• Kolom
  • NGABUBURIT MENYIGI BUMI #11: Jejak Bunga Karang di Perbukitan Citatah

NGABUBURIT MENYIGI BUMI #11: Jejak Bunga Karang di Perbukitan Citatah

Letusan gunungapi puluhan juta tahun lalu mengubah laut dangkal yang kaya terumbu karang menjadi perbukitan batu di Citatah. Menyisakan jejak fosil dan bukit karang.

T. Bachtiar

Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)

Fosil Gastropoda jenis keong racun paling mematikan, terdapat di Kawasan Taman Laut Purba Citatah, Kabupaten Bandung Barat. (Foto: T Bachtiar)

2 April 2023


BandungBergerak.id – Rangkaian perbukitan batu karang di Citatah, Kabupaten Bandung Barat, di ketinggian 600-900 m dpl, pada 28 juta tahun yang lalu masih berupa laut dangkal tempat yang subur untuk berkembang bunga karang. Dalam buku Evolusi Cekungan Bogor karya Soejono Martodjono (2003), Kala Oligo-Miosen, 28 juta tahun yang lalu, Pulau Jawa, Jawa Barat, belum terbentuk dengan sempurna. Bila keadaan itu digambarkan ke dalam peta Jawa Barat saat ini, antara Teluk Ciletuh, Sukabumi, menyerong sampai Cirebon, merupakan garis pantai, sebagai pembatas wilayah daratan dengan laut. Dari garis pantai itu ke utara merupakan laut dangkal terbuka ke utara, yang semakin ke utara semakin dalam. Kawasan itu pada saat ini meliputi: Cianjur, Sukabumi, Bogor, Cekungan Bandung, sampai berbatasan dengan pantai dari Paparan Sunda purba.

Antara Teluk Palabuanratu sampai Padalarang saat itu masih berupa laut dangkal. Di beberapa tempat berkembang dengan subur terumbu karang, sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan tumbuhan alga. Lokasinya saat ini berada di kawasan Citatah dan sekitarnya sepanjang 15 km, dari Tagogapu hingga Sanghyangtikoro. Ada juga terumbu karang yang lokasinya sedikit ke selatan dari Kota Sukabumi, di Palabuanratu yang melingkari Teluk Palabuahratu, dan di Palimanan, Cirebon.

Batas utara taman batu karang Citatah 28 juta tahun yang lalu itu mulai dari tebing sisi utara Pasir Cikamuning-Tagogapu, menerus ke Pasir Bengkung-Karangpanganten (T-90), Pasir Pawon, Gunung Masigit, Gunung Bancana, dengan sisi utara yang tegak menghadap ke utara, ke arah laut dalam. Sedangkan batas di selatannya berupa jajaran perbukitan kapur dengan lereng yang tegak di sisi selatan, yaitu Karanghawu, Pasir Pabeasan (T-125), Gunung Manik (T48), menerus sampai ke Pasir Sanghyangtikoro di selatan Rajamandala.

Baca Juga: NGABUBURIT MENYIGI BUMI #10: Kemegahan Raksasa, Letusan Gunung Gumuruh yang Menimbun Cianjur
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #9: Gunung Lembu dan Gunung Parang, Bertahan Selama Dua Juta Tahun
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #8: Santirah dan Jojogan, Gua Bawah Tanah yang Berubah Menjadi Sungai Terbuka
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #7: Mewaspadai Letusan Gunung Salak dan Banjir Guguran Puing

Terbentuknya Perbukitan Batu Kapur di Citatah

Pertumbuhan terumbu karang itu berakhir pada 23 juta tahun yang lalu, disebabkan adanya kegiatan gunungapi bawah laut di kawasan ini. Material letusan gunungapi bawah laut itu mengalir secara gravitasi, kemudian menindih taman batu karang yang subur. Menurut Sudjatmiko (2003), yang tercantum dalam Peta Geologi Lembar Cianjur, batuan itu berupa batu pasir yang memadat dari Formasi Citarum. Di kawasan Citatah, batuan ini tersebar mengapit sisi selatan dan sisi utara jajaran bukit batu kapur. Jenis batunya bukan batu yang pejal dari leleran lava, namun berupa endapan pasir halus yang telah membatu dengan kuat. Walaupun keras, namun batunya lebih mudah dibentuk. Batu pasir inilah satu di antara sekian material lainnya yang menimbun dan menjadi penyebab kematian terumbu karang di kawasan Citatah.

Dengan adanya kemunculan gunung-gunungapi bawahlaut di kawasan Citatah, terumbu karang ini terangkat secara evolutif, kemudian menjadi rangkaian perbukitan batu karang, yang lebih tahan pelapukan dibandingkan dengan endapan lain di sekelilingnya. Terbentuk perbukitan batu kapur dengan rona bumi seperti saat ini, dengan ketebalan antara 60 m – 100 m.

Selain adanya letusan-letusan gunungapi bawahlaut di kawasan ini, juga terdapat magma yang menerobos hingga di permukaan. Contoh yang baik untuk gejala alam ini adalah Pasir Tanggulun yang berupa batuan terobosan yang sudah banyak ditambang. Menurut MacDonald (1972), setiap magma yang ke luar di permukaan bumi adalah gunungapi. Sutikno Bronto (2013) menjelaskan, dalam proses letusannya, ada magma yang hanya mampu menerobos sampai ke dekat permukaan, sehingga setelah membeku membentuk batuan intrusi dangkal atau batuan semi gunungapi, berupa retas, sill, kubah bawah permukaan, dan atau leher gunungapi.

Di dalam rangkaian bukit batu karang itu terdapat banyak fosil yang bentuknya masih bagus sesuai wujudnya pada masa lalu. Paling banyak terlihat adalah fosil terumbu karang seperti yang terdapat di Taman Batu, di puncak Pasir Pawon. Di sana dapat disaksikan dengan jelas, ada fosil seperti pencaran sinar matahari dan yang menyerupai untaian pita

Sedikit ke selatan dari Pasir Pawon, terdapat juga fosil moluska kelas Gastropoda atau keong. Bahkan bentuknya masih dapat diidentifikasi. Prof Dr Aswan menduga, fosil itu adalah fosil dari kelas Gastropoda dengan genus Conus. Menurut Dr Anugerah Nontji (1987), keong paling langka di dunia, yaitu loklak panjang (Conus gloriamaris), masih hidup di perairan laut Indonesia.

Prof Dr Aswan menjelaskan, “Sepertinya itu merupakan bagian apex-nya dari genus Conus, kelas Gastropoda, yang mempunyai tonjolan di pusat putarannya.” Ia melanjutkan, Kalau berdasarkan pengalaman lapangan, memang yang paling tua sekitar Kala Oligo-miosen (umur Formasi Rajamandala). Dan beberapa spesies genus Conus itu masih hidup di laut sampai sekarang.”

Fosil itu sisa, atau bagian dari mahluk hidup yang menjadi batu atau mineral di dalam lapisan sedimen, yang terjadi secara alamiah, dan umurnya lebih dari 10.000 tahun yang lalu. Sangat beralasan fosil Gastropoda itu ditemukan dalam endapan batu karang Formasi Rajamandala.

Fosil keong racun, yang ketika masih hidup, merupakan keong paling mematikan. Umur fosil itu berkisar antara 28 juta – 23 juta tahun yang lalu, di kala produksi karbonat berlangsung secara luas di Asia Tenggara.

Fosil terumbu karang dan Gastropoda di kawasan karst Citatah itu sudah mengarungi waktu puluhan juta tahun lamanya, dan selamat dari kehancuran sampai hari ini. Nilai perbukitan batu kapur di Kabupaten Bandung Barat itu menjadi sangat tinggi dan strategis, sehingga sangat baik dikonservasi untuk pembelajaran.

 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//