• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Fitur Bayar Tunda, Gaya Hidup Konsumtif, dan Pendidikan Literasi Keuangan

MAHASISWA BERSUARA: Fitur Bayar Tunda, Gaya Hidup Konsumtif, dan Pendidikan Literasi Keuangan

Mudahnya mengakses fitur bayar tunda atau paylater mendorong gaya hidup konsumtif. Perlu pendidikan literasi keuangan sejak dini.

Robert Jonathan

Mahasiswa Jurusan Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung

Pengguna memanfaatkan aplikasi lokapasar untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, Senin (25/7/2022). Sitem keuangan online diatur Permenkominfo tentang Penyelenggara Sistem Elektronik. Aturan ini merugikan masyarakat. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

23 Juni 2023


BandungBergerak.id – Perkembangan zaman di era Revolusi Industri 4.0 membawa berbagai dampak positif untuk kehidupan manusia, khususnya bagi kalangan mahasiswa yang paling adaptif di bidang teknologi. Berbagai manfaat dapat diperoleh seorang mahasiswa, baik itu untuk mempermudah kehidupan akademik maupun kehidupan sosial. Namun, kemudahan tersebut dapat juga membawa dampak negatif.

Seperti peribahasa “Terlalu aru berpelanting, kurang aru berpelanting” yang artinya segala sesuatu yang berlebihan atau kurang akan berakibat kurang baik, begitu juga dengan berbagai kemudahan yang disediakan teknologi, akan berakibat negatif apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan tidak terkontrol. Salah satu contohnya adalah gaya hidup Buy Now Pay Later (BNPL) yang menggunakan fitur bayar tunda (paylater) untuk memperoleh sesuatu. Kehadiran fitur ini dapat memudahkan mahasiswa membeli barang keinginannya, sekaligus membahayakan apabila mahasiswa terjerumus ke dalam masalah kredit macet.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, nilai kredit macet yang lebih dari 90 hari dari fitur bayar tunda adalah sebesar Rp 1,42 triliun. Per bulan Maret 2023, angka tersebut didominasi oleh kelompok umur 19 tahun sampai 34 tahun, dengan nilai sebesar Rp 672 miliar. Hal ini menunjukkan urgensi dilakukannya upaya pencegahan, di antaranya pada kalangan mahasiswa agar angka kredit macet tidak semakin meningkat di waktu mendatang.

Terdapat berbagai cara untuk mencegah masalah ini. Kunci pencegahannya adalah pendidikan literasi keuangan. Pentingnya pendidikan literasi keuangan sejak jenjang sekolah, agar di jenjang perkuliahan, mahasiswa dapat bijak menyikapi gaya hidup Buy Now Pay Later. Namun demikian, sebenarnya apa alasan urgensi pendidikan literasi keuangan bagi seorang mahasiswa?

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Mencari Hukuman Setimpal untuk Koruptor
MAHASISWA BERSUARA: Penggunaan Batu Kali untuk Bangunan Sederhana Tahan Gempa
MAHASISWA BERSUARA: Mencegah Jebakan Gaya Hidup Konsumtif pada Anak Muda

Literasi Keuangan di Kalangan Mahasiswa Masih Rendah

Literasi keuangan menurut Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah proses meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan konsumen dan masyarakat umum dalam mengelola keuangan dengan lebih baik. Dengan kata lain, literasi keuangan adalah ilmu mengenai kemampuan dalam mengelola keuangan secara efektif dan efisien.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan terhadap 14.634 responden dari 34 provinsi di Indonesia, didapatkan indeks literasi keuangan di tahun 2022 sebesar 49,68 persen. Meskipun meningkat dari tahun 2021 dengan hasil indeks 38,03 persen, indeks 49,68 persen masih dapat dikatakan kecil, karena tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 273,52 juta jiwa.

Data tersebut menunjukkan masih banyak penduduk Indonesia, termasuk juga kalangan mahasiswa, yang belum menyadari pentingnya pendidikan literasi keuangan. Terdapat berbagai penyebab, misalnya kurikulum di jenjang sekolah yang tidak mendukung pendidikan literasi keuangan. Setelah sebelas kali berganti sistem kurikulum pendidikan di jenjang sekolah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi masih belum menunjukkan tanda-tanda akan diberlakukannya pendidikan literasi keuangan di sekolah. Sejak awal perkembangannya, mulai dari kurikulum tahun 1947 sampai dengan kurikulum merdeka, perbaikan sistem kurikulum hanya ditekankan pada penyesuaian dengan zaman yang semakin modern dan karakter sosial yang menunjangnya.

Padahal kemampuan literasi keuangan memiliki peranan penting dalam menghadapi zaman yang semakin modern dan dapat juga memengaruhi karakter seorang siswa, misalnya dalam menyikapi penggunaan fitur bayar tunda di kemudian hari. Bukan tanpa alasan, hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Putri dan Andarini dalam jurnal Pengaruh Self Control dan Financial Attitude terhadap Financial Management Behavior Pengguna Layanan Buy Now Pay Later (2022). Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap sampel yang berumur di atas 17 tahun di Kota Surabaya, diperoleh hasil bahwa pemahaman akan literasi keuangan berpengaruh signifikan terhadap kontrol diri untuk bertindak bijak menggunakan fitur bayar tunda atau paylater. Artinya, pendidikan literasi keuangan sangat penting, sehingga masalah rendahnya kesadaran akan literasi keuangan di kalangan mahasiswa perlu dicegah dengan mengembangkan kurikulum pendidikan yang tepat.

Gaya Hidup Konsumtif di Kalangan Mahasiswa

Perkembangan teknologi yang amat pesat di tengah Revolusi Industri 4.0 menyebabkan akses terhadap internet semakin mudah, misalnya akses terhadap media sosial. Secara keseluruhan, pengguna aktif media sosial di Indonesia per bulan Januari 2023 adalah 167 juta jiwa atau 60,4 persen dari populasi penduduk Indonesia. Hal ini mengakibatkan berbagai informasi, baik itu informasi nasional maupun mancanegara, dapat diperoleh dengan mudah oleh seluruh kalangan selama terhubung dengan koneksi internet.

Mahasiswa sebagai salah satu kalangan yang paling adaptif terhadap perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, dapat dengan mudah memperoleh informasi berupa tren fesyen, bahasa, sampai dengan gaya hidup kekinian dari internet. Dampak dari hal tersebut adalah timbulnya budaya dan gaya hidup baru di kalangan mahasiswa, salah satunya adalah budaya belanja daring melalui toko daring atau marketplace. Kemudahan akses terhadap toko daring akan menyebabkan timbulnya keinginan untuk membeli barang secara terus-menerus, meskipun berada di luar daya beli dan bukan merupakan kebutuhan, melainkan keinginan. Hal ini akan menumbuhkan gaya hidup konsumtif bagi mahasiswa, yaitu gaya hidup yang berlebihan dalam membeli barang-barang (Setiaji, 1995).

Di sisi lain, para mahasiswa dimudahkan juga dengan keberadaan fitur paylater yang disediakan berbagai perusahaan. Namun, gaya hidup konsumtif ditambah dengan penggunaan fitur paylater yang tidak terkontrol akan menyebabkan mahasiswa terjerumus ke dalam masalah kredit macet, yaitu suatu kondisi di mana utang tidak dapat dilunasi.

Masalah ini dibuktikan dengan angka kredit macet sebesar Rp 672 miliar dari Rp 1,42 triliun yang disumbang oleh pengguna fitur bayar tunda di rentang umur 19 tahun hingga 34 tahun, yang artinya di rentang umur mahasiswa.

Hal ini dapat terjadi karena mahasiswa hanya fokus terhadap keinginan tanpa memperhatikan pengelolaan keuangan dengan efisien dan efektif. Namun, sebenarnya permasalahan ini dapat dicegah apabila mahasiswa diberikan pendidikan literasi keuangan sejak mereka masih di jenjang sekolah. Oleh karena itu, penting untuk membuat mata pelajaran baru bernama Pendidikan Literasi Keuangan, karena setiap siswa perlu diberikan ilmu dan cara mengaplikasikan literasi keuangan sejak dini.

Dengan pendidikan literasi keuangan yang efektif, mahasiswa akan menjadi bijak dan logis dalam menyikapi gaya hidup Buy Now Pay Later. Mereka tidak akan menggunakan uang secara sembarang, melainkan sesuai dengan daya beli berdasarkan uang yang dimiliki. Efek domino yang akan terjadi selanjutnya adalah dapat dicegahnya gaya hidup konsumtif, karena mahasiswa sudah menyadari pentingnya mengelola uang, sehingga tidak akan berbelanja barang-barang secara berlebihan.

Akses Fitur Bayar Tunda yang Semakin Mudah

Akses terhadap fitur bayar tunda atau paylater sangatlah mudah. Semua kalangan yang terhubung dengan koneksi internet dan mampu mengoperasikan gawai dapat dengan mudah menggunakan fitur bayar tunda kapan pun dan di mana pun mereka berada. Hal ini dibuktikan dengan data dari Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) yang menunjukkan angka pembiayaan bayar tunda di Indonesia per bulan September 2022 sebesar Rp 4,2 triliun.

Banyaknya transaksi jual beli menggunakan fitur bayar tunda disebabkan oleh mudahnya persyaratan dalam mengaktifkan fitur ini. Calon pengguna hanya perlu membuat akun dalam perusahaan penyedia fitur bayar tunda tersebut dan menyiapkan dokumen berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) serta mengisi informasi data diri seperti nama lengkap, tanggal lahir, alamat, penghasilan, kontak, serta kontak darurat yang dapat dihubungi. Setelah fitur bayar tunda berhasil diaktivasi, pengguna bisa menggunakannya sesuai dengan plafon yang diberikan.

Mahasiswa sebagai kalangan yang hidup berdampingan dengan teknologi tentunya tidak asing dengan penggunaan fitur bayar tunda di dalam kehidupan sehari-hari. Ditambah lagi dengan terpenuhinya syarat untuk mengaktifkan fitur bayar tunda bagi seorang mahasiswa, karena mereka telah memiliki Kartu Tanda Penduduk dan akses terhadap informasi bayar tunda yang luas. Akibatnya, keinginan membeli barang-barang dapat terpenuhi dengan mudah. Namun demikian, penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan mahasiswa terjerumus ke dalam masalah kredit macet. Oleh karena itu, pendidikan literasi keuangan sangat krusial dalam menyikapi mudahnya akses terhadap fitur ini.

Hal ini dibuktikan juga dengan penelitian yang dilakukan Saragih dan Lestari dalam Pengaruh Adanya Paylater di Kalangan Remaja di Sumatera Utara (2022). Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap kalangan remaja di Provinsi Sumatera Utara, diperoleh hasil bahwa meningkatnya pendidikan literasi keuangan akan berpengaruh signifikan terhadap penurunan penggunaan fitur bayar tunda. Artinya, meskipun persebaran informasi dan promosi fitur bayar tunda yang tidak dapat dibendung, dengan pemahaman akan literasi keuangan, mahasiswa akan “Berpikir dua kali” sebelum menggunakan, bahkan sebelum mengaktivasi fitur ini. Dengan demikian, keberadaan pendidikan literasi keuangan yang efektif sejak mahasiswa masih berstatus sebagai siswa di jenjang sekolah sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku tanggung jawab penggunaan uang yang efektif dan efisien.

Salah satu cara penanaman pendidikan literasi keuangan adalah dengan mengajarkan literasi keuangan sejak jenjang sekolah, agar saat memasuki jenjang perkuliahan, mereka dapat menyikapi gaya hidup Buy Now Pay Later (BNPL) dengan bijak dan tepat, tanpa terjerumus ke dalam masalah kredit macet. Hal ini perlu dilakukan, karena pemahaman literasi keuangan berdampak signifikan terhadap kontrol diri dalam menyikapi penggunaan fitur bayar tunda yang menggoda. Oleh karena itu, penting untuk pemerintah memperhatikan masalah ini. Di sisi lain, masyarakat, khususnya para mahasiswa tidak boleh menganggap remeh literasi keuangan, karena dampaknya yang begitu besar terhadap kehidupan.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//