Berkaca dari Kasus Motor Trail Ranca Upas, Hutan Lindung Memerlukan Zonasi Berbasis Kearifan Lokal
Hasil kajian Aliansi Pecinta Alam Jawa Barat menunjukkan kerusakan Ranca Upas tidak hanya terjadi pada rawa melankan di dalam hutan lindung.
Penulis Awla Rajul28 April 2023
BandungBergerak.id - Awal Maret lalu, kerusakan Ranca Upas oleh acara motor trail menjadi buah bibir warganet. Hasil kajian terkini dari Aliansi Pecinta Alam Jawa Barat merekomendasikan bahwa Ranca Upas umumnya hutan lindung di Jawa Barat memerlukan penetapan blok zonasi berbasis kearifan lokal yang disebut Patanjala.
Korlap Aliansi Pecinta Alam Jabar Taufik Septian mengatakan, bentang alam Ranca Upas ternyata tidak dilengkapi rambu-rambu yang mengatur tentang zonasi kawasan. Ketiadaan zona ini membuat tidak jelas batas-batas kawasan hutan lindung yang masih bisa dimanfaatkan dan tidak boleh dimanfaatkan sama sekali.
“Ternyata dari yang kita kaji itu hutan lindung tidak ada zona mana pemanfaatan dan mana perlindungan. Nah, yang pentingnya kita membuat zona berbasis Patanjala itu. Makanya yang sekarang kita dorong itu ada blok zona, mana pemanfaatan dan mana perlindungan yang utuh, pemanfaatan secara lestari,” terang Taufik Septian yang akrab dipanggil Opik, kepada BandungBergerak.id, Sabtu (15/4/2023).
Dalam dokumen rekomendasi yang berjudul “Kajian dan Rekomendasi Persoalan Hutan Lindung di Jawa Barat” yang disusun oleh Patanjala dan Incu Putu Pangauban Ciwidey, disebutkan bahwa dalam kebudayaan Sunda, patanjala adalah metode sekaligus teknik penetapan batas kawasan, termasuk menetapkan delineasi.
Penetapan kawasan dalam patanjala terdiri dari kawasan integratif dan parsial. Kawasan integratif terdiri dari: kawasan titipan (larang), tutupan (lindung), dan baladahan (bukaan: pemanfaatan langsung). Sementara kawasan parsial (fragmentatif) dapat ditemukan dalam konsep palemahan atau lumah mala seperti: sodong, sarong, cadas gantung, mungkal patengeng, lebah, rancak, kebakan badak, catang nunggang, catang nonggen, garungungan, garanggengan, tanah sahar, dangdang, wariyan, hunyur, lemah laki, patinuhan, jadrian, sema.
Aliansi Pecinta Alam Jawa Barat menilai tidak adanya zonasi turut mendorong kerusakan di hutan lindung. Tidak adanya blok zona tidak akan memecahkan masalah pengrusakan alam.
Selain itu, Perhutani sebagai pengelola hutan lindung didorong untuk terus memberikan penyadartahuan kepada masyarakat luas baik secara digital maupun dengan memberikan plang edukasi di kawasan hutan lindung Ranca Upas.
Baca Juga: Bencana Banjir dan Longsor Melanda Cekungan Bandung, Langkah BP Cekban Baru Sebatas Pelantikan
Penyebab Suhu Kota Bandung Terasa Lebih Menyengat
Evaluasi Kebijakan Pengurangan Kantong Plastik!
Tak Cukup Membenahi Rawa Gunung
Untuk mencegah terjadinya kerusakan serupa, Opik menegaskan kegiatan rekreasi yang bersifat merusak alam harus selamanya dilarang dilakukan di hutan lindung khususnya Ranca Upas. Mengizinkan acara yang merusak sama dengan melegalkan pengrusakan terhadap hutan lindung.
Hasil kajian dan observasi aliansi, acara ribuan motor trail di Ranca Upas menimbulkan terjadinya sedimentasi di sepanjang jalur offroad yang mengakibatkan pendangkalan rawa gunung Ranca Upas. Belum lagi ekosistem hutan lindung Ranca Upas turut terganggu, tak terkecuali satwa kunci yang dilindungi. Padahal belum lama menjelang kegiatan offroad motor trail telah dilakukan pelepasliaran satwa di sekitar hutan dan gunung di Ranca Upas.
“Terjadinya penggemburan tanah di sepanjang lereng gunung, termasuk hutan primer Leuweung Tengah dan terjadi perubahan keutuhan kawasan di sepanjang sungai purba Ranca Upas yang dijadikan jalur offroad berlawanan arah sungai tanpa memikirkan nilai-nilai ekologi dan kekhasan tempat tersebut,” demikian dikutip dari dokumen aliansi.
Terkait Rawa Gunung, Perhutani memang melakukan penanaman kembali. Namun, penanaman kembali ini dinilai tidak cukup. Penanaman hanya dilakukan di bagian rawa gunung, di lokasi yang viral di media sosial. Di luar itu, kerusakan yang ada di dalam hutan, seperti Leuweung Tengah, lereng gunung Tikukur, dan jalur lainnya belum ada upaya rehabilitasi yang dilakukan.
“Padahal di Leuweung Tengah itu kerusakannya sangat masif, sedimen tanah, penggemburan tanahnya, maupun ilalang-ilalang yang terpotong karena dilalui trail,” jelas Opik.
Sebelumnya, Aliansi Pecinta Alam Jawa Barat telah melakukan mediasi dengan Perhutani Jawa Barat dan Banten serta Divisi Regional Jawa Barat dan Banten, di Gedung DPD RI Jawa Barat, Kamis (13/4/2023). Dalam mediasi ini disampaikan hasil kajian observasi lapangan dan rekomendasi tentang pentingnya penerapan blok zonasi di hutan hindung berbasiskan keratifan lokal.