• Kolom
  • SUARA SETARA: Perempuan Naif dan Perempuan Liar

SUARA SETARA: Perempuan Naif dan Perempuan Liar

Masyarakat mendefinisikan perempuan untuk menampilkan standar feminitas yang dibangun dalam menampilkan kenaifannya.

Ananda Suci Aryani

Pegiat Gender Research Student Center (Great) UPI

Para mahasiswa sebagai angkatan muda memiliki peran penting dalam kerja panjang memperjuangkan kesetaraan gender. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

13 Juni 2023


BandungBergerak.id – Perempuan dalam masyarakat patriarki membawa kita pada dua jenis perempuan. Yakni perempuan naif dan perempuan liar.

Sebagai perempuan kita dituntut untuk menjadi perempuan naif. Masyarakat mendefinisikan perempuan untuk menampilkan standar feminitas yang dibangun dalam menampilkan kenaifannya. Tanpa disadari atau tidak, perempuan berusaha memenuhi standar tersebut untuk menjadi “normal” sesuai dengan standar kenormalan yang telah ditentukan.

Budaya patriarki yang telah dibangun masyarakat inilah yang telah membuat perempuan menjadi perempuan naif. Perempuan naif dimaknai sebagai perempuan baik-baik sesuai dengan standar yang tercipta.

Dan dalam relasinya dengan laki-laki, perempuan dengan kenaifan dan kepolosannya dianggap menyempurnakan kecantikan dari perempuan itu sendiri.

Walaupun pada kenyataannya, perempuan naif tidak melihat kebebasan dan tak pernah lepas dari kerangkeng standar patriarki yang ditetapkan padanya.

Standar-standar perempuan naif pada masyarakat patriarki ini hanya membawa kita pada dua jenis perempuan untuk dilihat.

Perempuan lebih terlihat menarik ketika tersipu malu ketika digoda, ketimbang perempuan yang berani menantang godaan pelecehan seksual terhadapnya.

Perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak akan lebih dikagumi daripada perempuan yang memilih berkarier di luar sana.

Laki-laki akan memilih perempuan yang berpendidikan jauh di bawahnya ketimbang perempuan yang berpendidikan tinggi, karena konon katanya perempuan berpendidikan tinggi itu terlihat liar dan tak patuh.

Baca Juga: SUARA SETARA: Hadirnya Teknologi, Ruang Aman Semakin Samar?
SUARA SETARA: Pelaku Kekerasan Seksual pada Warga Difabel kerap Lolos, karena Kesaksian yang Kurang Valid atau Sistem Hukumnya tidak Inklusif?
SUARA SETARA: Kenapa Perempuan Harus Rapi?

Perempuan Liar

Demikian itu bagaimana masyarakat patriarki melabelkan perempuan. Yang tidak dikategorikan sebagai perempuan baik-baik ini akan dianggap sebagai perempuan liar, menyalahi kodrat, tabu dan selalu dikonotasikan negatif.

Perempuan liar dilekatkan karena berani mengekspresikan dirinya, berani bahagia atas kehidupannya, berani mengungkapkan pendapatnya dan menyatakan apa yang ia suka dan tidak sukai. Perempuan liar tidak mau hidup dalam ketakutan untuk bertindak dan mengambil keputusan. Ester Lianawati dalam bukunya “Ada Serigala Betina dalam Setiap Diri Perempuan” menyebutkan bahwa keliaran ini ada dalam diri setiap perempuan. Selama ini, ketakutan dan kebencian dari sistemlah yang mengekang dan menekan keliaran setiap perempuan.

Maka perempuan liar adalah para perempuan di luar sana yang memilih kebebasan dan membebaskan, yang berdaya dan memilih memberdayakan dan merdeka dan memilih memerdekakan.

Chimamanda Ngozi Adichie, salah satu dari sekian banyak perempuan liar, bagaimana Chimamanda berani dan bebas untuk merespons orang-orang yang penuh prejudice, label, stereotypes, dan diskriminasi kepadanya.

Perempuan pekerja, perempuan berpendidikan, perempuan yang bercerai dan siapa pun para perempuan di luar sana yang berani untuk punya pilihan atas tubuh, pikiran dan hidupnya, sejatinya mereka adalah perempuan liar.

Oleh karenanya, rayakan dan apresiasilah keliaran dalam setiap pilihan yang diambil perempuan. Kebebasan mereka untuk keluar dari zona-zona menyulitkan walaupun pasti dalam setiap perjalanannya pilihan yang diambil oleh Perempuan liar tidaklah akan selalu benar, tetapi dengan kebebasan yang dimiliki, perempuan akan belajar untuk bangkit, menjadi kuat dan lebih baik. Jika pernah naif, mereka belajar untuk tidak naif lagi.

Wahai perempuan, jika merasa terkekang, tidak berdaya dan dikendalikan orang lain, itu artinya ada keliaran dalam diri kita yang mendesak untuk dikeluarkan. Jadilah liar wahai perempuan, rayakanlah keliaran dalam dirimu!

*Tulisan Suara Setara merupakan bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak.id dan Gender Research Student Center (Great) UPI

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//