• Kolom
  • Bob Anwar, Guru Honorer yang Berumah dalam Musik

Bob Anwar, Guru Honorer yang Berumah dalam Musik

Bob Anwar menawarkan karyanya dalam folk dan pop ballad sebagai pelipur lara dan mesin penghancur keluh kesah para pekerja yang jenuh dengan rutinitas pekerjaannya.

Andika Yudhistira Pratama

Penulis tinggal di Padalarang

Dari kiri ke kanan, Kresna dan Fajar M. Fitrah dua punggawa utama dari Bob Anwar. (Foto: dokumentasi Bob Anwar)

4 Mei 2023


BandungBergerak.id – Beberapa saat sebelum mengucap doa tidur dan terlelap di waktu malam, scroll layar sentuh gawai yang menyusuri setiap lini yang tersedia di setiap sudut media sosial menjadi semacam ritual yang tidak terlewatkan, salah satunya Instagram. Sekitar H-3 sebelum lebaran, tertampilkan sebuah informasi lowongan dalam reels Instagram Bob Anwar.

Dalam reels Instagramnya, termuat tawaran untuk siapa pun yang berminat mengisi kursi Head Manajer. Selain itu, tersedia tawaran untuk mengisi posisi penarik senar bas dan penabuh drum untuk mengiringi Fajar yang bertindak sebagai vokal cum gitar dan Kresna Permana sebagai pemetik alunan melodi gitar.

Keesokan harinya menjelang siang, dengan rasa penasaran saya ketik dua buah kata "Bob Anwar" dalam kolom pencarian yang tersedia di YouTube, untuk mendengarkan lagu-lagu dari band asal Rancaekek tersebut. “Mereka Kawan Kita” menjadi yang pertama saya dengarkan. Dalam lagu tersebut, terdapat penggalan lirik yang dirasa menyentuh nurani saya, mungkin juga pendengar lainnya yang sudah lebih dulu mendengarkannya.

Berikut penggalan lirik yang terkandung dalam “Mereka Kawan Kita”:

Bisakah kau hidup tanpa pohon-pohon itu / Rasakanlah luka mereka, saat engkau tebang / Apa hatimu telah tulim tiada getar nurani / Telah membuatmu teduh dan nyaman, jangan kau lupakan

Dari situ, dengan jelas saya menangkap satu seruan dari Bob Anwar bagi para pendengarnya untuk mencintai dan menjaga lingkungan. Lebih dari itu, “Mereka Kawan Kita” tidak lain merupakan bentuk manifestasinya yang menentang aktivitas penebangan liar, yang kini dampaknya sangat terasa. Mulai dari cuaca panas, kekeringan, longsor dan yang paling menyebalkan telah menghancurkan rumah dari setiap makhluk yang menggantungkan hidup dalam rimbunnya pohon-pohon.

Lantas empat hari setelah lebaran atau lebih tepatnya hari Rabu (26/4/2023), saya jumpai salah satu personil Bob Anwar, Fajar yang tinggal di Kompleks Batan, Dago. Kedatangan itu saya niatkan bukan untuk mendaftarkan diri jadi Head Manager atau personil baru, melainkan untuk mengulik kisah dari perjalanan Bob Anwar yang mengusung genre folk dan pop ballad.

Pertemuan diawali dengan suguhan segelas kopi hitam panas yang mampu mengimbangi dinginnya udara pagi itu. Tidak lama setelah itu, segala cerita tentang Bob Anwar dimulai. Dengan lugas, Fajar menjelaskan tentang lowongan kerja yang ditawarkan oleh Bob Anwar, "Sebagai upaya untuk menghadirkan nuansa musik yang lebih modern (elektrik) untuk single barunya "Semoga Bahagia" yang sedianya akan dirampungkan di tahun 2023 ini".

Cerita berlanjut, "tahun 2017 menjadi titik awal keberangkatan Bob Anwar. Di tahun itu pula bersama Kresna berhasil merampungkan "Mereka Kawan Kita" sebagai single pertama dari Bob Anwar". Ujarnya.

Tak lupa, ia menceritakan ihwal penamaan Bob Anwar itu sendiri. Menurutnya, “Nama itu merupakan sebuah doa untuk perjalanan band-nya, juga pelecut dalam menghasilkan karya-karya yang monumental layaknya Bob Dylan dan Chairil Anwar”. Meski kental dengan lirik-lirik yang bertemakan cinta. Fajar menegaskan bahwa “Bob Anwar menawarkan karya-karyanya sebagai pelipur lara dan mesin penghancur bagi keluh kesah para pekerja yang jenuh dengan rutinitas di jam-jam kerjanya.”

Baca Juga: Merayakan Idul Fitri dari Sebelah Kiri
MEREKA YANG PERNAH BERGERAK DI BANDUNG #1: Titik Berangkat M. Natsir Menjadi Tokoh Politik dan Pendidikan Islam
Sukarno, Kapitalisme, dan Jomblo
Tirto Adhi Soerjo dalam Bingkai Organisasi dan Sastra

Ep Album Musikalisasi Puisi

Cerita masih berlanjut. Setelah berjalan selama satu tahun, personil bertambah dengan bergabungnya Fuad sebagai peniup harmonika di Bob Anwar. Masih di tahun yang sama, Bob Anwar berhasil merilis EP (Extended Player) album yang berjudul “Rendezvous” yang memuat enam musikalisasi puisi. Lagu-lagu dalam EP album tersebut diantaranya: “Tanpa Spasi” dari puisinya Faisal Syahreza, “Foto” dari puisinya Anis Sayidah, “Pagi di Jakarta”, dan “Matahari Jingga Bandung Utara” dari puisinya Yopi Setia Umbara. Selanjutnya “Seekor Burung Bisu /2/” dari puisinya Frischa Aswarini dan terakhir “Wajah Pagi” yang diadopsi dari puisinya M. Arfani Budiman. Lebih lanjut di tahun itu pula, mereka melakukan tur musik pertamanya di Yogyakarta, dari Taman Budaya, Kedai JBS, dan terakhir di Donqui Cafe.

 Kejenuhan juga kesengsaraan yang ditimbulkan dari pandemi Covid-19, turut dirasakan oleh Bob Anwar. Setidaknya hal tersebut tergambar dalam salah satu single yang digarapnya pada tahun 2020 yang berjudul “Karantina (2020)”. Single tersebut merupakan buah dari proyek kolaborasi Bob Anwar dengan salah satu murid dari sekolah Temasek yang bernama Chellia Zulk. Dalam liriknya mengisahkan keluh kesah terhadap kelangsungan hidup new normal pada masa pandemi yang menyiksa segala lini kehidupan. Mulai dari kejenuhan akan sekolah online, rasa rindu akan pertemanan sebelum dibatasi oleh sekat yang tak kasat mata. Meski begitu, single “Karantina (2020)” baru dirampungkan pada tahun 2022. 

Memasuki tahun 2021, pandemi Covid-19 tidak menyurutkan semangat Bob Anwar untuk berkarya. Hal ini dibuktikan dengan kerja nyata yang menghasilkan single berjudul “Sebelum Sulastri Pergi (lagi)”. Lebih lanjut, single tersebut terpilih sebagai lagu terbaik dari Recvolutian Class dari Komuji (Komunitas Musik dan Mengaji) yang merupakan ajang lomba cipta lagu bertemakan inklusivitas yang menghargai keberagaman dan merayakan perbedaan.

Selanjutnya, memasuki akhir tahun 2022, Bob Anwar merampungkan single lainnya yang berjudul “Liburan Kampung Halaman”. Single tersebut, bertemakan kerinduan dari seorang pekerja akan kampung halamannya. Namun tidak lama setelah itu, dengan kesibukannya sebagai manager dari The Panas Dalam Bank, Fuad terpaksa istirahat dari Bob Anwar.

Personil Bob Anwar, Kresna (kiri), Fajar M. Fitrah (tengah), dan Fuad (kanan). (Foto: dokumentasi Bob Anwar)
Personil Bob Anwar, Kresna (kiri), Fajar M. Fitrah (tengah), dan Fuad (kanan). (Foto: dokumentasi Bob Anwar)

Bermusik dan Mengajar

Di samping aktivitasnya dalam bermusik, hari Senin hingga Jumat dari pukul tujuh pagi hingga sekitar setengah empat sore, menjadi rutinitas lain dari kedua personil Bob Anwar dalam mencurahkan tenaga dan pikirannya sebagai tenaga pengajar honorer. Sebagai lulusan dari jurusan sastra Indonesia, Fajar mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Bina Bangsa School yang berlokasi di sekitar Dago. Selain itu, sebagaimana penuturannya, “Tahun pelajaran tahun ini terasa lebih sulit, karena diharuskan juga untuk mengampu pelajaran PKN”.

Status pekerjaan yang sama disandang oleh Kresna. Sebagai tenaga pengajar honorer di Islamic Boarding School yang berlokasi di sekitar Ujung Berung, ia mengampu mata pelajaran kesenian, khususnya seni musik.

Sebagaimana tenaga pengajar pada umumnya, di samping kewajiban utamanya menggugah murid-muridnya di dalam kelas. Keduanya tentu dibebankan kewajiban administrasi pengajaran yang terbilang cukup banyak menghabiskan waktunya di dalam dan di luar sekolah.

Maka tak berlebihan bila tawaran untuk mengiringi mereka berdua dalam bermusik dimuat dalam lini Instagram Bob Anwar. “Selain untuk membantu pekerjaan administrasi band, lowongan pekerjaan tersebut merupakan upaya saya dan Kresna untuk lebih fokus dalam menghasilkan lagu dan warna musik baru dari Bob Anwar,” ujarnya menambahkan.

Beberapa saat sebelum bincang-bincang di pagi itu berakhir, Fajar melanjutkan bahwa Bob Anwar adalah upayanya bersama Kresna untuk menjadi wadah keluh kesah para pekerja termasuk tenaga pengajar honorer dalam bentuk kreasi seni, khususnya musik. Tak lupa di akhir bincang pagi itu, Fajar tetap menaruh perhatiannya terhadap nasib para pekerja khususnya tenaga pengajar honorer yang selama ini masih kurang mendapatkan perhatian akan kesejahteraan hidupnya. Tidak jarang, sebagian besar dari mereka masih dihinggapi kegelisahan akan ketersediaan “amunisi” hidup untuk melanjutkan hari-harinya.

Bersamaan dengan itu, tak terasa kopi dalam gelas sudah susut dan tinggal menyisakan ampasnya. Juga langkah kaki Fajar untuk bergegas mandi menjadi penanda berakhirnya bincang-bincang di pagi hari itu.

 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//