• Kampus
  • Tim ITB Merancang Desain Biosensor untuk Mendeteksi Jenis Penyakit Malaria

Tim ITB Merancang Desain Biosensor untuk Mendeteksi Jenis Penyakit Malaria

Penyakit malaria memiliki beragam jenis. Tim ITB mengkaji desain biosensor untuk mendeteksi penyakit endemik Indonesia ini.

Tim Mahabidzul ITB membuat karya tulis Pengembangan Biosensor Berbasis Toehold Switch untuk Determinasi Patogen Penyebab Malaria, 2023. (Foto: ITB)*

Penulis Iman Herdiana14 April 2023


BandungBergerak.idMalaria tergolong sebagai penyakit endemik yang memiliki beragam jenis. Masing-masing jenis penyakit malaria ditangani dengan metode pengobatannya yang berbeda-beda.

Secara umum, malaria dibedakan menjadi lima jenis berdasarkan parasitnya yakni Plasmodium Vivax, Plasmodium Ovale, Plasmodium Malariae, Plasmodium Falciparum, dan Plasmodium Knowlesi.

Perbedaan jenis-jenis penyakit malaria tersebut mendorong Tim Mahabidzul dari ITB untuk membuat karya tulis dengan topik “Pengembangan Biosensor Berbasis Toehold Switch untuk Determinasi Patogen Penyebab Malaria secara Cepat dan Akurat sebagai Perwujudan Program SDGs 2030”.

Tim mendeteksi bahwa setiap parasit malaria memiliki struktur DNA yang berbeda-beda. Mereka mencoba merancang desain biosensor untuk mendeteksi jenis penyakit malaria yang satu dengan lain sehingga pengobatan dapat lebih efektif.

Anggota tim Muhammad Dzul Fakhri mengungkapkan, basis penelitian mereka berupa rancangan dengan bantuan komputasi sehingga timnya belum sempat melakukan uji.

“Beberapa penelitian yang menggunakan biosensor ada yang sudah melakukan uji dan hasilnya 100 persen. Jadi kami yakin jika desain kami dikembangkan lebih lanjut juga akan menghasilkan yang sama,” terang Dzul, dikutip dari laman ITB, Jumat (14/4/2023).

Tim mahasiswa ITB yang menulis soal biosensor malaria ini terdiri dari Muhammad Dzul Fakhri (Kimia 2019), Maha Yudha Samawi (Biologi 2019), dan Bilqis Naura Safira Rizam (Biologi 2020). Karya ilmiah mereka berhasil meraih juara 1 Karya Tulis Ilmiah dalam lomba yang diselenggarakan di Universitas Sebelas Maret.

Di bawah bimbingan dosen SITH ITB Dian Rosleine, latar belakang di balik pemilihan topik ini berasal dari tugas besar Yudha. Sebelumnya Yudha sempat membuat biosensor di salah mata kuliah dan dikembangkan untuk lomba. Dzul yang mengambil Kelompok Keahlian Biokimia juga tidak terlalu asing dengan biosensor sehingga kolaborasi mereka terjalin optimal.

Baca Juga: Rektor ITB: Dunia Nyata tidak Mengenal Kotak-kotak Disiplin Keilmuan
Narapidana Anak Berhak Mendapat Perlindungan dan tidak Didiskriminasi
Proses Penyerapan Kata Ngabuburit ke dalam Bahasa Indonesia

Proses riset yang dilakukan Tim Mahabidzul tidaklah mudah. Dua setengah bulan lamanya mereka berprogres. Namun, Dzul mengungkapkan bahwa dia dan tim tidak mengalami kesulitan dalam pembagian tugas. Setiap individu sudah mengetahui yang harus dilakukan sehingga pengerjaan mengalir begitu saja.

Kesulitan yang mereka alami hanya di waktu. Ketiganya memiliki kesibukan masing-masing di samping mempersiapkan lomba. Dzul menyampaikan kesulitannya mengikuti lomba di tengah tanggung jawab Tugas Akhir yang harus dijalani.

“Bulan April, aku sudah ditunggu dosbing buat seminar hasil,” ungkap Dzul

Semangat berkarya menjadi penguat Dzul dan tim untuk membanggakan nama ITB. Prototipe yang dibuat di hari-hari terakhir sebelum final juga menjadi sebuah kebanggaan buat mereka. Sempat berdebat kecil pentingnya sebuah prototipe pada penelitian mereka, namun keegoan masing-masing terkalahkan dengan ambisi untuk menang.

“Jangan pernah takut untuk eksplor suatu ide yang orang anggap nggak penting,” ucap Dzul.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//