RAMADAN SETELAH PAGEBLUK #7: Aan Aminah Masih Terus Berjuang
Aan Aminah, Ketua F-Sebumi dan buruh CV Sandang Sari masih berjuang mencari keadilan. Sudah dua Ramadan dan jerat hukum yang datang bertubi-tubi, ia masih melawan
Penulis Emi La Palau17 April 2023
BandungBergerak.id – Memasuki Ramadan ke dua puluh satu, Aan Aminah (49 tahun) masih semangat untuk menamatkan membaca Al Quran. Ia sudah memasuki juz 26, Ramadan tersisa beberapa hari lagi, dan ia berniat menamatkannya.
Ada yang berbeda dari Ramadan tahun ini dengan saat pagebluk dulu. Biasanya jemari Aan sibuk melinting sumpia, jenis lumpia berukuran kecil, namun kali ini tidak. Sudah sejak Februari 2023, ia berhenti membuat sumpia. Naiknya harga-harga bahan pangan penyebabnya.
“Tahun kemarin sibuk sibuknya bikin sumpia jadi ada pemasukan. Kalau sekarang tahun ini tidak sanggup produksi sumpia,” ungkapnya kepada Bandungbergerak.id, di sekretariat Federasi Serikat Buruh Militan (F-Sebumi) di kawasan Ujungberung, Kota Bandung, Rabu (12/4/2023).
Bahan utama sumpia seperti udang rebon harganya meningkat tajam menjadi Rp 100ribu per kilogram. Sempat turun di harga Rp 80 ribu, itu pun untuk harga udang jenis sedang. Lalu, udang yang biasanya didapat dengan harga Rp 35 ribu kini naik menjadi Rp 70 ribu. Tak hanya itu, kulit sumpia juga naik, biasanya Rp 2.500 per 16 lembar sekarang hanya 11 lembar, modal yang dibutuhkan makin besar untuk membelinya dalam partai banyak.
Usaha sumpia yang mandeg berpengaruh pada pendapatannya. Setelah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa pesangon dari pabrik yang juga telah menyeretnya ke meja hijau CV Sandang Sari, Aan hanya menggantungkan penghasilan dari penjualan sumpia. Hasil usaha coba-coba yang ia lakukan tanpa pengalaman setelah 25 tahun bekerja sebagai buruh pabrik.
Usaha coba-coba itu berbuah. Ia sudah punya langganan, yang kini banyak yang bertanya kapan ia membuat sumpia lagi. Aan berharap harga bisa stabil lagi agar bisa melanjutkan produksi.
“Jadi saya ga bisa bikin sumpia. Makin turun ekonominya. Sementara harga-harga lain naik, sementara harga jual ga bisa naik, jadi bingung,” ujarnya.
Sudah barang tentu, Aan kebingungan, kondisi harga bahan pangan setelah pagebluk malah naik tajam. Satu sisi, ia ingin tetap mempertahankan kualitas sumpia yang diproduksinya yang membutuhkan bahan-bahan yang terbaik.
Ia sudah mendapat banyak pertanyaan dari para pelanggannya, dari warung-warung tempat ia menaruh sumpia. Di satu sisi ia bersyukur ternyata masih banyak yang menanyakan sumpia buatannya. Selain kualitas, ia juga tak bisa mengurangi porsi sumpia, karena telah mendapat komplain dari pembeli. Mau tak mau, ia harus berhenti produksi terlebih dulu.
Aan mempekerjakan para buruh pekerja yang masih dirumahkan tanpa kejelasan oleh perusahaan CV Sandang Sari. Meski tak seluruhnya, paling tidak, biaya operasional organisasi juga bisa jalan, serta membantu kebutuhan dapur sehari-hari untuknya dan anggota serikat buruh lain. Tak berproduksi berarti benar-benar tak ada penghasilan.
“Ngak dapat dari mana mana (pendapatan). Makan dari mana? Kita mah diam aja, dari kaka saya ngasih beras pisang, ada yang ngirim sembako pas mo munggahan,” ungkapnya.
Baca Juga: RAMADAN SETELAH PAGEBLUK #6: Kisah Fiona, Transpuan yang Menginginkan Hidup Mandiri
RAMADAN SETELAH PAGEBLUK #5: Suci dan Takjil Ramadan
RAMADAN SETELAH PAGEBLUK #4: Hasan masih Menunggu Godot di Pasar Buku Palasari
RAMADAN SETELAH PAGEBLUK #3: Yani Maryani Konsisten di Balik Mesin Jahitnya
Masih Terus Berjuang
Sudah sejak Juni 2020 lalu ia dan beberapa pekerja pabrik CV Sandang Sari dirumahkan tanpa kejelasan, lalu 10 orang pengurus F-Sebumi termasuk dirinya yang adalah ketua di PHK tanpa ada pesangon. Aan dituduh sebagai provokator, ia juga pernah diseret ke meja hijau karena tuduhan melakukan tindak kekerasan terhadap satpam ketika ia dan buruh lainnya melakukan aksi menolak THR dicicil pada tahun pagebluk tersebut. Ia berstatus tahanan kota.
Kasus terus bergulir, hingga kini ia tak memiliki pekerjaan. Bersama sekitar 75 orang buruh yang dirumahkan tanpa ada kejelasan. Pemasukannya terhenti. Ia benar-benar hanya mengandalkan Tuhan. Tiap kali kekurangan uang, atau kekurangan isi dapur untuk makan sehari-hari, selalu ada saja datang bantuan.
“Pemasukan nggak ada sama sekali. Alhamdulillah ada nyambung-nyambung makan ada terus. Gak tahu dari mana aja,” ungkapnya.
Tak hanya itu, setiap kegiatan ia dan rekan buruh lainnya, semisal sidang di Jakarta, ia mesti patungan untuk ongkos. Benar-benar bergerak perlahan.
Permasalahan tak henti-hentinya menghampiri, babak demi babak perseteruan dengan perusahaan CV Sandang Sari masih terus bergulir. Beberapa waktu kemarin, Aan bersama anggota buruh lainnya menjalani persidangan PKPU di Jakarta. Belum tuntas satu, gugatan lain kembali muncul.
Ia menyadari bahwa gugatan demi gugatan yang dilayangkan perusahaan kepada pihaknya untuk membuat ia dan buruh lainnya menyerah untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Namun, Aminah begitu ia akrab disapa, tak gentar.
“Iya itu supaya dia tidak memberi pesangon saya, supaya saya tidak memperjuangkan hak kawan-kawan,” ungkapnya.
“Makanya saya tetap bertahan dalam keadaan apapun sampai titik darah penghabisan. Selama masih ada peluang, selama masih ada peluang kita jalan. Intimidasi apa pun yang datang ke kami.”
Saat ini proses mediasi untuk status 73 buruh CV Sandang Sari yang dirumahkan masih berlangsung. Rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja sudah terbit, namun Aan belum membaca isi keputusannya apakah harus dipekerjakan kembali atau diPHK.
Menjalani dengan Lapang
Aan mencoba menjalani masa krisisnya dengan lapang. Saat ini ia merasa sudah lebih enjoy menjalani beragam tuntutan yang datang bertubi-tubi padanya dan kawan buruh lainnya. Ia sebagai ketua mesti tetap kuat, mengawal kasus tersebut. Ia menyandarkan harapannya pada Tuhan.
“Ada Allah. Kalau dibilang berat, berat. Apalagi bulan puasa doa dimudahkan, semoga dibukakan pintu hatinya yang punya perusahaan itu weh,” ungkapnya.
“Teman-teman solidaritas masih menguatkan. Saya di aliansi kemarin pada ke sini. Berapa kali. Rombongan pada ke sini.”
Ia juga mendapat banyak dukungan dari jaringan kawan yang bersolidaritas.
Tak hanya itu, jika dalam kondisi terburuk ia bahkan hampir tak memiliki bahan untuk makan, selalu saja ada yang memberikan.
“Allah berikan rezeki, saya gak tahu dari mana,” ungkapnya.
“Ya Allah berasnya tinggal segenggam tiba-tiba ada yang ngasih. Tiba-tiba ada yang datang yang tidak kita duga.”
Di Ramadan tahun ini, ia ingin pulang ke kampungnya di Langkap Lancar, Pangandaran. Meski belum mengetahui dari mana ongkos bisa ia dapatkan, tapi ia memegang keyakinan bahwa Tuhan yang akan membantunya.
Saat ini selain beragam kesibukannya mengurus organisasi, ia juga sedang sibuk mengurus buku pertamanya yang akan diterbitkan. Berisi biografi tentang perjalanan hidup hingga menjadi seorang aktivis buruh perempuan.
Harapan paling besar lainnya, permasalahan dengan perusahaan bisa segera selesai, dan ia ingin terus hidup lebih baik lagi. Ingin memiliki usaha untuk memenuhi kehidupan pribadinya dan berharap masih bisa bermanfaat bagi orang banyak.
“Cita-citanya ini selesai (masalah) dan punya modal akan urus usaha dan saya akan aktif di pergerakan,” ungkapnya.
“Semasa usia saya sudah mulai lanjut saya tetap akan bergerak, saya pengen bermanfaat buat orang banyak sampai akhir hidup saya.”