Jumlah SMA atau SMK di Jabar masih sangat Kurang
Provinsi yang dipimpin pasangan Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum ini kekurangan sekolah setingkat SMA.
Penulis Iman Herdiana3 Mei 2023
BandungBergerak.id - Kondisi pendidikan tingkat atas (setingkat SMA) di Jawa Barat (Jabar) tampak memprihatinkan. Provinsi dengan jumlah penduduk 49,40 juta jiwa (BPS 2022) ini kekurangan banyak ruang kelas baru untuk sekolah setingkat SMA.
Versi Pemprov Jabar, ada sekitar 130 kecamatan di Jabar yang membutuhkan SMA/SMK baru. Dari jumlah itu, baru 33 kecamatan yang akan menjadi prioritas dengan rencana pembangunan bertahap mulai 2024, 2025, dan 2026.
Tetapi jika mengacu pada data yang ada, tampaknya provinsi yang dipimpin pasangan Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum ini membutuhkan lebih banyak lagi sekolah setingkat SMA, entah berbentuk SMA, SMK, mupun MA.
Menurut data Jabar dalam Angka 2023 BPS Jabar yang diakses Rabu (3/5/2023), jumlah penduduk Jabar pada kelompok usia setingkat SMA (antara usia 15-19 tahun) mencapai 4.060.896 juta jiwa. Sementara jumlah murid yang tercatat sekolah di SMA, SMK, MA negeri maupun swasta sebanyak 2.106.641 jiwa. Mereka bersekolah di 5.986 sekolah SMA, SMK, MA.
Dari data tersebut terlihat, jika usia SMA antara usia 15-19 tahun seperti tertera pada data BPS yang mencapai 4.060.896 juta jiwa, maka masih ada sekitar 2 jutaan murid lagi yang tidak tertampung oleh sekolah setingkat SMA yang ada di Jabar.
Tentu hitung-hitungan tersebut masih memerlukan verifikasi di lapangan. Namun setidaknya, data BPS yang merupakan hasil survei lapangan, menunjukkan bahwa Jabar memang membutuhkan ruang kelas setingkat SMA baru.
Itulah pekerjaan rumah yang tidak kecil yang mesti dikerjakan Pemprov Jabar. Terlebih luas wilayah Jawa Barat sangat besar, yakni 37.044,858 kilometer persegi yang terdiri dari 27 kabupaten/kota dengan hampir 6.000 desa dan kelurahan.
Masing-masing kabupaten/kota di Jabar memiliki luas wilayah dan jumlah penduduk yang beragam. Daerah terluas adalah Sukabumi (4.164,15 km2), sedangkan daerah dengan jumlah penduduk terpadat adalah Kabupaten Bogor. Dengan luas geografis sebesar 7,66 persen wilayah Jawa Barat, Kabupaten Bogor dihuni oleh 5,56 juta penduduk atau 11,27 persen penduduk Jawa Barat.
Jumlah penduduk terbesar kedua terdapat di Kabupaten Bandung dengan jumlah penduduk sebanyak 3,71 juta orang, yaitu sebesar 7,53 persen. Sementara jumlah penduduk paling kecil di Kota Cirebon dan Kota Banjar dengan jumlah penduduk masing-masing sebanyak 341,24 ribu atau sebesar 0,69 persen dan 206,46 ribu atau sebesar 0,42 persen.
Masing-masing wilayah tersebut memiliki kebutuhan jumlah ruang kelas yang berbeda-beda. Pendekatan pembangunan pendidikan pun membutuhkan pendekatan yang berbeda-beda pula.
Secara umum, jumlah penduduk di Jawa Barat meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Jika hasil survei BPS Jabar 2020 kepadatan
penduduk Jawa Barat sebanyak 1.396,52 jiwa per kilometer persegi, maka tahun 2022 menjadi 1.379 jiwa per kilometer persegi.
Baca Juga: Sampurasun, Rahayu
MENCATAT BANDUNG: Korupsi di Jantung Smart City
Bandung Darurat Sampah, Reaktivasi TPA Cicabe Kurang Sosialisasi kepada Warga Setempat
Keterbatasan Anggaran
Keterbatasan anggaran menjadi dalih Pemprov Jabar untuk melakukan pembangunan SMA/SMK secara bertahap, yakni prioritas di 33 kecamatan dulu meski yang mengajukan ada sekitar 130 kecamatan.
"Kita bangun secara bertahap, mulai tahun 2024, 2025, dan 2026 sesuai dengan kemampuan anggaran. Sebenarnya, berdasarkan data ada sekitar 130 kecamatan yang membutuhkan SMA/SMK baru. Dari jumlah tersebut sebanyak 33 kecamatan yang kita prioritaskan," kata Kepala Dinas Pendidikan Jabar Wahyu Mijaya, usai peringatan Hari Pendidikan Nasional 2023 Tingkat Provinsi Jabar di Lapangan Gasibu, Kota Bandung, Selasa (2/5/2023).
Tanpa merinci nama kecamatannya, namun menurut Wahyu, 33 kecamatan itu tersebar hampir di 27 kabupaten/kota di Jabar. Pembangunan atau pengadaan SMA/SMK baru itu tidak seluruhnya membangun yang baru, tetapi ada juga yang mengubah statusnya dari swasta ke negeri, seperti pengadaan SLB.
"Di Bogor ada 2 SLB swasta yang kita ubah statusnya menjadi negeri. Pola semacam itu juga kita lakukan," tegasnya.
Wahyu berharap pembangunan SMA/SMK negeri tersebut juga diikuti penambahan sekolah-sekolah swasta agar lulusan SMP lebih banyak lagi yang terserap ke jenjang berikutnya.