• Kolom
  • CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #28: Semalter, Belajar Iktikaf untuk Anak-anak dan Remaja

CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #28: Semalter, Belajar Iktikaf untuk Anak-anak dan Remaja

Sepuluh Malam Terakhir atau Semalter adalah program Ramadan di Masjid Al-Qudwah Cicalengka yang digagas Ardi untuk mengenalkan iktikaf pada anak dan remaja.

Noor Shalihah

Mahasiswa, bergiat di RBM Kali Atas

Anak-anak dan remaja peserta program Semalter di Masjid Al-Qudwah, Nagrog, Cicalengka, tengah berbuka puasa bersama. (Foto: Noor Shalihah)

16 April 2023


BandungBergerak.id – Sepuluh malam hari terakhir Ramadan. Sebagian besar umat muslim bersiap di masjid, beribadah untuk mendapatkan keutamaan malam Laylatul Qadr, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Tak terkecuali anak-anak.

Mayoritas masjid menyediakan program iktikaf untuk memfasilitasi muslim dewasa. Banyak pengumuman yang tersebar adalah kegiatan iktikaf  yang dikhususkan untuk kajian orang dewasa. Jika tidak kajian tematik, maka berisi kajian kitab, membaca Al Quran, atau ibadah secara mandiri.

Lain di kota, lain di perkampungan. Sebelumnya, iktikaf belum menjadi kebiasaan sehingga masjid-masjid masih kosong di sepuluh malam terakhir. Namun, semakin ke sini, masjid di kampung mulai dipenuhi jemaah untuk melaksanakan iktikad meskipun tidak penuh seharian dan selama sepuluh hari serta siangnya disambi untuk bekerja,

Biasanya menjelang Idul Fitri, anak-anak disibukkan untuk membantu orang tuanya menyiapkan kue Lebaran dan sibuk dengan baju baru. Namun, ada yang berbeda di sini, anak-anak belajar untuk beribadah ke masjid. Belajar untuk mengambil barakah dan hikmah sebanyak-banyaknya di bulan Ramadan. Diharapkan, acara ini menjadi jangkar ingatan anak-anak untuk selalu kembali ke masjid dan kepada Tuhannya.

Baca Juga: CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #27: Menagih Janji Realisasi Pojok Baca Terminal Cicalengka (Sebuah Surat Terbuka)
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #26: Melebarkan Gerakan Literasi Cicalengka
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #25: Kawasan Tidak Ramah Lingkungan
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #24: Memaknai Kembali Arti Belajar bagi Seorang Guru

Pembelajaran Iktikaf untuk Anak

“Dulu, ketika iktikaf, para Guru tidak memperbolehkan anak-anak untuk keluar dari masjid atau dari gerbang masjid.” Kenang laki-laki alumnus Pesantren Cibegol itu. Laki-laki itu bernama Ardi, inisiator program sepuluh malam terakhir.

Ardi memulai kembali Iktikaf di masjid Al-Ikhlas pada tahun 2009, saat ia baru selesai pendidikan di pesantren. Waktu itu ia memulai hanya berdua saja bersama temannya. Tahun demi tahun ia mulai mengajak keluarga, orang terdekat yang masih remaja. Tahun demi tahun, jumlahnya bertambah dari yang bermula dua orang menjadi lebih banyak. Sepertinya perkumpulan pemuda ini mendapat perhatian dari jemaah sekitarnya. 

Sebetulnya, program Iktikaf sudah diselenggarakan sejak tahun 1995 di masjid Al-Ikhlas, Warunglahang untuk pemuda. Hanya saja sempat terhenti beberapa tahun, karena ketiadaan sumber daya. Hingga waktu itu Ustadz Aceng memintanya untuk mengembangkan program tersebut.

Ardi sadar betul, bahwa anak-anak tidak bisa memenuhi standar iktikad yang disyariatkan yaitu tidak boleh keluar dari masjid. Maka, ketika ada permintaan untuk membuka program Iktikaf yang lebih banyak peserta anak, Ardi sedikit memutar otak. “Karena tidak mau membatasi kreativitas anak-anak, sudah aja diganti namanya jadi Semalter, yang mana isinya pembelajaran Itikaf.” Ujar Ardi.

Semalter adalah singkatan dari sepuluh malam terakhir. Dengan pergantian nama tersebut, lelaki yang kini menjadi Mudir MI Al-Ikhlas itu tidak terlalu terbebani dengan nama Iktikaf yang harus mensyaratkan tidak keluar dari masjid.

Pembelajaran Iktikaf yang ada di sini bukan hanya belajar membaca Al Quran atau kajian Islam. Namun juga diselingi dengan berbagai kegiatan seperti eksperimen sains, olahraga, nonton bareng, perlombaan, dan juga pembelajaran terkait kemandirian. Sehingga pembelajaran Iktikaf selama sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan, bukan hanya tentang ibadah tapi juga tentang kemandirian.

Semenjak berubah menjadi acara yang dibuka untuk santri secara luas, ruang kelas di samping masjid disulap menjadi kamar-kamar asrama putra dan putri. Ruang bawah dijadikan asrama putra, dan ruang atas dijadikan asrama putri. Sebelumnya, acara terpusat di masjid Al-Ikhlas. Namun, sejak 2019  berpindah ke masjid Al-Qudwah, yang lebih luas.

Suasana kegiatan kajian yang dilakukan anak-anak dan remaja peserta program Semalter di Masjid Al-Qudwah, Nagrog, Cicalengka. (Foto:  Noor Shalihah)
Suasana kegiatan kajian yang dilakukan anak-anak dan remaja peserta program Semalter di Masjid Al-Qudwah, Nagrog, Cicalengka. (Foto: Noor Shalihah)

Berubah menjadi Tradisi Tahunan

“Aku mah betah Teh, nanti aku di sini sampai selesai,” ujar Aini dengan senyuman dan mata berbinar-binar, santri kelas empat sekolah dasar. Selain itu, anak-anak yang lain juga bebas beraktivitas di waktu senggangnya.

Tujuan lain dari acara Semalter adalah menjaring kembali alumni sekolah Diniyyah Ula (sekolah sore agama) yang telah lulus untuk kembali ke masjid. Selain itu menambah ikatan silaturahmi antara santri dan peserta didik serta menjadi pembelajaran sendiri untuk menjadi pemandu adik-adiknya. Umumnya, santri yang telah keluar dari Diniyyah Ula akan bersekolah dan menyebar sehingga perlu ada wadah untuk menyatukan lagi untuk mereka kembali.

“Teh, aku udah bikin cerita pake bayang-bayang. Aku bingung mau gimana lagi cari cara biar anak-anak gak bosen,” cerita Silvia, pendamping anak-anak yang kini masih duduk di bangku SMA. Ia seketika bercerita ketika saya tanya tentang bagaimana pengalaman mendampingi anak-anak kecil.

Pelibatan alumni disesuaikan dengan kemampuannya. Jika sudah dewasa, bisa mengatur anak-anak, acara, dan juga memasak untuk sahur dan berbuka. Sedangkan bagi santri yang belum cukup dewasa, ia hanya membantu hal-hal yang bersifat teknis yang diperlukan untuk memperlancar jalannya acara.

Selain antusias dari panitia, antusias juga terbawa kepada santri sekolah sore. “Kamu kapan mau ikut Semalter?” Pertanyaan itu menjadi seperti pertanyaan tahunan yang akan ditanyakan oleh santri untuk mengikuti acara Semalter. Sebelumnya, ada juga anak yang bertahap mengikuti Semalter. Tidak langsung sepuluh hari, tetapi bertahap.

Orang tua juga menunjukkan respons positif. Sebagian orang tua merasa bangga, sekaligus khawatir anaknya mengikuti kegiatan ini. Sebagian orang tua mengirim anaknya mengikuti program ini untuk pembiasaan ibadah dan juga pengenalan jika nanti menjalani dunia pesantren. Sebagian orang tua lagi merasa khawatir karena anaknya belum terbiasa hidup secara mandiri. Khawatir anaknya tidak betah, menangis, dan segala macam kekhawatiran lainnya. 

Kegiatan Semalter tahun ini diikuti oleh 46 peserta putra dan 45 putri. Dilaksanakan di Masjid Al-Qudwah, Nagrog, Cicalengka. Mulai tanggal 21 Ramadan 1444H / 11 April 2023 sampai dengan akhir Ramadan menjelang Idul Fitri. Tahun kemarin merupakan peserta terbanyak sepanjang penyelenggaraan Semalter yaitu sebanyak 165 orang.

Sebelum agenda Semalter, sudah dilaksanakan acara kuliah subuh di masing-masing masjid terdekat, selama 20 hari berturut-turut dengan kegiatan yang beragam. Selain menolak untuk tidur setelah shalat subuh, kegiatan ini juga berfungsi untuk mengisi kegiatan anak-anak di bulan Ramadan. Bukan hanya kuliah subuh yang berbentuk ceramah, tetapi juga diisi dengan kegiatan yang menarik kepenasaran anak-anak seperti eksperimen sains, nonton bareng, dan buka bersama.

* Tulisan kolom CATATAN DARI BANDUNG TIMUR merupakan bagian dari kolaborasi BandungBergerak.id dan Lingkar Literasi Cicalengka

 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//