• Kolom
  • BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #5: Ikut Tugas Belajar ke Belanda

BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #5: Ikut Tugas Belajar ke Belanda

Raden Ayu Sangkaningrat menemani suaminya, R. A. A. Wiratanakoesoemah V melawat ke Belanda untuk tugas belajar. Mendapatkan undangan bertemu Ratu Belanda di istana.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

R. A. A. Wiranatakoesoemah dan R.A. Sangkaningrat. (Sumber: Haagsche Courant, 15 November 1927)

9 Mei 2023


BandungBergerak.id – Antara 7 September 1927-30 Maret 1928, Raden Ayu Sangkaningrat tidak ada di Bandung. Selama hampir tujuh bulan itu, dia menemani suaminya, R.A.A. Wiratanakoesoemah V, yang diberi tugas studiereis atau studieverlof (tugas belajar, cuti belajar, muhibah telaah) ke Belanda.

Menurut Harry A. Poeze (Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda, 1600-1950, 2008), tugas yang diberikan kepada Wiranatakoesoemah merupakan program pemerintah Belanda yang baru diselenggarakan sejak 1927. Untuk itu, pemerintah kolonial mengadakan pos khusus dalam anggaran belanja negara yang memungkinkan dua pejabat bumiputra tinggal di Belanda, yaitu seorang bupati dari Jawa dan seorang patih dari luar Jawa yang mendapatkan tugas belajar ke Belanda.

Di baliknya, pemerintah Belanda hendak memperkenalkan Negeri Belanda kepada para pejabat tinggi bumiputra di Hindia Belanda. Dalam program tersebut, biasanya, istri dan anak-anak para pejabat yang studi belajar ke Belanda dibawa serta selama enam sampai delapan bulan untuk lebih mengenal Negeri Belanda. Selama di sana, keluarga itu melakukan ekskursi ke berbagai tempat dan diakhiri dengan acara audiensi dengan ratu Belanda.

Yang terpilih pertama untuk melaksanakan program tersebut adalah Bupati Bandung R.A.A. Wiranatakoeosoemah V, merangkap anggota Volksraad (Dewan Rakyat), dan bupati Pasuruan. Namun, karena bupati Pasuruan ingin kepergiannya ditunda setahun kemudian, posisinya digantikan oleh Darwis Gelar Datoek Madjo Lelo, kepala distrik di Keresidenan Pantai Barat Sumatra (Haagsche Courant, 15 Oktober 1927).

Kabar kepergian Wiranatakoesoemah ke Belanda mulai terbaca dari Algemeen Handelsblad (11 Agustus 1927) berdasarkan siaran kantor berita ANETA dari Bandung pada 11 Agustus 1927. Isi wartanya dinyatakan Wiranatakoeosoemah akan memulai tugas belajarnya ke Belanda pada 7 September 1927. Warta tersebut kemungkinan besar muncul dari daftar para penumpang kapal laut Johan de Witt yang akan berangkat dari Batavia menuju Amsterdam pada 7 September 1927, sebagaimana yang tercantum dalam De Koerier (5 September 1927). Di antara penumpangnya tertulis “Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema en echtg” atau Wiranatakoesoemah bersama istri.

Pada gilirannya, ia dan Raden Ayu Sangkaningrat meninggalkan Bandung menuju Batavia pada Minggu, 4 September 1927, dengan menggunakan kereta api tengah hari. Soeara Publiek (6 September 1927) menyatakan, “Hari Minggoe regent dari Bandoeng dan Raden Ajoe dengen kreta api tengah hari soeda brangkat ka Batavia. Sepandjang djalanan ada banjak sekali orang jang saksiken itoe, perron ada penoeh sekali”.

Para pengantarnya banyak para pembesar. Dalam Soeara Publiek dikatakan, “Antara orang-orang jang anter itoe pembesar Boemipoetra ada djoega keliatan legercommandant, Generaal Cramer, Generaal Lagerwerff, Generaal van der Burgh, burgemeester, hoofd-inspecteur dari SS, hoofdcommissaris van politie, pembesar civiel dan politie, wakil-wakil dari BB, baek Boemipoetra maoepoen laen-laen dan banjak orang particulier. Boekannja sedikit ambtenaar BB Boemipoetra jang ikoet sampe di Batavia”.

Di Belanda sendiri, komitir untuk urusan Hindia Belanda di Departemen Tanah Jajahan, setelah berkonsultasi dengan Menteri Tanah Jajahan, mengangkat Mr. S. Cohen Fzn., bekas komisaris pemerintah untuk reformasi administratif di Hindia Belanda, sebagai penasihat bagi Wiranatakoesoemah dan Darwis selama tugas belajar di Belanda (Haagsche Courant, 8 September 1927).

Pada hari keberangkatannya dari Tanjungpriok, Wiranatakoesoemah sempat diwawancarai redaktur AID di Batavia, Blackstone. Hasil wawancaranya antara lain dimuat lagi dalam De Indische Courant (9 September 1927). Konon, warga bumiputra banyak memadati pelabuhan. Ribuan orang memadati koridor, sementara di bangsal-bangsal banyak pendukung bupati Bandung melihat kapal yang akan membawanya. Wiranatakoesoemah menerima Blackstone di salon, di dek kelas satu. Di situ sudah ada para anggota Raad van Indie, hampir seluruh pegawai kantor Adviseur voor Inlandsche Zaken, ketua Volksraad, wakil pemerintah untuk urusan umum, berbagai delegasi, Direktur Departemen Pendidikan, dan lain-lain, yang akan mengucapkan selamat tinggal.

Saat itu, bupati Bandung mengatakan bahwa dia diterima oleh gubernur jenderal kemarin pada pukul 12.00 siang, setelah konferensi dengan Raad van Indie. Setelah ia diterima oleh penasihatnya di Belanda, tugas belajar akan dimulai. Dan kata laporan, September 1928 kita akan bertemu kembali dengan bupati Bandung dan raden ayunya.

Wiranatakoesoemah (No. 1) beserta D.G. Datoek Madjo Lelo (No. 2), dan lain-lain, saat berkunjung ke Landbouwhoogeshool di Wageningen. (Sumber: De Indische Courant, 15 Februari 1928)
Wiranatakoesoemah (No. 1) beserta D.G. Datoek Madjo Lelo (No. 2), dan lain-lain, saat berkunjung ke Landbouwhoogeshool di Wageningen. (Sumber: De Indische Courant, 15 Februari 1928)

Baca Juga: BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #4: Pameran Kesehatan, Buku Adat Sunda dan Baby Show
BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #3: Meisjes-internaat Soemoer Bandoeng
BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #2: Menikah dengan R.A.A. Wiranatakoesoemah

Bertemu dengan Ratu dan Hadiah untuk Putri

Dari berita-berita berikutnya, saya tahu R.A.A. Wiranatakoesoemah dan Raden Ayu Sangkaningrat tidak berhenti di Amsterdam dengan Johan de Witt dan seharusnya tiba di sana pada 8 Oktober 1927 (De Avondpost, 7 Oktober 1927). Namun, mereka berhenti di Genoa (Italia) disambung perjalanan darat ke Lugano, Lucerne dan Wiesbaden, sebelumnya akhirnya tiba di Den Haag.

Bagaimana dengan keadaan Sangkaningrat setiba di Belanda? Menurut Wiranatakoesoemah kepada para wartawan (De Telegraaf, 13 Oktober 1927; De Courant Het nieuws van den Dag, 14 Oktober 1927), istrinya belum terbiasa dengan pakaian ala Eropa, rambut pendek dan mengenakan topi. Maksudnya, topi perempuan Eropa agak rumit bagi rambut perempuan bumiputra Hindia, lagi pula Raden Ayu tidak berani memotong rambut dengan pendek (“bobbed hair”), karena melanggar adat, meskipun istri dokter bumiputra di Hindia sudah melakukannya.

Sementara surat-surat yang dikirim pasangan tersebut ke Bandung baru tiba pada awal November 1927. Menurut laporan De Koerier (8 November 1927), dari surat-surat tersebut diketahui mereka berdua tiba di Belanda melalui perjalanan darat via Genoa, Lugano, dan Jerman. Mereka juga mengadakan perjalanan singkat ke Wiesbaden. Hampir setiap minggu Wiranatakoesoemah menemui Menteri Tanah Jajahan dan berkantor di Departemen Tanah Jajahan di Den Haag. Ia juga meminta kepada paman Sangkaningrat, R. H. Abdoellah, agar menyusul ke Belanda. Abdoellah pergi ke Belanda dengan menggunakan kapal laut P. C. Hooft pada 16 November 1927.

Pada 4 Januari 1928, Wiranatakoesoemah dan Sangkaningrat, bersama bekas Hoofddjaksa Surakarta Raden Mas Pandji Gondosoemarjo dan istrinya, mendapatkan undangan untuk bertemu Ratu Belanda pada acara resepsi di istana atau Soiree ten Hove (De Maasbode, 5 Januari 1928). Pada 13 Januari 1927, mereka bersama Darwis Gelar Datoek Madjolelo, dikawani Mr. S. Cohen, Fzn., mengunjungi Landbouwhoogeschool di Wageningen (Haagsche Courant dan Algemeen Handelsblad, 14 Januari 1928). Pada saat ke istana lagi, Sangkaningrat mempersembahkan satu kotak emas berisi hasil pandai perak Sunda kepada Putri Juliana (De Locomotief, 21 Februari 1928).

Iklim dan Kandungan

Dari wawancara tentang pengalaman Wiranatakoesoemah-Sangkaningrat selama di Belanda, sebagaimana yang ditulis dalam De Sumatra Post (4 Februari 1928) dan De Locomotief (7 Februari 1928), saya jadi bertambah dengan keterangan bahwa keduanya cukup bahagia saat harus beradaptasi dengan iklim yang sangat aneh, meskipun mereka sangat tidak menyukai musim dingin, dan sangat merindukan sinar matahari di tanah airnya.

Sangkaningrat, khususnya, sangat merindukan kedua buah hatinya yang dititipkan di kediaman orang tuanya di Kepatihan Sumedang. Selama di Belanda, sesuai minatnya, Sangkaningrat dengan mendapat bimbingan Prof. Van Poelje, bekas inspektur pendidikan di Kota Den Haag, konon, akan mengunjungi berbagai lembaga pendidikan. Apalagi kemampuan berbahasa Belandanya terbilang bagus. Di sana minatnya tertuju kepada pendidikan Montessori (“Montessori onderwijs”), kursus bagi perempuan yang bekerja (“den cursus voor werkende meisjes”), sekolah domestik atau pelayan rumah dan sekolah kerajinan (“huishoud- en industriescholen”). Sangkaningrat hendak memahami betul kesemua hal tersebut.

Selain itu, tidak lama setelah tiba di Den Haag, Wiranatakoesoemah dan Sangkaningrat mendapatkan surat kaleng dari sekitar Belanda dan isinya ancaman kematian terhadap keduanya. Wiranatakoesoemah menyerahkan surat itu kepada penasihatnya, Mr. Cohen, dan tidak lagi mendengar kabar selanjutnya. Wiranatakoesoemah menduga surat tersebut kiriman orang-orang komunis (yang bermigrasi dari Hindia ke Belanda).

Kabar lainnya, Sangkaningrat berencana akan menunaikan ibadah haji ke Mekah sebelum kembali ke Pasundan. Ia, yang akan ditemani suaminya hingga Kairo, tidak akan merasa takut menjalani rukun Islam kelima itu, karena musim semi tersebut ada ribuan Muslim dari Kabupaten Bandung yang akan menunaikan ibadah haji.

Namun, rencana tinggal rencana. Raden Ayu Sangkaningrat membatalkan rencana untuk naik haji dan memutuskan pulang lebih dulu ke Hindia Belanda. Penyebabnya karena ia tidak kuat terhadap kerasnya iklim Belanda dan sangat merindukan anak-anaknya. Sebelum pulang, ia sempat berjalan-jalan bersama suaminya ke Berlin, Praha, Wina, dan Genoa.

Dalam pandangan mitranya, Sangkaningrat sangat tertarik pada bidang pendidikan, kesehatan, dan seni, yang mungkin akan diterapkan di Hindia. Itu sebabnya, sebelum pulang, ia sempat mengunjungi berbagai lembaga di Den Haag, seperti ke Koloniale School voor Vrouwen en Meisjes (sekolah kolonial untuk perempuan dan gadis) dan De Toonkamers voor Indonesische Kunstnijverheid (Ruang Pamer untuk Seni dan Kerajinan Indonesia). Apalagi mengingat, di pendopo Kabupaten Bandung, banyak karya seni dan kerajinan yang dipraktikkan di bawah arahan Sangkaningrat. Itu sebabnya ia berjanji akan mengirimkan berbagai jenis hasil seni dan kerajinan itu sesegera mungkin setelah kembali ke Hindia, barangkali sebelum pembukaan pameran di Arnhem (Het Vaderland, 10 Maret 1928; Rotterdamsch Nieuwsblad, 12 Maret 1928).

Sangkaningrat pulang dengan menggunakan kapal laut Christiaan Huygens yang bertolak dari Amsterdam pada 28 Februari 1928 dan tiba di Tanjungpriok pada 30 Maret 1928 (De Avondpost, 28 Februari 1928; De Locomotief, 28 Maret 1928). Sementara Wiranatakoesoemah pulangnya dengan menggunakan kapal Pieter Corneliszoon Hooft dari Amsterdam tanggal 17 Juli 1928 dan tiba di Tanjungpriok pada 18 Agustus 1928 (De Koerier, 15 Agustus 1928).

Setiba di Batavia, Sangkaningrat diwawancarai redaktur AID di Batavia. Konon, yang menyambutnya terbilang banyak, khususnya kalangan bumiputra. Katanya, dia sangat senang karena sekarang telah berkenalan dengan Belanda secara lebih dekat. Dia sangat mengagumi Den Haag dan Amsterdam dan apresiasinya terhadap Belanda meningkat. Setelah tiba pelabuhan, ia tidak akan langsung pulang ke Bandung, melainkan tinggal sementara di Batavia di rumah kerabatnya (De Indische Courant, 2 April 1928).

Selain karena iklim dan kerinduan kepada anak-anaknya, apakah ada alasan lain di balik keputusan Raden Ayu Sangkaningrat pulang lebih dulu? Bila membaca pengumuman dalam De Indische Courant (13 Juni 1928), barangkali bisa menjawab pertanyaan tersebut. Karena di situ diumumkan Sangkaningrat melahirkan anak laki-laki pada 10 Juni 1928 di Bandung, diberi nama Raden Abas. Ini berarti saat memutuskan pulang lebih dulu, Sangkaningrat sedang hamil dengan usia kandungan lima atau enam bulan. Oleh karena itu, dapat dimengerti mengapa ia memutuskan untuk membatalkan rencana naik haji.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//