• Kampus
  • Unpas akan Menjadi Tuan Rumah Penyerahan Hadiah Sastra Rancagé

Unpas akan Menjadi Tuan Rumah Penyerahan Hadiah Sastra Rancagé

Penyerahan Hadiah Sastra Rancagé akan dilaksanakan 29 Juli 2023 di Mandala Saba Ir. H. Djuanda, Kampus II Unpas, Jalan Tamansari, Kota Bandung.

Festival Buku Pasar Biru 3 bertajuk Cinambo: Lain Dulu Lain Sekarang, di Jalan Rukun Mulya, Kelurahan Babakan Penghulu, Kecamatan Cinambo, Kota Bandung, Jumat (9/9/2022). (Foto: Iman Herdiana/BandungBergerak.id)*

Penulis Iman Herdiana12 Mei 2023


BandungBergerak.idUniversitas Pasundan (Unpas) akan menjadi tuan rumah penyerahan Hadiah Sastra Rancagé, penganugerahan bergengsi bagi penulis buku berbahasa daerah yang diinisiasi Yayasan Kebudayaan Rancagé, Kota Bandung.

Penyerahan Hadiah Sastra Rancagé akan dilaksanakan 29 Juli 2023 di Mandala Saba Ir. H. Djuanda, Kampus II Unpas, Jalan Tamansari No. 4-8, Bandung. Hadiah Sastra Rancagé sendiri pertama kali digagas oleh Sastrawan Sunda Ajip Rosidi berkaitan erat dengan misi menjaga, memelihara, dan mengembangkan budaya Sunda. Misi ini dinilai sejalan dengan Unpas.

Ketua Lembaga Budaya Sunda (LBS) Unpas Hawe Setiawan juga dipercaya Yayasan Kebudayaan Rancagé untuk menjadi juri karya sastra Sunda.

“Hadiah Sastra Rancage sudah diberikan sejak 1989. Awalnya hanya untuk tokoh dan karya sastra Sunda, tapi sejak 1994 diperluas ke daerah Jawa, Bali, Batak, Lampung, Banjar, dan Madura,” jelas Wakil Ketua Yayasan Kebudayaan Rancagé Etti Rochaeti Soetisna, dikutip dari laman Unpas, Jumat (12/5/2023).

Melalui Hadiah Sastra Rancagé, karya berbahasa daerah mulai bermunculan dan memacu kreativitas pengarang daerah meski semula dianggap kurang prospektif.

Untuk menelusuri penulis dan karya berbahasa daerah, Yayasan Kebudayaan Rancagé menggandeng Balai Bahasa dan memanfaatkan media sosial.

“Dulu kita hanya mengandalkan relasi di tiap daerah dan publikasi di media cetak yang jumlahnya terbatas,” tuturnya.

Digaetnya perguruan tinggi juga menjadi upaya Yayasan Kebudayaan Rancagé untuk memopulerkan sastra daerah.

“Setidaknya mahasiswa dan akademisi tahu, bahkan termotivasi untuk menulis sastra daerah, atau minimal mengapresiasi,” sambungnya.

Baca Juga: Menggali Warisan Ajip Rosidi
Si Pucuk Kalumpang, Dongeng Sunda Buhun dari Ajip Rosidi
Benang Merah Ajip Rosidi, Hasan Mustapa dan Pantun Sunda

Sastra Daerah Masih Kalah Eksis

Menurut Etti, dibanding sastra nasional, sastra daerah masih memprihatinkan. Royalti pengarang tidak terjamin dan kalah saing dengan karya sastra nasional.

“Dulu, kalau ada buku sastra daerah yang diterbitkan, almarhum Ajip Rosidi berharap buku-buku tersebut dibeli pemerintah dan dibagikan ke sekolah atau perpustakaan. Sayangnya, tujuan itu tidak tercapai,” ujarnya.

Kendati demikian, hadirnya Hadiah Sastra Rancagé secara tidak langsung menjadi lambang supremasi sastra daerah. Meskipun tak mendapat royalti, namun pengarang buku berbahasa daerah merasa bangga dianugerahi Hadiah Sastra Rancagé.

“Ibarat Penghargaan Nobel bagi orang-orang yang berjasa di bidang Fisika, Kimia, Sastra, Perdamaian, Fisiologi, atau Kedokteran, Hadiah Sastra Rancagé bisa dibilang pencapaian tertinggi bagi pengarang buku berbahasa daerah,” terangnya.

“Saya mengamati di sini, banyak penulis muda yang terpacu untuk menulis sastra Sunda, mungkin di daerah lain juga begitu. Jadi setidaknya ada harapan regenerasi,” tandasnya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//