NGABUBURIT MENYIGI BUMI #28: Danau Bandung Purba Tidak Bobol di Sanghyangtikoro
Sungai bawah tanah Sanghyangtikoro terbukti bukan titik jebol Danau Bandung Purba. Sudah bisa dijelajahi sebagai destinasi geowisata yang dikelola warga setempat.
T. Bachtiar
Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)
19 April 2023
BandungBergerak.id - Lama diyakini bahwa Sanghyangtikoro adalah tempat bobolnya Danau Bandung Purba. Legenda yang hidup di masyarakat itu mendapatkan penguatan dengan adanya contoh dalam mata pelajaran Ilmu Bumi (Geografi), yang disampaikan oleh para lulusan Kursus B1 Tertulis Ilmu Bumi yang mengajar di sekolah-sekolah lanjutan.
Kursus B1 Ilmu Bumi diselenggarakan oleh Balai Pendidikan Guru, Departemen P. D. & K. Salah satu bahan ajarnya, Pengantar Geologi Umum Jilid II (Vulkanologi, Seismologi, dan Geoteknik) yang disusun oleh Dr. JA Katili (1962), guru besar Geologi ITB. Dalam buku ini dicontohkan tentang gejala vulkanisme letusan Gunung Tangkubanparahu yang material letusannya membendung Ci Tarum, kemudian menjadi danau Bandung. Dalam buku JA Katili tertulis, ”Sungai Citarum tak lama kemudian mendapat tempat penyayatan baru, ialah pada batu gamping di barat daya Padalarang. Dengan demikian keringlah danau Bandung…”
Memang JA Katili tidak menulis tempat bobolnya danau Bandung di Sanghyangtikoro. Namun, masyarakat saat itu sudah terlanjur meyakini bahwa lubang yang menjadi tempat keluarnya air Danau Bandung Purba adalah di Sanghyangtikoro.
Untuk pertama kalinya saya mengunjungi gua atau sungai bawah tanah Sanghyangtikoro di selatan Rajamandala itu pada September 1979. Saat itu adalah pelantikan mahasiswa baru Jurusan Pendidikan Geografi IKIP Bandung angkatan (masuk) tahun 1979. Belum ada jalan menuju tempat ini. Pembangunan konstruksi bendungan Danau Saguling baru mulai pada tahun 1980-1986. Kami harus berjalan kaki dari Pasar Rajamandala, melewati kebun masyarakat dan perkebunan karet yang dikelola Negara.
Sanghyangtikoro memang fantastis, imajinatif, dan mistis. Gua batu kapur ini sekaligus menjadi sungai bawah tanah dengan air yang mengalir deras. Dalam bahasa Sunda, organ tubuh yang disebut tikoro sama dengan kerongkongan dalam bahasa Indonesia, menjadi tempat masuknya makanan dan minuman. Sedangkan genggerong itu tenggorokan dalam bahasa Indonesia, saluran hawa untuk bernapas. Sungai bawah tanah itu dianalogikan dengan tikoro, kerongkongan tempat masuknya air dan makanan ke dalam perut Sang Dewa Alam.
Saking melekatnya keyakinan masyarakat bahwa Sanghyangtikoro adalah tempat bobolnya danau Bandung Purba, ketika revolusi fisik hampir saja gua ini akan diledakkan dengan dinamit. Dalam buku Dr AH Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid 3: Diplomasi Sambil Bertempur (Angkasa, 1977), Mayor Rukana, Komandan Polisi Tentara, mengusulkan untuk menutup terowongan Sanghyangtikoro di Ci Tarum di perbatasan barat dengan ledakan dinamit. Usulan itu disampaikan dalam rapat kilat di Pos Komando Divisi di Regentweg pada tanggal 24 Maret 1946. Mayor Rukana mengatakan, “sudah diramalkan Bandung akan menjadi ‘lautan api dan lautan air’ (halaman 185). Inggris menyebarkan pamflet pada tanggal 23 Maret 1946 sore, yang berisi maklumat, sebelum pukul 24.00 tanggal 24 Maret 1946, semua pasukan bersenjata harus sudah keluar dari Bandung Selatan.
Satu-satunya orang yang pernah mencoba menelusuri Sanghyangtikoro pada saat airnya masih besar adalah (alm) Norman Edwin pada tahun 1985. Pegiat alam bebas yang meninggal di Aconcagua, Argentina, April 1992 itu pun belum berhasil. Baru masuk tujuh meter, ia sudah mendapati jeram yang sangat besar dan menyeramkan, yang bahkan menurut pengakuannya, menyisakan pengalaman traumatis hingga berbulan-bulan lamanya (T Bachtiar dan Dewi Syafriani, 2004).
Baca Juga: NGABUBURIT MENYIGI BUMI #23: Delapan Kilometer Ci Tarum Bersih Untuk Ilmu dan Pariwisata
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #11: Jejak Bunga Karang di Perbukitan Citatah
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #2: Harmoni Hidup di Atas Endapan Danau Bandung Purba
Bukan Tempat Jebol
Setelah bendungan Waduk Saguling dioperasikan, di dekat sungai bawah tanah Sanghyangtikoro terlihat ada pipa pesat untuk meluncurkan air dari Danau Saguling dari ketinggian 643 meter di atas permukaan laut (mdpl) ke ketinggian 392 mdpl untuk memutarkan turbin di rumah pembangkit. Pipa pesat ini dapat dijadikan peraga untuk menjelaskan bahwa tempat bobolnya Danau Bandung Purba bukan di Sanghyangtikoro.
Gua atau sungai bawah tanah Sanghyangtikoro berada pada ketinggian 392 mdpl, sementara paras air Danau Bandung Purba berada pada ketinggian 725 mdpl, atau 84 meter lebih tinggi dari paras air Waduk Saguling. Hal itu dapat menjelaskan, sebelum Ci Tarum masuk ke Sanghyangtikoro yang berada 333 meter di bawah permukaan air Danau Bandung Purba, air seharusnya membobol terlebih dahulu rangkaian perbukitan batu beton alami (breksia) yang jaraknya 6 kilomoter hingga 4 kilometer ke arah hulu dari Sanghyangtikoro, antara destinasi wisata Cikahuripan sampai bagian atas Curug Halimun.
Pada akhirnya air Ci Tarum akan masuk ke dalam sungai bawahtanah Sanghyangtikoro, hanya setelah membobol batuan breksia di perbukitan di atasnya. Bila air bobol di Sanghyangtikoro, tidak akan terbentuk Danau Bandung Purba. Begitu pun bila gagasan Mayor Rukana untuk menutup mulut Sanghyangtikoro dilaksanakan, air akan berbelok ke sungai yang terbuka di sisi baratnya. Bila itu pun dibendung setinggi bukit Sanghyangtikoro, tetaplah Bandung tidak akan tergenang karena air sungai akan terlimpas di puncak bukit Sanghyangtikoro yang tingginya 392 mdpl. Agar Cekungan Bandung tergenang, masih dibutuhkan bendungan setinggi 208 meter lebih dari atas puncak bukit Sanghyangtikoro karena titik terendah dataran Bandung adalah 600-an mdpl.
Namun apapun, Sanghyangtikoro tetap menarik sebagai bentukan alami di kawasan karst, baik untuk pembelajaran geomorfologi karst atau geomorfologi sungai. Karst yang umurnya 27 juta tahun yang lalu itu membentang dari Tagogapu hingga Sukabumi Selatan. Sanghyangtikoro merupakan mulut sungai bawah tanah yang airnya akan keluar setelah menembus bukit kapur sejauh 550 meter. Tempat keluarnya sungai bawah tanah ini dinamai bongborotan Sanghyangkenit.
Setelah PLTA Rajamandala dibangun, air dari rumah pembangkit Saguling di Sanghyangtikoro langsung dimasukkan kembali ke dalam terowongan sehingga sungai bawah tanah Sanghyangtikoro menjadi kering. Kini gua mendatar antara Sanghyangtikoro sampai Sanghyangkenit sudah dikelola menjadi destinasi geowisata oleh warga setempat sehingga kemegahan Sanghyangtikoro sudah dapat dijelajahi.