teh Reureuh merupakan satu dari empat novelet yang dikumpulkan dalam buku Dina Kalangkang Panjara: Jeung Tilu Carita Lainna yang diterbitkan Kiblat Buku Utama, Bandung, September 2021. Sampul buku ini berwarna hitam, dilengkapi stempel “Karya Pengarang Sunda Favorit”.
Sebagaimana judulnya, buku ini terdiri dari empat novelet. Disebut novelet, karena panjangnya terlalu panjang jika disebut cerpen dan terlalu pendek jika disebut roman atau novel. Cerita pertama adalah Dina Kalangkang Panjara yang menjadi judul utama buku. Berikutnya berturut-turut novelet berjudul: Kalangkang Si Jenat, Di Dieu Hate teh Reureuh, dan Kacaangan ku Paneker.
Di Dieu Hate teh Reureuh dan Kalangkang Si Jenat dinilai sebagai cerita terbaik karya Ahmad Bakri, menurut Ajip Rosidi. “Meski secara literer Kalangkang Si Jenat dan Di Dieu Hate teh Reureuh yang memiliki nilai sastra lebih, tapi Dina Kalangkang Panjara dan Kacaangan ku Paneker juga layak dibukukan,” terang Ajip Rosidi, dalam kata pengantarnya.
Di antara empat cerita tersebut, hanya dua cerita saja yang akan secara khusus dibahas dalam tulisan ini. Pertama, cerita Sujana dalam Di Dieu Hate teh Reureuh yang penggalan ceritanya sudah disinggung di awal tulisan. Dan yang kedua, Dina Kalangkang Panjara.
Sujana merupakan pemuda yang datang ke suatu kampung yang tenang dan ramah. Mayoritas warga desa hidup dari hasil bumi, huma, sawah, ternak, dan hasil hutan.
Sejak awal, Sijana diceritakan sebagai sosok pemuda misterius yang tak jelas asal-usulnya. Namun warga desa menerimanya dengan tangan terbuka, bahkan Haji Ilyas, orang terpandang di kampung itu, mengangkat Sujana sebagai anak. Sujana kemudian akan dijodohkan kepada keponakannya yang menjadi bintang desa, Enok Titi.
Identitas si pemuda yang misterius dibuka perlahan-lahan seiring jalan cerita. Si pemuda rupanya memiliki beban atau dosa di masa lalu.
Pada yang satu lagi, Dina Kalangkang Panjara, tokoh utama diperankan Ujang yang sedang kasmaran pada perempuan yang juga dipanggil Enok. Ujang bergelut memadamkan api dendam yang tumbuh setelah dirinya mendapat serangan pengecut pada malam yang gelap ketika mengantarkan Enok dari pertunjukan. Dalam serangan ini, mata ujang nyaris buta karena dihajar batu.
Selama berbulan-bulan Ujang harus berbaring di rumah sakit di Bandung. Dendamnya perlahan hilang setelah ia sering mendapat nasihat dari mantri rumah sakit. Untuk apa ia berharap sembuh kalau dalam hati masih menyimpan niat balas dendam. Aneh jadinya jika orang memohon kesembuhan di saat dia sendiri ingin membuat orang lain sakit.
Ujang akhirnya sembuh. Ia pulang ke kampung halaman di saat Enok sudah akan dikawinkan dengan lelaki lain. Hati Ujang kembali hancur. Lalu peristiwa tak terduga terjadi. Lelaki yang dijodohkan dengan Enok tewas dibunuh. Ujang satu-satunya orang yang memiliki motif kuat menjadi tersangka pembunuhan. Ujang pun dauber-uber polisi.
Baik cerita Sujana maupun Ujang sama-sama berisi nilai-nilai kehidupan, sebuah pertarungan tak berkesudahan antara kejahatan dan kebenaran. Pertaruangan ini bukan hanya terjadi di luar diri antara sosok baik dan sosok jahat, melainkan di dalam diri masing-masing tokohnya.
Cerita Dina Kalangkang Panjara dengan tokoh Ujang lebih terasa unsur misteri dalam alur kriminal murni. Memang ada pergulatan batin yang dialami tokoh utama, namun intensitasnya tidak lebih tinggi dari cerita Di Dieu Hate teh Reureuh yang diperankan Sujana. Tak heran jika Ajip Rosidi menilai cerita Di Dieu Hate teh Reureuh memiliki nilai penuh makna.
Dalam cerita Di Dieu Hate teh Reureuh, pergulatan batin Sujana berlangsung dari awal sampai akhir.
“Ahmad Bakri lain ngan wungkul sacara teknis geus nimbulkeun kapanasaran nu macana, tapi oge geus ngobet kana hate kamanusan jelema anu rumasa kungsi nyieun dosa,” tulis Ajip Rosidi.
Baca Juga: BUKU BANDUNG #61: Menemukan Harapan di Wajah (Bopeng) Pendidikan
BUKU BANDUNG #62: Inggit Garnasih, Kisah yang Tak Lekang Digerus Zaman
BUKU BANDUNG #63: Memahami Pendidikan Guru Hari Ini dari Catatan Masa Lalu
Perempuan dalam Masyarakat Sunda di Masa Lalu
Melalui cerita-cerita karya Ahmad Bakri, kita selain akan menikmati alur cerita juga bisa sembari menyelami budaya Sunda yang berkembang di masa lalu. Cerita dibangun dengan latar yang disebut zaman normal, menurut istilah Ajip Rosidi, yaitu zaman revolusi atau pada masa kemerdekaan.
Pada zaman normal tersebut, setidaknya dari latar cerita Ahmad Bakri, warga kampung menjalankan kehidupan sehari-hari mereka, bertani, berdagang, bahkan hiburan, dan berkesenian.
Khusus soal kesenian, acara yang sering menjadi hiburan rakyat yang kerap muncul dalam cerita Ahmad Bakri adalah tayub atau ronggeng, wayang kulit, wayang orang atau wayang wong. Acara ini tidak muncul secara khusus, melainkan dari obrolan para tokoh cerita.
Dalam acara kesenian yang diobrolkan para tokoh cerita, Ahmad Bakri memotret kehidupan sosial rakyat kecil dengan problematikanya. Di saat yang bersamaan, posisi perempuan pada cerita-cerita Ahmad Bakri (setidaknya dari cerita Didieu Hate teh Reureuh dan Dina Kalangkang Panjara) cenderung pasif. Peran perempuan bahkan cenderung dijadikan objek.
Misalnya, pada saat Sujana kencan bersama Enok di tukang kopi yang mangkal di suatu acara kesenian, tiba-tiba penonton berhamburan karena ada perkelahian yang tak seimbang. Dari kerumunan penonton itu berlari seorang lelaki yang dikejar lelaki lainnya yang membawa golok. Lelaki yang dikejar jatuh di pangkuan Sujana dalam kondisi bersimbah darah.
Diketahui bahwa pangkal persoalan perkelahian itu karena perselingkuhan. Si lelaki yang dibacok tadi bermain serong dengan istri si pembacok.
Ronggeng atau kesenian tayub beberapa kali disebut-sebut dalam cerita-cerita Ahmad Bakri. Namun yang ditonjolkan bukan soal keseniannya, melainkan perempuan-perempuan ronggeng yang kerap menjadi rebutan para penonton. Ronggeng dalam cerita Ahmad Bakri mengingatkan pada cerita Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, yakni perempuan sebagai pemuas laki-laki.
Cerita tentang laki-laki yang tergila-gila pada sinden juga kerap muncul dalam karangan Ahmad Bakri. Misalnya, ada lelaki yang habis hartanya demi memenangkan hati sang sinden, walaupun pada akhirnya laki-laki ini dicampakkan.
Begitu juga tokoh perempuan dalam Di Dieu Hate teh Reureuh dan Dina Kalangkang Panjara yang sama-sama dipanggil Enok. Mereka diposisikan pasif dan tak bisa memilih, terutama pada tokoh Enok kekasih Ujang. Jodoh mereka ditentukan orang tua. Terlebih tokoh utama dalam dua cerita ini laki-laki, yakni Sujana dan Ujang.
Meski demikian, bisa jadi cerita-cerita Ahmad Bakri merupakan potret masa lalu yang masih membekas dalam kehidupan kini.
Informasi Buku
Judul: Dina Kalangkang Panjara: Jeung Tilu Carita Lainna
Penulis: Ahmad Bakri
Penerbit: Girimukti (Kiblat Buku Utama)
Cetakan: September 2021
Halaman: 176 Halaman.