CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #26: Melebarkan Gerakan Literasi Cicalengka
Di kediaman Atep Kurnia, Lingkar Literasi Cicalengka sepakat akan menerbitkan buletin Munggaran. Diharapkan semakin melebarkan kegiatan literasi kepada masyarakat.
Muhammad Luffy
Pegiat di Lingkar Literasi Cicalengka
25 Maret 2023
BandungBergerak.id - Hari Minggu tanggal 19 Maret 2023 sore, kawan-kawan dari Lingkar Literasi Cicalengka berkunjung ke kediaman Atep Kurnia di Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung. Selain berniat ngaliwet bersama, kunjungan tersebut bertujuan juga untuk mendiskusikan ihwal tiga agenda kegiatan yang akan direncanakan setelah Lebaran. Antara lain, pertama, tentang Tjitjalengka Historical Trip. Acara ini nantinya akan diisi dengan wisata sejarah atau napak tilas di berbagai destinasi di Cicalengka, dengan masyarakat umum. Atep Kurnia berpendapat bahwa rute yang akan dilalui dalam kegiatan Tjitjalengka Historical Trip tersebut tidak akan ditempuh dengan terlalu jauh. Atep pun mengudulkan agar mengambil rute berdasarkan tokoh-tokoh yang sempat menetap di Cicalengka.
Setelah hal-hal mengenai Tjtjalengka Historical Trip ini disepakati, pembahasan selanjutnya masuk pada agenda kedua tentang pembentukan pengurus Lingkar Literasi Cicalengka (LLC). Perlu diketahui juga, sejak tahun 2017, Lingkar Literasi Cicalengka yang dididirikan oleh mendiang Agus Sopandi, sebetulnya, tidak menujukkan kepengurusan yang jelas. Sejauh ini kegiatan yang berjalan pun hanya dikendalikan oleh satu orang, yakni oleh Nurul Maria Sisilia sebagai kordinator. Dengan dibentuknya pengurus LLC tersebut diharapkan dapat mempermudah setiap gerakan literasi yang lingkupnya akan lebih luas. Akan tetapi, di sela-sela pembahasan ini muncul dari balik pintu Nundang Rundagi bersama Suni, seorang barista yang mengelola Nugenah Kopi. Kedatangan mereka tentu saja meramaikan diskusi saat itu, karena ikut juga memberikan pendapat.
Sebagai seniman yang kerap menggelar acara, tanpa tedeng aling-aling, Nundang langsung mengajukan beberapa usulan untuk kegiatan ke depannya. Ia juga tak henti-hentinya mengingatkan kepada kawan-kawan LLC agar geliat literasi di Cicalengka bisa menampung komunitas apa pun. Sehingga dalam konteks pembahasan pengurus LLC, Nundang pun banyak merekomendasikan orang-orang yang bisa diajak kerja sama agar terjalin hubungan dengan berbagai komunitas yang ada. Misalnya, dengan komunitas sepeda, komunitas musik, atau kedai-kedai yang sudah menjamur di Cicalengka.
Sementara itu, jumlah semua yang hadir dari Rumah Baca Kali Atas dan Taman Baca Pohaci diperkirakan berjumlah sebelas orang. Belum ditambah dengan Nundang, Suni, dan juga Atep Kurnia selaku sohibul bait, sehingga semua orang yang hadir dalam acara kunjungan itu menjadi 14 orang. Sebagai notulen Halil menyebutkan satu per satu orang-orang yang akan mengurus LLC ke depannya. Dari RBM Kali Atas ada Nurul sebagai ketua, Hilal sebagai bidang eksternal, dan Halil bagian internal. Sementara dari TBM Pohaci, ada Bulan bersama Yuda menjadi sekretaris, Sifa sebagai bendahara, serta Ikhsan dan Ipin sebagai bidang internal.
Baca Juga: CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #23: Menjejaki Curug Cowang sambil Memahami Literasi Lingkungan
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #24: Memaknai Kembali Arti Belajar bagi Seorang Guru
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #25: Kawasan Tidak Ramah Lingkungan
Tentang Zine atau Buletin
Setelah masing-masing orang ditunjuk, kemudian Halil menyebutkan kembali nama-nama pengurus yang sudah disepakati. Setelah itu pembahasan pun beralih pada soal yang ketiga, tentang pembuatan zine atau buletin sebagai media cetak pertama yang dikeluarkan oleh LLC. Usul pembuatan buletin ini, sebetulnya, muncul dari Hafidz Azhar saat berkumpul di kedai Imah Janela. Ketika itu Hafidz bersama beberapa orang dari RBM Kali Atas dan TBM Pohaci tiba-tiba memunculkan ide untuk membuat buletin kepada Hilal. Lalu setelah mendapat respons dari Hilal Hafidz pun mengajak Ikhsan dengan penuh antusias. Gagasan Hafidz untuk membuat buletin tidak sampai di situ. Ia juga mengusulkan agar buletin yang akan dikeluarkan oleh LLC ditampilkan dengan menggunakan bahasa Sunda. Alasannya, tentu saja untuk memelihara bahasa Sunda di kalangan komunitas. Sebab, bagi Hafidz, buletin sangat efektif disebarkan ke masyarakat luas, karena media ini masih terlihat eksis di masjid-masjid dan masih banyak dibaca orang.
Ikhsan yang waktu itu bersedia mendesain rancangan buletin, juga memberikan usul untuk nama. Mula-mula ia mengusulkan istilah motekar (kreatif) sebagai brand dari buletin yang sedang direncanakan itu. Meskipun, pada akhirnya, munggaran (yang pertama) menjadi opsi selanjutnya yang disepakati, karena untuk nama motekar sendiri sudah banyak digunakan oleh lembaga-lembaga lain untuk majalah.
Menjelang magrib, kami masih beradu argumen tentang rencana pembuatan buletin itu. Nundang menjelaskan bahwa pembuatan buletin tidak sekadar mewujudkan ide yang kemudian diterbitkan begitu saja. Nundang menambahkan, dalam pembuatan media berkala kami mesti menyiapakan dana yang diperoleh secara tetap. Bahkan ia menekankan perlunya menghitung oplah untuk satu kali terbit dengan persiapan anggaran, sehingga buletin yang akan dikelola nanti tidak berhenti hanya satu edisi.
Pendapat dari Nundang ini memang masuk akal. Akan tetapi Hafidz yang juga ikut hadir dalam pertemuan itu berpendapat, bahwa rencana pembuatan buletin sengaja dibahas di kediaman Atep lantaran masih sebatas brainstorming sehingga memungkinkan untuk membahas semua hal yang belum dipikirkan. Hafidz juga menambahkan bahwa untuk pembiayaaan buletin, awalnya akan diperoleh dari dana patungan. Namun, setelah dipikir ulang, edisi pertama akan diedarkan dalam bentuk digital, agar bisa melihat respons khalayak mengenai buletin bahasa Sunda itu sambil menunggu anggaran dana yang terhimpun untuk edisi berikutnya.
Di tengah-tengah pembahasan teknis, suara azan tiba-tiba terdengar. Atep bersama sang istri yang sudah memasak sejak siang hari, mempersilakan setelah nasi dan lauk-pauknya dibawa ke tengah-tengah kami. Akhirnya obrolan mengenai buletin ini pun dihentikan sejenak untuk menyantap sajian jengkol balado, oseng kangkung dan ikan asin yang terasa sangat nikmat. Setelah makan bersama usai, kami lalu meneruskan kembali obrolan tentang susunan redaksi. Disepakatilah beberapa nama untuk mengelola buletin Munggaran ke depannya. Sebut saja di antaranya, Hafidz Azhar sebagai pemimpin redaksi, Laila Nur Saliha sebagai sekretaris redaksi, Nurul, Hilal dan Taupik sebagai redaktur, Ikhsan bersama Yuda sebagai layouter, sementara Sifa, Peni dan Ipin bertugas di bagian sirkulasi. Dengan demikian, tepat tanggal 19 Maret 2023, buletin berbahasa Sunda yang diberi nama Munggaran itu, resmi didirikan di rumah Atep Kurnia, di Cikancung, Kabupaten Bandung, tidak jauh dari tempat kami berkumpul di Cicalengka.
* Tulisan kolom CATATAN DARI BANDUNG TIMUR merupakan bagian dari kolaborasi BandungBergerak.id dan Lingkar Literasi Cicalengka