LARI DULU, UPLOAD NANTI: Manfaat Lari Dirasakan Suci dan Fauziansyah, Sejahtera Fisik dan Mental
Di tengah marak pelari kalcer di Bandung tersingkap manfaat lari bagi kesehatan fisik dan mental. Lari berpotensi memperpanjang umur dan mengurangi depresi.
Penulis Salma Nur Fauziyah30 Desember 2025
BandungBergerak - Manfaat lari dirasakan langsung oleh Suci Atmarani, 25 tahun. Di tengah kesibukannya sebagai kreator konten, Suci rutin meluangkan waktu untuk berlari di lapangan depan Balai Warga di sekitar rumahnya. Ia berlari setidaknya tiga kali dalam seminggu tanpa mematok jarak atau target langkah khusus. Patokannya sederhana: mengelilingi lapangan sebanyak 10 kali.
“Aku lari rutin karena itu ngebantu aku buat bisa lebih produktif dan salah satu cara ngelola stres,” tulis Suci kepada *BandungBergerak* melalui pesan WhatsApp.
Bagi Suci, lari memberi dampak positif bagi tubuh dan pikirannya. Ia merasakan energi yang lebih baik, napas yang lebih teratur, serta stamina yang semakin kuat. Lari menjadi cara baginya menjaga keseimbangan di tengah aktivitas harian yang padat.
Pengalaman serupa juga dirasakan Fauziansyah Hartadi, 23 tahun. Ia mulai rutin berlari sejak 2019, meski sempat berhenti cukup lama. Tahun lalu, Fauziansyah kembali menekuni lari, didorong oleh kebiasaannya berjalan kaki dan ketertarikannya pada fitur penghitung langkah. Dalam sekali lari, ia biasanya menempuh jarak 5–7 kilometer. Saat kondisinya prima, jarak tempuhnya bisa mencapai belasan kilometer.
Dampak lari bagi Fauziansyah tidak selalu serta-merta mengubah suasana hatinya. Ia menilai efek lari sangat bergantung pada kondisi emosional sebelum berlari.
“Kalau lagi kalut, sedih, marah, atau mix(ed) feeling gitu biasanya enggak ilang perasaannya, tapi dengan lari, seenggaknya aku bisa meluapkan emosi yang enggak bisa dikeluarin,” aku Fauziansyah, yang sehari-hari mengajar di Sekolah Dasar.
Meski tidak selalu membuat perasaannya langsung membaik, Fauziansyah pada akhirnya merasa tubuhnya lebih sehat setelah berlari. Pengalaman Suci dan Fauziansyah menunjukkan bagaimana lari, yang kini digandrungi banyak anak muda, memberi dampak nyata bagi kesehatan fisik dan mental.
Baca Juga: Friday Football Street, Mencari Lapangan yang Setara di Antara Beton Kota
Sepak Bola Tanpa Iming-iming Juara
Manfaat Lari bagi Kesehatan Fisik dan Mental
Tren lari memang terus meningkat. Olahraga ini relatif murah, mudah diakses, dan bisa dilakukan kapan saja. Laporan global Strava mencatat bahwa berdasarkan data aktivitas pengguna periode 1 September 2024 hingga 30 Agustus 2025, lari menjadi aktivitas olahraga paling populer, disusul jalan kaki. Generasi Z mendominasi tren ini, dengan 75 persen di antaranya termotivasi mengikuti lomba atau event lari.
Di Indonesia, tren lari juga kerap dilekatkan dengan fenomena pelari kalcer, yang tak jarang dikaitkan dengan FOMO dan konsumerisme. Namun, di balik itu, manfaat lari terhadap kesehatan tetap signifikan.
Dari sisi kesehatan fisik, jurnal American College of Cardiology (2014) menunjukkan bahwa lari, bahkan dalam durasi singkat 5–10 menit per hari dengan kecepatan lambat, berasosiasi dengan penurunan risiko kematian akibat berbagai penyebab, khususnya penyakit kardiovaskular. Penelitian yang melibatkan 55.137 orang dewasa ini menemukan bahwa pelari memiliki risiko kematian 30–45 persen lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak berlari. Harapan hidup pelari juga tercatat meningkat hingga tiga tahun, termasuk pada mereka yang berlari dengan intensitas rendah namun konsisten.
Manfaat lari juga meluas pada kesehatan mental. Penelitian dalam *Journal of Sport and Exercise Psychology* (2018) terhadap 244 pelari rekreasi di Polandia menunjukkan bahwa frekuensi dan jarak lari yang lebih tinggi berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan psikologis. Para pelari menjadi lebih positif dalam menilai diri dan kehidupannya, serta mengalami perbaikan kondisi emosional.
Temuan tersebut diperkuat oleh tinjauan literatur *International Journal of Environmental Research and Public Health* yang menelaah 116 penelitian terkait lari dan kesehatan mental. Meski dampaknya bervariasi tergantung jenis dan intensitas lari, secara umum lari berperan penting dalam mengurangi depresi dan gangguan kecemasan.
Apa yang dirasakan Suci dan Fauziansyah memperlihatkan bahwa lari bukan sekadar tren. Di balik kesederhanaannya, lari memberi ruang bagi tubuh untuk lebih sehat dan pikiran untuk lebih terkelola.
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp Kami

