RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #17: De Expres Pindah ke Semarang
Nationaal Indische Partij menerbitkan De Expres sebagai media propaganda organisasi. Terbit pertama kali di Bandung selanjutnya pindah ke Semarang.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
18 April 2023
BandungBergerak.id – Bangkitnya Nationaal Indische Partij-Sarekat Hindia dalam kepemimpinan Suwardi Suryaningrat ternyata mampu menghidupkan kembali harian De Expres yang sebelumnya karam. Surat kabar berbahasa Belanda yang semula bermarkas di Bandung itu, atas keputusan pengurus, akhirnya berpindah ke Semarang untuk menyesuaikan pergerakan pengurus pusat Nationaal Indische Partij.
Pada 15 Desember 1921, surat kabar De Sumatra Post mula-mula mengabarkan bahwa melalui rapatnya yang telah digelar pengurus Nationaal Indische Partij memutuskan untuk mengeluarkan surat kabar harian dengan nama De Expres. Konon, harian De Expres yang bermarkas di Semarang itu akan mulai diterbitkan pada tanggal 2 Januari 1922, dengan oplah sebanyak 1500. Selain itu, pengurus juga telah memutuskan bahwa komisi redaksi sementara akan diambil dari pengurus majalah De Beweging yang masih berada di bawah haluan Sarekat Hindia. Mereka antara lain H.C. Kakebeeke, A. J. Patty, G.L. Topee, dan J.W. Vorderman, dengan Douwes Dekker sebagai pemimpin redaksi.
Pada edisi 29 Desember 1921 surat kabar De Sumatra Post kembali memuat tulisan mengenai rencana untuk menghadirkan harian De Expres. Dalam koran itu disebutkan bahwa De Expres merupakan sayap dari Nationaal Indische Partij untuk menjadi indikator arah organisasi dalam perkembangan politik di Hindia Belanda.
Dalam terbitan awal yang muncul di Semarang, De Expres memang memuat wajah yang sedikit berbeda. Pada edisi 6 Januari 1922, misalnya, tepat di bagian bawah logo De Expres tercantum keterangan Algemeen Dagblad yang berarti harian umum. Sementara pada De Expres yang terbit di Bandung, keterangan tersebut semula bertuliskan Eerste Blad, yang berarti lembaran pertama.
Seperti yang telah direncanakan pada rapat pengurus NIP, harian De Expres akan dikelola oleh H.C. Kakebeeke beserta beberapa tokoh lain. Namun, pada terbitan awal itu De Expres hanya menampilkan dua nama di kolom bagian atas, yakni A. J. Patty bersama J. W. Vorderman sebagai komisi redaksi, selain nama G. A. Kessing sebagai direktur penerbitan surat kabar. Sekalipun demikian, pada terbitan selanjutnya para pengurus pada komisi redaksi berubah posisi, bahkan muncul nama-nama pimpinan dari Nationaal Indische Partij seperti G. A. Kessing (Surabaya), Suwardi Suryaningrat (Yogyakarta) dan Tjipto Mangoenkoesoemo (Bandung) (De Expres 9 Mei 1922).
Baca Juga: RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #16: Suwardi Suryaningrat Menjadi Ketua NIP-Sarekat Hindia
RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #15: Dari Insulinde Menjadi Nationaal Indische Partij-Sarekat Hindia
RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #14: Tjipto Mangoenkoesoemo Masuk Volksraad
RIWAYAT INDISCHE PARTIJ #13: Kongres Insulinde di Bandung
De Expres Terbit dari Semarang
Baik yang terbit di Bandung maupun yang hadir di Semarang, tampaknya tidak terdapat perbedaan menonjol dari segi isi. Sejak terbit pertama kali De Expres selalu menampilkan berbagai artikel, informasi seputar politik di Hindia Belanda maupun di luar negeri, atau laporan pertemuan yang digelar oleh Nationaal Indische Partij dan agenda yang akan diadakan oleh perkumpulan yang dipimpin Suwardi itu, termasuk problem-problem yang mencuat dalam tubuh NIP. Misalnya, pada De Expres 9 Mei 1922, seorang petinggi NIP bernama Angenent dilaporkan akan mengundurkan diri dari kepengurusan Nationaal Indische Partij di Semarang. Konon, menurut pengakuan Angenent dalam surat De Locomotief, pengunduran diri tersebut didasarkan karena sudah tidak lagi ada kepentingan dengan perkumpulan NIP. Meski demikian para pengurus NIP menilai bahwa pernyataan itu tidak memberikan alasan yang jelas, sehingga dewan pengurus Nationaal Indische Partij sendiri merasa heran dengan pengunduran diri yang dilakukan Angenent secara tiba-tiba itu.
Sebagai media propaganda Nationaal Indische Partij, De Expres tentu saja banyak memberikan kabar terkait kondisi organisasi dari para pengurus dan anggotanya. Selain problem dalam tubuh NIP, terdapat berita agenda pertemuan dan juga laporan dari berbagai afdeeling Nationaal Indische Partij yang telah berlangsung. Seperti pada De Expres 25 November 1922. Di situ disebutkan bahwa NIP afdeeling Semarang akan menggelar leidenvergadering (pertemuan anggota) pada hari Rabu 29 November 1922. Pertemuan itu akan dilaksanakan di rumah G. A. Kessing, di Gang O’Herne nomor 17, Semarang. Di samping itu pada De Expres 21 Desember 1922, terdapat pula laporan yang sangat rinci mengenai enam usulan gerakan dari NIP afdeeling Padang sebagai respons atas isu aturan pendidikan, agama dan sosial. Enam usulan tersebut antara lain:
“pertama, mengoewatkan motie jang didapat dari openlucht protestmeeting (pertemuan protes) NIP Padang tanggal 28 Agustus 1921. Kedua, mengoewatkan motie tentang pengadjaran begu Soematra jang didapat dalam gecombineerde vergadering (pertemuan gabungan) dari perhimpoenan perhimpoenan di Sibolga tanggal 20-21 November 1921. Ketiga, meminta soepaja diadaken landrechter di seloeroeh Soematra. Keempat, menilik perselisihan agama bagi satoe-satoe pihak kaoem Islam merasa perloe sangat diadakan Raad Agama. Kelima, pemberijan tanah tanah particulier kepada maatschappij (perusahaan), hendaknja djanganlah tanah tanah itoe diberi dengan sesoekanja kepada ia kepala negeri. Keenam, menghapoeskan satoe satoe pangkat jang diterima toeroen menoeroen sadja”.
Dalam De Expres 29 November 1922 harian itu memuat juga laporan tahunan yang dikeluarkan oleh Nationaal Indische Partij afdeeling Medan. Selain menyebutkan beberapa orang nama dalam kepengurusan afdeeling Medan, laporan tersebut menampilkan perkembangan jumlah uang yang masuk, serta jumlah pertemuan yang telah diadakan. Sementara sejak tahun 1921 afdeeling Medan dipimpin oleh Mohamad Noech dengan dibantu oleh Mohammad Arif sebagai sekretaris bersama dengan Saidin yang menduduki bendahara sekaligus jabatan komisaris tunggal. Pada bulan Oktober terjadi reorganisasi dalam kepengurusan afdeeling Medan. Dua orang dari kalangan Eropa masuk dalam jajaran kepengurusan, yakni J. A. Vredevoogd sebagai wakil ketua, lalu L. W. Osstreig sebagai wakil sekretaris dan bendahara. Sedangkan jumlah pertemuan yang diadakan sampai laporan ini diturunkan sebanyak 8 kali untuk pertemuan pengurus, 5 kali untuk pertemuan anggota dan rapat umum yang dihadiri oleh sekitar 600 orang.
Selain itu, harian berbahasa Belanda itu mengabarkan juga hasil pertemuan yang diadakan oleh perkumpulan lain. Seperti pada edisi 24 Januari 1922. Di situ disebutkan bahwa dalam rapatnya pengurus Budi Utomo membahas tentang pemogokan pegadaian dan membela keluarga dari pihak para pemogok. Lalu ada juga agenda pertemuan yang akan diadakan N. V. Cultuur & Handeel-Maatschappij Tjiong Boe di Cindilan, Surabaya, pada 11 September 1922 dalam De Expres 8 September 1922. Dengan demikian, berdasarkan tampilan isi dari berbagai edisi, De Expres dengan wajah barunya, tampak tidak banyak memperlihatkan perubahan signifikan sebagaimana pada De Expres yang terbit di Bandung sebelumnya. Sejak awal media propaganda NIP itu memang berupaya untuk menampung informasi yang berjalin dengan konteks politik dan sosial di Hindia Belanda seiring dengan tujuan organisasi itu didirikan.