• Cerita
  • ORANG BANDUNG TERDAHULU #5: Achdiat K. Miharja dan Karya-karyanya

ORANG BANDUNG TERDAHULU #5: Achdiat K. Miharja dan Karya-karyanya

Achdiat K. Mihardja lahir di Garut, meninggal di Australia. Novel Atheis yang ditulisanya banyak menuai pujian dari pakar sastra.

Achdiat K. Mihardja (1911-2010), sastrawan penulis novel Atheis. (Sumber Foto: ensiklopedia.kemdikbud.go.id)

Penulis Iman Herdiana17 April 2023


BandungBergerak.idAchdiat Karta Miharja atau biasa ditulis Achdiat K. Mihardja menempati posisi penting dalam peta kesusastraan nasional. Karya-karyanya masih dibicarakan hingga kini, jauh setelah ia meninggal di Canberra, Australia tanggal 8 Juli 2010 lalu. Penulis novel Atheis ini wafat dalam usia panjang, 99 tahun.

“Tapi, seperti nasib tiap sastrawan yang punya karya yang berarti, usia sepanjang itu masih akan kalah lanjut ketimbang apa yang ditulisnya,” tulis Goenawan Mohamad, dalam catatan pingir Atheis, Majalah Tempo Edisi Senin, 12 Juli 2010.

Achdiat K. Miharja lahir di Cibatu, Garut, Jawa Barat, 6 Maret 1911. Dikutip dari badanbahasa.kemdikbud.go.id dan ensiklopedia.kemdikbud.go.id yang diakses Rabu (12/4/2023), Achdiat dibesarkan dalam lingkungan keluarga menak yang feodal. Ayahnya bernama Kosasih Kartamiharja, seorang pejabat pangreh praja di Jawa Barat. Achdiat menikah dengan Suprapti pada 1938 dan dikaruniai lima orang anak.

Sejak kecil ia sudah tertarik pada sastra. Ayahnya adalah seorang penggemar sastra, terutama sastra dunia. Ayahnya sering menceritakan kembali karya yang telah dibacanya kepada Achdiat. Lama-kelamaan, Achdiat kecil pun menjadi gemar juga membaca buku koleksi ayahnya itu.

Pada usia SD, ia sudah membaca semua buku sastra milik ayahnya. Ia membaca karangan Dostoyevsky, Dumas, dan Multatuli. Buku Quo Vadis karya H. Sinckiwicq, Alleen op de Wereld karya Hector Malot, dan Genoveva karya C. von Schimdt, bahkan telah dibacanya ketika ia kelas VI SD.

Achdiat K. Miharja memulai sekolah dasarnya di HIS (sekolah Belanda) Bandung. Setamatnya dari HIS Bandung pada tahun 1925, ia melanjutkan ke AMS (sekolah Belanda setara SMA), Bagian Sastra dan Kebudayaan Timur, di Solo sampai 1932.

Setelah tamat SMA di Solo, ia sempat mengajar di Perguruan Nasional, Taman Siswa, tetapi tidak lama.Ia melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia, Jakarta. Di luar pendidikan, ia pernah bekerja sebagai anggota redaksi Bintang Timur, redaktur mingguan Paninjauan, redaktur Balai Pustaka. Pada zaman pendudukan Jepang, ia menjadi penerjemah di bagian siaran, radio Jakarta.

Kariernya banyak dihabiskan di bidang media massa, seperti di mingguan Gelombang Zaman dan Kemajuan Rakyat yang terbit di Garut sekaligus menjadi anggota bagian penerangan penyelidik Divisi Siliwangi. Ia kemudian tercatat menjadi redaktur kebudayaan di berbagai majalah, seperti Spektra dan Pujangga Baru di samping sebagai pembantu kebudayaan harian Indonesia Raya dan Konfrontasi.

Pada tahun 1951-1961, Ia dipercayai memegang jabatan Kepala Bagian Naskah dan majalah Jawatan Pendidikan Masyarakat Kementerian PPK. Di tahun yang sama, ia menjadi Wakil Ketua Organisasi Pengarang Indonesia (OPI) dan anggota pengurus Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN).

Pada 1956 ia berkesempatan mengikuti Colombo Plan dan mendapat bimbingan dari Prof. Beerling dan Pastur Dr. Jacobs S.J., mereka dosen filsafat. Selain belajar filsafat, ia juga mempelajari ajaran tarekat Kadariyyah-Naksyahbandi dari K.H. Abdullah Mubarok. Berikutnya, ia mendapat kesempatan belajar bahasa dan sastra Inggris serta karang-mengarang di Australia.

Antara 1959-1961, Achdiat menjadi dosen Sastra Indonesia Modern di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, kemudian mendapat kesempatan untuk menjadi Lektor Kepala (senior lecturer) di Australian National University (ANU), Canberra.

Karya-karya Achdiat K. Mihardja

Achdiat K. Mihardja produktif menulis baik yang berupa karya sastra maupun esai tentang sastra atau kebudayaan. Novelnya yang berjudul Atheis adalah novel yang membawa namanya di deretan pengarang novel terkemuka di Indonesia. Banyak pakar sastra yang membicarakan novelnya itu, antara lain, Ajip Rosidi, Boen S. Oemarjati, A. Teeuw, dan Jakob Sumardjo.

Novel Atheis menarik perhatian para pakar sastra. A.Teeuw dalam Sastra Baru Indonesia (1970) menyatakan bahwa Achdiat sebagai tokoh sastra yang penting dan amat terkenal dengan novelnya Atheis sebagai novel yang ditulis sesudah perang benar-benar menarik dan bernilai.

Demikian juga Ajip Rosidi dalam Ichtisar Sedjarah Sastra Indonesia (1969) menyatakan bahwa Achdiat memperoleh sukses besar dengan Atheis yang menjadikannya pengarang roman terkemuka di Indonesia. Boen S. Oemarjati menerbitkan buku Satu Pembicaraan Roman Atheis (1992) dan menunjukkan analisis tajam tentang novel itu.

Soekono Wiryosudarmo dalam bukunya Sastra Indonesia Modern: Pengantar ke Arah Studi Sastra (1985) dan Jakob Sumardjo dalam bukunya Lintasan Sastra Indonesia Modern I (1992) mengulas keunggulan Achdiat dengan novelnya itu.

Novel Atheis memperoleh Hadiah Tahunan Pemerintah RI tahun 1969. Tahun 1972 R.J. Maguire menerjemahkan novel ini ke dalam bahasa Inggris dan tahun 1974 Syuman Djaja mengangkat novel ini ke layar perak.

Achdiat dalam usia 94 tahun masih tetap berkarya. Tahun 2005 ia menerbitkan buku yang menurutnya adalah kisah panjang yang berjudul Manifesto Khalifatullah. Nur Mursidi menyatakan, jika dalam Atheis, Achdiat menghadapkan paham komunisme dengan Islam dan si tokoh utama, Hasan, berada dalam tebing skeptisisme, dalam Manifesto Khalifatullah Achadiat menghadapkan sekularisme dengan Islam.

Achadiat dalam Manifesto Khalifatullah tegas mengatakan bahwa manusia adalah wakil Tuhan (khalifatullah) di muka bumi, bukan wakil setan. Tampaknya Atheis ataupun Manifesto Khalifatullah merupakan kisah hidup Achdiat dalam pengembaraan spriritual.

Kumpulan cerpen Achadiat, Keretakan dan Ketegangan (1956), mendapat Hadiah Sastra Nasional BMKN tahun 1957. Selain itu, novel Atheis diterbitkan di Malaysia.

Baca Juga: ORANG BANDUNG TERDAHULU #1: Iwa Koesoemasoemantri dan Unpad
ORANG BANDUNG TERDAHULU #2: Mukti Mukti dan Tema-tema Orang Pinggiran
ORANG BANDUNG TERDAHULU #3: Ahmad Taufik “Ate”, Sekali Lagi

Daftar Karya-karya Achdiat K. Mihardja

Cerita Pendek

  1. Kesan dan Kenangan (kump. cerpen) (Jakarta: Balai Pustaka, 1960)
  2. Keretakan dan Ketegangan (kump. cerpen) (Jakarta: Balai Pustaka, 1956)
  3. Belitan Nasib (kump. cerpen) ( Singapura: Pustaka Nasional. 1975)
  4. Pembunuh dan Anjing Hitam (kump. cerpen) (Jakarta: Balai Pustaka)
  5. “Pak Sarkam” ( Poedjangga Baroe, No.5, Th. 13, 1951)
  6. “Buku Tuan X” (Poedjangga Baroe. No.7,8, Th. 4, 1953)
  7. “Salim, Norma, Sophie” (Prosa, No,2, Th. 1, 1953)
  8. “Sutedjo dan Rukmini” (Indonesia, No. 8,9, Th. 4, 1953)
  9. “Bekas Wartawan Sudirun” (Indonesia, Th. 4, 1953)
  10. “Si Ayah Menyusul” (Konfrontasi, No. 18, 1957)
  11. “Si Pemabok” (Varia, No. 104, Th. 3. 1960)
  12. “Latihan Melukis” (Budaya Jaya, No. 47, Th. 5. 1972)

Puisi

  1. “Pemuda Indonesia” (Gelombang Zaman, 2.1, 45).
  2. “Bagai Melati” (Gelombang Zaman, 7.1, 46)
  3. “Bunga Bangsa” (Gelombang Zaman, 13.1 46)
  4. “O, Pudjangga” (Gelombang Zaman, 35.1, 46)

Novel

  1. Atheis (Jakarta: Balai Pustaka, 1949)
  2. Debu Cinta Bertebaran (Malaysia: Pena Mas, 1973)
  3. Drama
  4. "Bentrokan dalam Asmara" (Jakarta: Balai Pustaka, 1952)
  5. " Pak Dulah in Extremis” (Indonesia. No. 5, Th. 10. 1959)
  6. “Keluarga R. Sastro” (drama satu babak) (Indonesia. No. 8. Th.5. 1959)

Esai

  1. Polemik Kebudayaan (Jakarta: Balai Pustaka, 1948)
  2. “Ada Sifat Tuhan dalam Diri Kita" (Pikiran Rakyat, 28 Juni 1991)
  3. “Pengaruh Kebudayaan Feodal” (Sikap, Th. Ke-1, 13/X, 1948)
  4. “Bercakap-cakap dengan Jef Last” (Kebudayaan, 10 Agustus 1950).
Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//