• Berita
  • Bandung Lautan Reklame, Pajaknya Nyangkut ke Mana?

Bandung Lautan Reklame, Pajaknya Nyangkut ke Mana?

Bandung lautan reklame tetapi tidak demikian dengan raihan pajaknya. Tahun 2017, potensi pajak reklame 34 miliar rupiah, terealisasi 12 miliar rupiah saja.

Reklame di Jalan Suniaraja, Kota Bandung, Rabu (4/1/2023). Cuaca eksrem membuat reklame rentan roboh. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana13 Mei 2023


BandungBergerak.idPemerintah Kota (Pemkot) Bandung sudah sangat sering melakukan penertiban reklame ilegal. Agenda terbaru dilakukan Senin (8/5/2023) lalu dengan target 598 titik reklame yang tersebar di 34 ruas jalan di Kota Bandung. Meski begitu, reklame-reklame ilegal tetap tumbuh subur bak jamur di musim hujan.

Dari ratusan titik reklame ilegal, beberapa di antaranya ada yang berkedok Jembatan Penyeberangan Orang (JPO). JPO yang sejatinya menjadi jembatan penyeberangan orang di jalan raya, desain bangunannya disesuaikan dengan kebutuhan reklame. Karena motif pembangunan JPO ini memang untuk reklame.

Pelaksana Harian Wali Kota Bandung Ema Sumarna telah menginstruksikan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung untuk segera menertibkan reklame ilegal maupun JPO tersebut. Meski begitu, ia mengaku penertiban reklame dan JPO bukan hal mudah.

"Kuncinya tegas dan konsisten," ungkap Ema Sumarna, dalam siaran pers.

Banyaknya reklame membuat Bandung punya sebutan baru: Bandung lautan reklame. Sebutan ini berdasarkan menjamurnya reklame-reklame ilegal yang mudah ditemukan di berbagai sudut kota.

Belum lagi dengan reklame berizin tetapi digunakan tidak sesuai peruntukannya, seperti reklame rokok di kawasan tanpa rokok yang merujuk pada pelanggaran Perda No 4 Tahun 2021 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Untuk menindak reklame-reklame ilegal tersebut, Pemkot Bandung sebenarnya telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Reklame yang melakukan pengawasan dari hulu hingga hilir. Namun reklame-reklame ilegal tetap bermunculan. Bahkan pada 25 Maret 2023 lalu, salah satu reklame ilegal runtuh dan menimpa kendaraan dan orang. Peristiwa ini berlangsung di depan Kantor Bapenda Provinsi Jawa Barat, Jalan Sukarno Hatta, Kota Bandung.

Upaya menertibkan reklame di Kota Bandung sudah berlangsung jauh sebelum Pemkot Bandung dipimpin Ema Sumarna. Misalnya pada masa Kota Bandung dipimpin Ridwan Kamil, jumlah reklame ilegal di kota ini mencapai 60 peren, menurut Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung pada 2016.

Tidak ada data pasti berapa persisnya jumlah reklame di Kota Bandung. Sebagai gambaran, BPPT Kota Bandung melakukan survei pada 2016 yang menyebutkan sedikitnya ada sekitar 6.700 reklame berizin di Kota Bandung. Sedangkan jumlah reklame tak berizinnya jauh lebih besar, yakni sekitar 13.000-14.000 reklame. 

Jumlah tersebut jika dipersempit akan semakin tampak betapa bertebarannya reklame-reklame ilegal di Kota Bandung. Misalnya di Jalan Cihampelas pada tahun yang sama terdapat 300 reklame dan hanya 70 reklame di antaranya yang berizin, sisanya tidak berizin.

Jadi bisa dibayangkan jika 13.000-14.000 reklame reklame ilegal di Kota Bandung disatukan dengan asumsi satu reklame memiliki ukuran 1 meter persegi, maka luas reklame tersebut mencapai 13-14 kilometer persegi – jumlah yang jauh lebih luas dibandingkan kecamatan terbesar di Kota Bandung, yaitu Gedebage yang luasnya 9,58 kilometer persegi.          

Baca Juga: Selain Semrawut, Reklame-reklame di Bandung Menjadi Contoh Buruk Penggunaan Bahasa Indonesia
Jangan-jangan di Bandung Banyak Reklame tak Berizin, Mudah Roboh, dan tidak Membayar Pajak?
Lautan Kebakaran, Kering Hidran

Bahkan jika mengacu pada data 2018, jumlah reklame ilegal di Kota Bandung semakin membengkak menjadi 22.000-an buah, seperti terungkap dalam penelitian Danny Permana dari Universitas Jenderal Achmad Yani dalam jurnal berjudul Penegakan Peraturan Wali Kota Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame Di Kota Bandung.

“Dalam kurun waktu hingga Agustus 2018, jumlah reklame tak berizin di Kota Bandung mencapai 22.000-an buah. Sedangkan yang mengantongi izin hanya 1.511 reklame,” demikian tulis Danny Permana, diakses Sabtu (13/5/2023).

Menurut Danny, banyaknya pelanggaran reklame yang tidak membayar pajak berdampak pada intensitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung di mana terjadi loss potensi pajak dari sumber pajak reklame. Padahal jika dilihat lebih jauh pajak reklame menjadi salah satu sumber pembiayaan pembangunan infrstruktur kota yang signifikan.

Gambaran tersebut semakin menegaskan sebutan Bandung lautan reklame. Ironisnya julukan ini bukan berarti Kota Bandung memiliki kekayaan melimpah dari hasil pajak reklame karena saking banyaknya reklame ilegal yang tidak membayar pajak.

Menurut data Sub Bidang Pajak Reklame dan Pajak Air Tanah Badan Pelayanan Pendapatan Daerah Kota Bandung (BPPD) Kota Bandung, pajak reklame di Kota Bandung memiliki potensi yang sangat tinggi dalam meningkatkan PAD. Di tahun 2017, potensi reklame dengan jumlah titik 16.301 sekitar 34 miliar rupiah. Dari potensi tersebut baru terealisasi 12 miliar rupiah saja. 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//