• Kolom
  • RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #19: Nationaal Indische Partij Dibubarkan

RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #19: Nationaal Indische Partij Dibubarkan

Pembubaran Nationaal Indische Partij tidak mengakhiri usaha melawan kolonialisme. Dinilai berhasil menumbuhkan rasa persatuan yang mendasari pergerakan kebangsaan.

Hafidz Azhar

Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung

De Indische Courant edisi 23 Juni 1923 menginformasikan bubarnya Nationaal Indische Partij. (Foto: Dokumentasi Hafidz Azhar)

14 Mei 2023


BandungBergerak.id – Pembubaran Nationaal Indische Partij-Sarekat Hindia pada tahun 1923 diindikasikan pada satu alasan utama. Alasan tersebut, yakni pengajuan badan hukum yang dilakukan pengurus pusat NIP namun ditolak oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada bulan Mei 1923 di Volksraad, PF Dahler mengajukan pertanyaan terkait usulan anggaran dasar Nationaal Indische Partij yang tidak disetujui. Berdasarkan laporan Bataviaasch Nieuwsblad 13 April 1923 bahwa pemerintah tidak menerima badan hukum yang telah diajukan itu lantaran dalam anggaran dasar tersebut tercantum nama Insulinde. Sementara pada masa PF Dahler sebagai ketua pusat, Insulinde telah berganti nama menjadi Nationaal Indische Partij-Sarekat Hindia.

Dengan hasil yang didapat itu, pada 18 Mei 1923, pengurus pusat NIP akhirnya memutuskan untuk membubarkan organisasi massa yang telah berdiri sejak tahun 1912 itu. Adapun pembubaran tersebut dilakukan seiring beberapa hal ihwal sepuluh poin yang berhubungan dengan usaha penerbitan buku bernama De Indonesische Boek en Brochure-Handel (IBBH). Sepuluh poin itu antara lain: pertama, De Indonesische Boek en Brochure-Handel merupakan usaha mandiri di bawah naungan panitia pembubaran, yakni PF Dahler bersama JW Vorderman di Batavia; Tjipto Mangoenkoesoemo Oetoen Tisna Sapoetra, R. Satardan Gandosiswojo, FA Wiedenhof, AA Alexander dan WF Seelen di Bandung; lalu Suwardi Suryaningrat di Yogyakarta (De Indische Courant, 23 Juni 1923).

Kedua, upaya penerbitan buku Handboek voor den Indischen Nationalist karya Douwes Dekker akan dilakukan oleh dan untuk kepentingan IBBH. Ketiga, uang saldo yang dihasilkan dari dana Tadofonds akan dihitung hingga hari penyerahan, lalu ditransfer ke rekening IBBH. Keempat, saldo yang masih berada di bendahara NIP akan dihitung hingga hari penyerahan dan ditransfer ke rekening IBBH. Kelima, seluruh saldo yang diperoleh dari dana pembagian akan dihitung dan ditransfer ke rekening IBBH. Keenam, penerbitan mingguan De Indier dihentikan mulai keputusan ini berlaku. Sementara untuk biaya berlangganan yang lebih akan dikembalikan oleh IBBH atas permintaan pelanggan (De Indische Courant, 23 Juni 1923).

Poin selanjutnya, yakni poin ketujuh, memutuskan agar semua arsip terkait Nationaal Indische Partij dihancurkan. Kedelapan, semua aset bisnis milik Nationaal Indische Partij akan dialihkan ke IBBH. Kesembilan, seluruh utang-piutang atas nama maupun untuk kepentingan dana pengurus pusat dialihkan ke rekening IBBH. Kesepuluh, Nationaal Indische Partij resmi dibubarkan terhitung sejak keputusan ini berlaku pada tanggal 18 mei 1923 dan bertentangan dengan ketentuan anggaran dasar tentang pembubaran (De Indische Courant, 23 Juni 1923).

Sementara itu, keputusan untuk membubarkan NIP memang didasarkan pada alasan utama yang berkaitan dengan penolakan badan hukum. Namun selain itu para pengurus NIP selalu mendapat halangan dan rintangan yang muncul di arena parlementer, sehingga beberapa kali upaya dalam jalur politik itu harus memperoleh kegagalan. Dengan keputusan yang bulat, para pengurus pusat NIP mau tidak mau mesti menelan pil pahit dan meneguhkan pendiriannya agar partai ini dibubarkan (De Sumatra Post, 30 Juni 1923), seiring dengan tekanan politik yang kian masif terhadap organisasi oposisi seperti Nationaal Indische Partij.

Baca Juga: RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #18: Markas Nationaal Indische Partij Pindah ke Bandung
RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #17: De Expres Pindah ke Semarang
RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #16: Suwardi Suryaningrat Menjadi Ketua NIP-Sarekat Hindia

Perlawanan pada Kolonialisme Masih Berlanjut

Sebelumnya, Tjipto kecewa dengan keputusan pemerintah kolonial yang tidak memberikan kesempatan terhadap NIP. Meski Tjipto masuk ke dalam Volksraad, ia merasa upayanya untuk membuka hati pemerintah Hindia Belanda sejak Indische Partij dilarang pada tahun 1913, masih tetap tidak membuahkan hasil. Seraya menunggu lama keputusan dari pemerintah, Tjipto sudah berniat untuk membubarkan NIP. Tetapi pada tanggal 10 April 1923 muncul berita tak sedap dari pemerintah kolonial soal keputusan badan hukum yang telah diajukan itu. Berita itu berisi bahwa pemerintah Hindia Belanda menolak pemberian izin terhadap badan hukum Nationaal Indische Partij.

“Walaupun tujuan dan perjuangan partai ini tidak cukup jelas pada statutennya, dari tindakan-tindakannya keluar sudah cukup terang, bahwa pemberian izin kepadanya akan bertentangan dengan kepentingan umum” (Bulmberger, 1939:37, Balfas, 1957:99).

Pada tanggal 23 Juni 1923, Dahler berpidato di arena Volksraad. Ia menyatakan bahwa pembubaran Nationaal Indische Partij tidaklah membawa kerugian terhadap kemerdekaan nasional. Ia menambahkan jika setelah 10 tahun menggelar propaganda, NIP berhasil mencapai apa yang ditujunya, sehingga banyak anak negeri menganggap dirinya sebagai bangsa Hindia (Balfas, 1957:99, Blumberger, 1939:37, De Indische Courant 23 Juni 1923).

Dalam catatan M. Balfas, pembubaran Nationaal Indische Partij itu bukanlah bagian akhir sebagai usaha melawan kolonialisme. Menurutnya NIP telah banyak menumbuhkan rasa persatuan bangsa yang sangat dibutuhkan oleh pergerakan kebangsaan yang hadir di masa selanjutnya. Di masa-masa pembubaran itu juga NIP meleburkan diri ke dalam golongan merah yang dianggap mempunyai sprit yang sama dalam menentang segala bentuk penindasan. Salah satu hal ini terepresentasikan melalui pergerakan Sarekat Hindia Surakarta. Di bawah Haji Misbach sebagai propagandis utamanya, Nationaal Indische Partij-Sarekat Hindia Surakarta yang sejak sebelumnya sudah revolusioner semakin terlihat merah setelah mengukuhkan keberadaan Partai Komunis Indonesia Surakarta sebagai organisasi pelanjut NIP. Sementara di Bandung sendiri kegiatan NIP pada pertengahan tahun 1923 masih dilakukan, kendati pada bulan selanjutnya nama NIP sudah tidak lagi terdengar.

Dalam Sapoedjagat 11 mei 1923, misalnya, terdapat informasi bahwa pengurus pusat NIP akan menggelar pertemuan tahunan di Kota Bandung. Tidak jelas kapan acara ini berlangsung. Tetapi redaksi koran yang dikelola oleh Tjipto itu menyebutkan bahwa acara pertemuan tersebut akan berlangsung dalam waktu yang tidak lama lagi.

Demikianlah, masa pergerakan Indische Partij yang kembali bermetamorfosis menjadi Insulinde hingga berganti nama menjadi Nationaal Indische Partij-Sarekat Hindia itu harus berakhir dalam kurun waktu sepuluh tahun. Sejalan dengan pandangan Petrus Blumberger, adanya Insulinde atau NIP tentu saja telah menumbuhkan kesadaran akan pentingnya persatuan di kawasan pedalaman. Bahkan dari kesadaran yang mengakar sangat kuat itu terlihat upaya-upaya perlawanan orang-orang desa terhadap setiap penindasan yang dilakukan oleh kalangan elit. Di sinilah salah satu sumbangan terbesar dari Insulinde atau NIP ditunjukkan, yang semula partai ini dibentuk untuk kalangan Indo. Namun sejalan dengan pergerakannya yang sangat berpengaruh, partai ini memberikan tempat bagi kepentingan besar komunitas Indo-Eropa di Hindia Belanda (Blumberger, 1939:48), bahkan untuk rakyat bumiputera.

 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//