• Berita
  • Sampah Lebaran Kota Bandung Membludak

Sampah Lebaran Kota Bandung Membludak

Banyak tempat pembuangan sementara (TPS) di Kota Bandung yang kewalahan menghadapi sampah selama cuti lebaran. Program Kang Pisman kurang gencar.

Pemulung di TPA Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, 19 Februari 2021. Jumlah sampah yang dibuang dari wilayah Bandung Raya sebesar 2.000 ton per hari, sementara daya tampung TPA Sarimukti hanya 1.200 ton per hari. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana29 April 2023


BandungBergerak.idLebaran yang disambut suka cita menyisakan masalah lingkungan yang tak main-main, yaitu tumpukan sampah. Di Kota Bandung penumpukan sampah mulai meningkat di hampir semua tempat pembuangan sementara (TPS).

Secara nasional, jumlah sampah selama periode lebaran juga dipastikan akan meningkat seiring bertambahnya jumlah pemudik. Dari data Kementerian Perhubungan, setidaknya hampir 124 juta orang melakukan perjalanan mudik melalui berbagai moda transportasi pada lebaran 2023 ini. Jumlah ini melonjak lebih dari 40 persen dibanding tahun lalu.

Bisa dibayangkan berapa jumlah sampah yang dihasilkan dari aktivitas mudik dan arus balik. Pada 2022 saja ketika jumlah pemudik sebanyak 85 juta jiwa, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memprediksi timbulan sampah akan bertambah 35 juta kilogram dalam rentang waktu dua minggu arus mudik dan balik lebaran.

Timbulan sampah lebaran tahun ini bisa dilihat di TPS-TPS yang ada di Kota Bandung. Dari 135 TPS, Pemkot Bandung melaporkan sebanyak 55 TPS dinyatakan overload alias kelebihan muatan.

Penyebab kewalahannya TPS-TPS di Kota Bandung tidak lain karena persoalan klasik, yakni belum maksimalnya pemilahan sampah. Adapun program kurangi pisahkan manfaatkan (Kang Pisman) yang dikampanyekan Pemkot Bandung belum diterapkan menyeluruh. Padahal progam pemilahan sampah seperti Kang Pisman menjadi kunci dalam pengelolaan sampah di suatu kota.

Kota Bandung tidak mungkin terus-menerus ketergantungan pada tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa melakukan pemilahan. Seperti yang saat ini terjadi, membludaknya sampah lebaran di TPS-TPS Kota Bandung karena terkendala oleh operasional di TPA Sarimukti, TPA yang menjadi tempat pembuangan sampah akhir bagi Kota Bandung.

Tak heran jika TPA Sarimukti bermasalah, maka berimbas pada penumpukan sampah di Kota Bandung. Menurut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung, dari TPS-TPS yang kelebihan muatan terdapat 700 ton sampah akumulasi masa cuti lebaran yang belum terangkut akibat terkendalanya TPA Sarimukti.

Kepala DLH Kota Bandung Dudi Prayudi menyebutkan untuk mengangkut 700 ton sampah tersebut diperlukan 120 ritase pengangkutan. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk normalisasi 55 TPS akan memakan 20 hari.

“Memang betul di TPS terjadi penumpukan, namun kami upayakan untuk penjadwalan pengangkutan selama 20 hari ke depan untuk menormalkan kembali (volume sampah di TPS),” terang Dudi, dalam siaran pers Kamis (27/4 2023).

Dalam mengatasi penumpukan sampah lebaran maupun masalah TPA Sarimukti, Pelaksana Harian Wali Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan pihaknya sedang menyiapkan TPA darurat dan menerapkan pola subtitusi TPS.

“Kita upayakan sementara, beberapa lahan milik Pemkot Bandung seperti di Cicabe untuk menampung sementara. Kita juga lakukan pola substitusi di TPS yang overload. Misal dari TPS Cibeunying ke Babakan Siliwangi, begitu TPA sudah memungkinkan, kita angkut ke TPA. Sementara begitu polanya," ucap Ema.

Ema juga meminta warga Kota Bandung untuk bisa meniru TPS-3R di RW 12 Kelurahan Maleer yang sudah bisa menangani permasalahan sampah secara mandiri.

Langkah lainnya, Pemkot Bandung berharap Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar segera memproses normalisasi TPA Sarimukti. Sebab, menurut Ema, TPA di Kabupaten Bandung Barat tersebut ada di bawah otoritas Pemprov Jabar.

Baca Juga: Mereka yang tidak Mudik
Berkaca dari Kasus Motor Trail Ranca Upas, Hutan Lindung Memerlukan Zonasi Berbasis Kearifan Lokal
Bencana Banjir dan Longsor Melanda Cekungan Bandung, Langkah BP Cekban Baru Sebatas Pelantikan

Sampah Sisa Makanan dan Sampah Plastik Sama Bahayanya

Sampah terbagi ke dalam sampah organik dan nonorganik (plastik dan sejenisnya). Kedua jenis sampah ini sama-sama berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. Sampah organik di antaranya berasal dari sisa-sisa makanan.

“Sampah sisa makanan yang dianggap remeh oleh kebanyakan orang, baik itu dari sisa makanan yang tidak termakan ataupun dari sampah sisa pengelolaan makanan seperti kulit buah atau sayur yang tidak bisa digunakan kembali. Namun, pada kenyataannya sampah sisa makanan sama berbahayanya dengan sampah lainnya,” tulis oleh FT Adhanti, dikutip dari laman repositori.unsil.ac.id yang dipublikasikan tahun 2022.

Adhanti mengacu pada peristiwa longsor sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Leuwigajah, Kota Cimahi, pada 2005. Sebelum tragedi TPA Leuwigajah, Kota Bandung membuang sampahnya ke sini.

Longsor sampah TPA Leuwigajah, tulis Adhanti, terjadi karena ledakan dari tumpukan sampah organik dan nonorganik. Bencana ini menewaskan 150 orang akibat tertimbun longsoran sampah.

“Ledakan tersebut terjadi akibat adanya kandungan gas metana yang cukup tinggi. Salah satu limbah yang menjadi penghasil gas metana adalah sampah organik seperti sisa makan yang sudah terhancurkan oleh bakteri dan juga kotoran hewan ternak,” tulisnya.

Menurutnya, gas metana menjadi pemeran utama atas terjadinya efek rumah kaca yang mengandung emisi gas rumah kaca dua puluh tiga kali lebih berbahaya dari karbondioksida. Akibat dari efek rumah kaca ini terjadi perubahan iklim dengan meningkatnya suhu di permukaan bumi.

Adhanti mengutip pakar teknik lingkungan Sri Wahyono yang menyatakan bahwa sampah makanan sebenarnya mudah terurai secara alami. Namun jika jumlah sampah makanan sudah melewati daya tampungnya maka akan menimbulkan masalah lingkungan.

Adhanti lalu membeberkan sampah jenis nonorganik yang tidak kalah berbahayanya dari sampah makanan, yaitu plastik. Penelitian yang dilakukan oleh Jenna R. Jambeck dari University of Georgia, pada tahun 2010 ada 275 juta ton sampah plastik yang dihasilkan diseluruh dunia. Sekitar 4,8-12,7 juta ton di antaranya terbuang dan mencemari laut.

Berdasarkan data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan data sampah plastik Indonesia pada tahun 2019 mencapai 64 juta ton per tahun. Sebanyak 3,2 juta ton di antaranya merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut.

Kantong platik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 miliar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik. Berdasarkan data tersebut Indonesia menempati urutan ke-2 sebagai negara penghasil sampah terbanyak di dunia. Urutan pertama ditempati Cina.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//