• Kolom
  • BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #8: Menggagas Sekolah Asrama bagi Gadis Bangsawan di Binjai

BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #8: Menggagas Sekolah Asrama bagi Gadis Bangsawan di Binjai

Sangkaningrat tinggal di Binjai Sumatera selama sebulan membantu Sultan Langkat Mahmud Abdul Jalil Rahmad Shah mendirikan sekolah asrama bagi para gadis bangsawan.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Saat peresmian Bandara Brastagi, R. A. Sangkaningrat berpotret bersama dengan Sultan Langkat. (Sumber: De Sumatra Post, 17 September 1934)

30 Mei 2023


BandungBergerak.id – Antara 1933-1934, Raden Ayu Sangkaningrat pernah tiga kali berkunjung ke Sumatra Utara. Pertama kali bersama suaminya, R. A. A. Wiranatakoesoemah V, selama sekitar dua minggu antara 29 April hingga 15 Mei 1933. Kedua kali bersama putranya selama sebulan sejak 22 Juli 1933 dan yang ketiga kalinya sendirian pada 15 September 1934.

Dari tiga perjalanan tersebut, saya tahu R.A. Sangkaningrat berkontribusi besar bagi pendirian sekolah asrama gadis bumiputra di Sumatra Utara, yang implementasinya diwujudkan oleh Sultan Langkat Mahmud Abdul Jalil Rahmad Shah bin Sultan Abdul Aziz (1927-1948). Di antara asrama-asrama itu Sangkaningrat dipercaya sebagai salah seorang komisaris dan panitia persiapannya.

Sangkaningrat dan Wiranatakoesoemah mula-mula berangkat ke Sumatra Utara pada 26 April 1933. Mereka berdua menumpang kapal laut “Baloeran” dengan tujuan Pelabuhan Belawan-Deli (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 24 April 1933; Deli Courant, 26 April 1933). Mereka berdua tiba di Belawan pada 29 April 1933 (De Locomotief, 1 Mei 1933).

Dalam surat kabar berbahasa Indonesia, kabar kepergian Wiranatakoeosoemah sudah diwartakan lebih dulu. Dalam Sinar Deli edisi 21 April 1933 dengan tajuk “Seorang anggota Volksraad berkoendjoeng ke Deli: Toean Wiranata Koesoema”. Pada awal paragraf dikatakan, “Menoeroet Sumatra Post, diminggoe moeka ini akan datang kemari dengan kapal ‘Baloeran’, bekas regent Bandoeng, jaitoe toean Wiranata Koesoema, anggota dari Volksraad dan college van Gedelegeerden. Didalam Raad terseboet toean ini djoega ada mendjadi leider dari fractie P(ersarikatan) P(egawai) B(estuur) B(oemipoetera), jaitoe perkoempoelan dari ambtenaar-ambtenaar BB Indonesier, fractie mana ada mempoenjai sepoeloeh orang anggota dan seboeah dari pada fractie-fractie jang terbesar di Volksraad. Toean Wiranata Koesoema adalah mendjadi voorzitter dari hoofdbestuur vereeniging terseboet”.

Maksudnya ke Sumatra Utara, khususnya ke Deli, konon berkaitan dengan kepentingan PPBB, yang mempunyai cabang di situ. Selanjutnya, konon, ia akan kembali ke Pulau Jawa via Tapanuli dan Sumatra Barat, yang juga ada cabang-cabang PPBB.

Salah satu yang dikerjakan Wiranatakoeosoemah, menurut Sinar Deli edisi 24 Mei 1933, “sebagai hasil dari perdjalanannja ke Soematera, dimana ia menoeroet kemaoeannja sendiri sadja telah menjelidiki kemoengkinan boeat melakoekan pembatasan rubber, bahwa berhoeboeng dengan tidak moengkinnja mendjalankan controle jang intensief (keras) atas penanam-penanam rubber bangsa anak negeri, maka ia merasa khawatir, bahwa soeatoe pembatasan jang sedemikian itoe adalah sangat soekar akan melakoekanja”.

Hal ini selaras dengan yang dikabarkan Deli Courant edisi 28 April 1933.  Di situ dikatakan kantor berita ANETA mengirimkan kawat dari Batavia bahwa Wiranatakoeosoemah sebagai anggota komisi pembatasan karet (“de theerestrictie-commissie”) pada College van Gedelegeerden berangkat ke Sumatra dengan menggunakan kapal laut “Baloeran”. Kemudian dalam De Locomotief (1 Mei 1933) disebutkan Wirantakoesoemah tinggal di kediaman Sultan Langkat, dengan maksud akan menyelenggarakan berbagai pertemuan dan konferensi dengan pihak-pihak yang tertarik pada PPBB. Lebih jauhnya, selama perjalanannya ke Tapanuli, dia bermaksud membuat kontak dengan para pemilik perkebunan karet bangsa bumiputra demi mendengar pendapat mereka ihwal pembatasan karet.

Baca Juga: BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #5: Ikut Tugas Belajar ke Belanda
BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #6: Pendorong Perkembangan Industri Tenun Majalaya
BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #7: Jongens Internaat

Sultan Langkat dan Kerja Sosial

Bagaimana dengan Raden Ayu Sangkaningrat? Ternyata selama perjalanan pertama ke Sumatra itu, ia terus mengikuti suaminya. Menurut Deli Courant (9 Mei 1933), mereka berdua berkunjung ke Danau Toba (Parapat), Balige, Hoeta Gindjang, Si Borong-Borong, Tarutung dan Sibolga. Di Parapat, Sangkaningrat bertemu dengan Sultan Langkat.

Menurut Wiranatakoesoemah, ia terkejut dengan minat-minat Sultan Langkat di bidang kerja sosial, dan rasa ingin tahunya besar. Sultan Mahmud tertarik dengan kursi-kursi anyaman di Departemen Pertanian dan Industri, yang biasa digunakan di desa-desa di Pulau Jawa tetapi tidak dikenal di Sumatra. Sementara penduduknya masih menggunakan sarung tenun dan sultan terpikir untuk mengirimkan orang dari Sumatra ke Jawa untuk belajar menenun selama beberapa bulan, sehingga nantinya alat tenunnya dapat dibuat di Sumatra.

Kata Wiranatakoesoemah, di Sumatra khususnya di daerah kesultanan, kaum perempuannya tertinggal jauh bila dibandingkan dengan sesamanya di Jawa, sebagian akibat adat yang ketat berdasarkan tradisi Islam konservatif. Dalam hal ini, R. A. Sangkaningrat berpikir langkah pertama ke arah tersebut adalah mendirikan sekolah asrama di Medan bagi gadis bangsawan, yang dipimpin perempuan bumiputra terdidik. Di sekolah tersebut, para gadis dapat menikmati pengajaran biasa dan pengajaran rumah tangga, bila mungkin ditambah pendidikan agama bila orang tua mereka menginginkannya.

Dengan cara demikian, kontak akan lebih banyak terjalin dan keselarasan akan terbina di antara berbagai keluarga kesultanan di sekitarnya, yang saat itu belum terbayang. Di Sumatra, perempuan mempunyai dunianya sendiri dan sangat terisolasi. Meski demikian, Sangkaningrat tidak suka terhadap pendidikan yang terlalu liberal bagi para gadis, di sisi lain adat menempatkan perempuan sebagai makhluk yang sangat berbeda dengan laki-laki.

Rupanya gagasan R. A. Sangkaningrat mengenai sekolah asrama bagi gadis bangsawan disambut sangat baik. Terbukti dari laporan Deli Courant (19 Mei 1933) bahwa atas inisiatif Sultan Langkat di Tanjungpura didirikan Bangsawan Langkat Sedjati, yaitu perhimpunan yang bermaksud mempromosikan pendidikan dan higienitas di antara penduduk Langkat. Di samping itu akan didirikan sekolah asrama untuk gadis-gadis bangsawan di Binjai pada 1 Juli 1933, yaitu di rumah mendiang Pangeran Tengkoe Adil. Ada 20 orang anak yang sudah dipersiapkan, termasuk tiga orang anak perempuan dan dua saudari sultan. Pengajarnya tiga orang guru Eropa dan kepala sekolahnya dari Jawa.

Para pengurusnya terdiri atas Sultan Langkat (ketua), T. Djambak (wakil ketua), M. Djamil (sekretrias), T.M. Noer (bendahara), dan para komisarisnya asisten residen Langkat, T. Mahsoeri, permaisuri sultan, Raden Ayu Sangkaningrat (yang menyarankan pendirian sekolah tersebut pada kunjungan baru-baru ini), T. Fatimah Zahrah, Entjih Basrah, T.M. Daoed, T. Achmad, dan adik-adik sultan.

Sebagai catatan penting, redaksi Deli Courant menjelaskan bahwa akan diingat betapa Sangkaningrat, selama kunjungannya ke Pantai Timur Sumatra, mengungkapkan tentang gagasan pengajaran itu dalam wawancara dengan wartawan surat kabar tersebut, dan betapa Sultan Langkat segera merealisasikannya. Selain itu, di samping guru dari Jawa yang membawa tiga mesin tenun untuk sekolah asrama tersebut, sejumlah mesin tenun akan dibeli demi kepentingan penduduk Langkat.

Sebagai tanda dukungan serius Raden Ayu Sangkaningrat terhadap pendirian sekolah asrama bagi para pemudi di Pantai Timur Sumatra itu, ia, yang sudah kembali ke Batavia, menemui dan beraudiensi dengan inspektur pendidikan dasar barat (“het Westersch lager onderwijs”). Sekolahnya sendiri sudah didirikan di Medan dan seorang gurunya berasal dari Salatiga (Bataviaasch Nieuwsblad, 22 Mei 1933).

Sekolah Asrama di Binjai

Setelah mendapat musibah kehilangan anaknya, Raden Hidajat, yang meninggal pada 1 Juni 1933 (Bataviaasch Nieuwsblad, 2 Juni 1933), R.A. Sangkaningrat kembali lagi ke Sumatra Utara pada 22 Juli 1933. Kali itu dia berangkat bersama putranya, tidak untuk menemani suaminya. Sangkaningrat menumpang kapal laut “Baloeran” yang berangkat dari Batavia pada 19 Juli 1933 dan tiba di Pelabuhan Belawan pada 22 Juli 1933 (Bataviaasch Nieuwsblad, 17 Juli 1933; De Sumatra Post, 19 Juli 1933).

Dalam De Indische Courant (24 Juli 1933) masih dikatakan Sangkangrat akan meninggalkan Deli untuk finalisasi pendirian sekolah asrama untuk para gadis perempuan (“het internaat voor meisjes van adel”), yang akan berlokasi di Binjai. Pada 29 Juli 1933, Sangkaningrat baru tiba di Binjai. Konon, ia akan tinggal di Binjai selama sebulan untuk membantu mendirikan institut bagi para gadis bangsawan (De Sumatra Post, 29 Juli 1933).

Dari De Sumatra Post (3 Agustus 1933) saya tahu peresmian sekolah asrama di Binjai itu tertunda, sebab ternyata rumah mendiang Tengkoe Pangeran Adil tidak cocok untuk sekolah tersebut, sehingga harus diadakan dulu renovasi. Untuk gurunya sudah didatangkan dari Jawa, sementara R.A. Sangkaningrat dan Nyonya Hartelust sedang melakukan tahap persiapan. Untuk operasional sekolahnya Sultan Langkat menyumbang f. 600 per bulan dan dari subsidi Landschapskas sebesar f. 500, serta sumbangan berbagai individu yang mencapai f. 500. Konon, Sangkaningrat akan meninggalkan Binjai pada hari Senin mendatang.

Sabtu sore, Nyonya van Suchtelen, ditemani Nyonya Van Rhijn dan Nyonya Spoor mengunjungi sekolah asrama gadis di Binjai. R. A. Sangkaningrat yang bertindak sebagai pemandunya untuk berkeliling ke sekitar sekolah. Konon, saat itu fasilitasnya sebagian besar telah siap, kecuali beberapa renovasi minor belum selesai. Pada pemeriksaan rinci, ternyata kekurangan tersebut tidak terlalu mendesak, sehingga sekolah asramanya dapat segera digunakan, di bawah kepala Nyonya Hertelust (De Sumatra Post, 7 Agustus 1933).

Barangkali sebagai bentuk apresiasi tinggi terhadap Raden Ayu Sangkaningrat, Sultan Langkat Mahmud Abdul Jalil Rahmad Shah mengundang khusus istri Wiranatakoesoemah itu untuk hadir pada peresmian Bandara Brastagi pada 17 September 1934. Sangkaningrat tiba di Bandara Medan dengan menggunakan pesawat udara milik KNILM pada 15 September 1934 sore. Selain Sangkaningrat, penumpang lainnya adalah Startz, Tuan dan Nyonya Vogel (penjabat kepala de afdeeling luchtvaart di Bandung), Koppen, Reuvers, Kooper, Kremer dan Van Krieken (De Sumatra Post, 15 September 1934).

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//