BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #3: Meisjes-internaat Soemoer Bandoeng
“Meisjes internaat Soemoer-Bandoeng” merupakan sekolah asrama bagi perempuan dari semua bangsa di Bandung yang dirintis oleh Raden Ayu Sangkaningrat.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
26 April 2023
BandungBergerak.id – Kontribusi pertama Raden Ayu Sangkaningrat di bidang pendidikan adalah gagasan dan perwujudan asrama untuk pendidikan gadis bangsa bumiputra (meisjes internaat). Gagasannya mengemuka setahun kurang setelah dia menikah dengan R.A.A. Wiranatakoesoemah.
Dari berita lama didapat keterangan bahwa gagasan Sangkaningrat itu sudah mengemuka sejak bulan April 1925 atau tujuh bulan setelah ia menikah dengan bupati Bandung. Laporan paling lama saya peroleh dari Soeara Publiek edisi 18 April 1925, dengan tajuk “Satoe Niatan Bagoes”.
Pada awal laporan dikatakan, “Raden Ajoe di Bandoeng soedah sekean lama ada niatan aken lakoeken sa we maksoed jang soedah lama dikandoeng, satoe maksoed jang kita bantoe barep aken bisa terkaboel”.
Lebih jelasnya, niatan Sangkaningrat dikatakan, “Orang tentoe masi inget belon selang bebrapa lama regent Bandoeng ada mengandoeng niatan aken adaken tentoostelling jaarmarkt di pekarangan kaboepaten jang loeas. Ini niatan betoel dilakoeken, tetapi baroe bisa ke diadaken dalem boelan October. Tetapi apa jang orang belom taoe, jalah itoe niatan pasar malem ada sebagian paling besar ada dari Raden Ajoe sendiri. Regent merasa setoedjoe kaloe dari pendapetannja itoe pasar malem aken berdiriken satoe internaat boeat anak-anak Boemipoetra dan Soenda, satoe pondokan boeat prampoean-prampoean Soenda jang berglandangan. Prampoean dari segala golongan aken ditrima dalem itoe roema. Raden ajoe sekarang ingin basmi itoe keadaan boeroek antara prampoean Soenda jang tida dapet didikan tjoekoep dan baek dari marika poenja orang toea, dan satoe-satoenja daja boeat adaken itoe perbaekan, ini Raden Ajoe ada itoe roema pondokan”.
Menurut rencana, asrama itu akan dibagi menjadi tiga kelas. Di sana para perempuan bumiputra itu akan mendapatkan pelajaran mengenai kelakuan-kelakuan baik yang disampaikan oleh seorang direktur perempuan Sunda dan beberapa pembantunya. Konon, hingga saat itu, Sangkaningrat dan yang lainnya masih menunggu saran dan masukan dari Lameijn, kepala Stichting Jan Pieterzoon Coen di Batavia. Info penting lainnya, untuk bangunan asrama perempuan itu akan disediakan oleh bupati Bandung dan Sangkaningrat.
Baca Juga: BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #2: Menikah dengan R.A.A. Wiranatakoesoemah
BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #1: Putri Patih Sumedang, Cucu Bupati Bandung
SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #17: Diserahkan kepada Pengurus Besar Paguyuban Pasundan
Pasar Derma dan Dewan Kota Bandung
Senada dengan Soeara Publiek, surat-surat kabar Belanda mengabarkan hal yang sama. Dalam Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie edisi 23 April 1925 dengan tajuk “Meisjes-internaat voor Bandoeng” dikatakan Raden Ayu Bandung berencana akan mendirikan asrama untuk gadis bumiputra. Rencananya memang tidak baru, tetapi Raden Ayu menambahinya dengan semangat baru. Untuk mewujudkannya, di Bandung dibentuk kepanitiaan dan rencana penyelenggaraan pasar malam. Pasar malamnya mirip seperti pasar derma, di mana masyarakat Afdeling Bandung dan sekitarnya akan memamerkan hasil bumi dari daerah masing-masing.
Ihwal penjelasan komitenya saya dapatkan dari De Locomotief edisi 23 April 1925. Komitenya ditujukan dengan maksud untuk mendirikan sekolah berasrama bagi gadis-gadis Sunda di Bandung, melalui penyelenggaraan pasar derma. Komitenya diketuai patih Bandung, Sangkaningrat sebagai sekretaris, jaksa sekretaris kedua, Mesman bendahara, dan anggotanya terdiri atas penghulu besar, wedana kota, istri patih, kepala pengawas sekolah, ketua Paguyuban Pasundan, dan Raden Dewi Sartika. Untuk pelindungnya ditawarkan kepada residen Priangan, sementara ketua kehormatannya kepada bupati dan wali kota Bandung.
Menurut rencana pasar derma di pekarangan pendopo Kabupaten Bandung akan digelar dari tanggal 20 hingga 27 September 1925. Untuk rancang bangunnya arsitek Ir. Karsten berjanji akan membuatnya seindah mungkin. Acaranya diisi dengan pameran hasil bumi, ternak, perikanan, seni dan kerajinan; pagelaran musik dan tarian bangsa bumiputra; kompetisi olahraga dan parade acara pesta. Selain itu, dibentuk pula subkomite bagi para orang tua, terutama yang ditawarkan kepada para pemuka masyarakat bumiputra.
Hingga 17 Agustus 1925 sebagaimana diberitakan De Locomotief, pasar derma yang akan dihelat di pekarangan Kabupaten Bandung itu masih berada dalam tahap persiapan. Meskipun tanggal penyelenggaraannya masih tetap antara 1 hingga 7 September 1925.
Pada praktiknya, seperti yang digambarkan Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie edisi 1 September 1925, pasar derma yang akan dibuka pada hari Sabtu itu kurang menarik banyak peminat. Oleh karenanya, Raden Ayu Sangkaningrat masih merasa khawatir, apakah rencananya akan berjalan sesuai dengan rencana, karena pasar derma dibilang tidak praktis untuk memperoleh dana yang diperlukan. Dengan demikian, rencananya masih dalam tanda tanya.
Karena keraguan itulah, akhirnya Raden Ayu Sangkaningrat berpaling kepada Dewan Kota Bandung agar berkenan mendukung pendirian internaat, dengan jalan mengabulkan pembebasan pajak hiburan dan subsidi tahunan, manakala sekolah itu sudah jadi. Namun, tanggapan Dewan Kota Bandung, setelah melakukan pembicaraan dengan komite keuangan, negatif. Meskipun pada akhirnya, Raden Ayu mendapatkan subsidi sebesar f. 2.500. Tidak dengan pembebasan pajak hiburan, karena pengunjung pasar derma di tempat-tempat lainnya biasanya sedikit. Meski demikian, rencana pendirian asrama itu tetap berjalan (Bataviaasch Nieuwsblad, 10 September 1925).
Terkait pasar derma, yang menarik tanggapan Tabrani dalam Hindia Baroe edisi 12 September 1925 (dalam Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche Pers, IPO no. 38, 1925). Menurut Tabrani, pasar derma di Bandung itu tidak mendapatkan hasil yang memuaskan, dan berarti menunjukkan keengganan publik Bandung. Alasannya, katanya, publik tidak merasa perlu mengumpulkan uang untuk mendirikan sekolah berasrama bagi para gadis perempuan.
Soemoer Bandoeng
Barangkali karena kesibukan Raden Ayu Sangkaningrat yang melahirkan anak pertama dan keduanya, Raden Achmad Wiranatakoesoemah pada 11 Oktober 1925 dan Raden Mochammad Memed Wiranatakoesoemah pada 20 November 1926, sekaligus mengurusnya, rencana mendirikan meisjes-internaat di Bandung tertunda beberapa lama.
Saya sendiri baru mendapatkan beritanya lagi Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie (12 April 1927) dan De Locomotief (14 April 1927). Dari dua surat kabar tersebut dapat diketahui dalam rapat Provinciale Raad van West-Java tanggal 12 April 1927 diputuskan untuk memberikan subsidi sebesar f. 1.500 kepada sekolah asrama Soemoer Bandoeng (“Aan het Meisjes-internaat Soemoer Bandoeng te Bandoeng wordt een subsidie van f 1500 toegekend”).
Dari iklan dalam De Locomotief edisi 15 hingga 18 Juni 1927, saya yakin bahwa nama sekolah yang didirikan oleh Raden Ayu Sangkaningrat bernama Soemoer Bandoeng. Dalam iklan bertajuk “Meisjes internaat Soemoer-Bandoeng” itu dibilang sekolah asrama bagi gadis-gadis dari semua bangsa di Bandung itu dipimpin oleh direktur perempuan bangsa Eropa, pengawasan pendidikannya terjamin, dan di bawah kepemimpinan Raden Ayu Sangkaningrat di Bandung. Saat itu, dikatakan, masih ada tempat yang kosong dan biaya indekosnya dipungut sebesar f. 30 per bulan. Bagi yang hendak daftar dapat menghubungi sekretaris Vereeniging Soemoer Bandoeng, Raden Saleh, di Nangkalaan 23, Bandung.
Demi menyokong Meisjes internaat Soemoer-Bandoeng, banyak acara derma digelar. Di antaranya penyelenggaraan opera Sunda di bawah arahan Raden Memed Sastrahadiprawira, yang akan mementaskan lakon Babad Cikundul pada 2 September 1927. Maksudnya untuk membantu mengumpulkan derma bagi para korban bencana angin topan dan Meisjes internaat Soemoer-Bandoeng yang didirikan dan diketuai oleh Raden Ayu Bandung (Bataviaasch Nieuwsblad, 13 Agustus 1927).
Lebih jelasnya, pementasan drama Sunda “Gending Karesmen” itu diselenggarakan dalam momentum Kongres Bahasa Sunda di aula Ons Genoegen, dan hasilnya akan didermakan bagi sekolah asrama Soemoer Bandoeng dan korban angin topan di Belanda. Lakonnya dimainkan para menak Sunda dan diiringi orkestra gamelan milik bupati Bandung. Kisahnya sendiri mengenai Dalem Cikundul atau Dalem Aria Wiratanoedatar di Cianjur sekitar 300 tahun yang lalu. Penulis lakon dan sutradaranya Raden Memed Sastrahadiprawira dan penasihatnya Raden Menin Ardinagara (Bataviaasch Nieuwsblad, 13 September 1927).
Perhimpunan “Gending Karesmen” dikatakan akan pentas pula pada hari Sabtu di Cicalengka dengan maksud yang sama dan bupati Purwakarta meminta agar perhimpunan tersebut juga bisa pentas di sana. Sementara di Bandung, “Gending Karesmen” akan menunjukkan kebolehannya lagi demi mengumpulkan derma bagi para korban kebakaran besar yang baru terjadi (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 13 Oktober 1927).
Akhirnya, Meisjes Internaat Soemoer Bandoeng mendapatkan statuta sebagai badan hukum pada bulan Februari 1928 (“zijn de statuten der vereeniging Meisjes Internaat Soemoer Bandoeng to Bindoeng goedgekeurd en is die vereeniging mitsdien als rechtspersoon erkend”) dari pemerintahan Hindia Belanda (Bataviaasch Nieuwsblad, 20 Februari 1928; De Koerier, 21 Februari 1928).