Kritik dan Saran dari Calon Penumpang Kereta Cepat Jakarta Bandung
Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) tak lama lagi bisa dinaiki masyarakat umum. Calon penumpang dari Bandung berharap sepur kilat ini bisa dijangkau semua kalangan.
Penulis Awla Rajul6 Juli 2023
BandungBergerak.id - Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) direncanakan masuk fase uji coba untuk umum pada 18 Agustus 2023. Calon penumpang di Bandung berharap ongkos kereta cepat lebih murah dan menjangkau semua kalangan, titik keberangkatan atau stasiun juga perlu diperbanyak.
Salah seorang warga Bandung yang bekerja di Jakarta, Dhea Amellia (24 tahun) mengaku cukup bangga bahwa proyek strategis nasional (PSN) yang sempat molor tersebut akhirnya bisa segera rampung sehingga masyarakat bisa segera merasakan manfaatnya. Namun ia masih pikir-pikir memakai kereta cepat sebagai moda transportasinya ke Jakarta.
“Kalau disuruh milih antara kereta cepat sama transportasi umum lain, harus bandingin dulu harganya gimana, worth it gak dari fasilitas yang ditawarkan,” ungkap Dhea, kepada BandungBergerak.id ketika dihubungi melalui telepon, Senin (26/6/2023).
Harga atau ongkos menjadi pertimbangan utama bagi Dhea dalam memilih transportasi umum. Jika ongkos kereta cepat lebih murah, mengapa tidak?
Menurutnya, kereta cepat akan berdampak positif bagi orang yang bermobilitas tinggi, karena waktunya lebih efisien dan efektif. Diketahui, sepur kilat hasil kerja sama Indonesia dan Cina ini mampu melaju 350 kilometer per jam. Artinya, Stasiun Halim hingga Stasiun Padalarang dapat ditempuh selama sekitar 36 menit.
Meski begitu, Dhea melihat dampak negatif keberadaan kereta cepat, yakni tidak semua orang bisa merasakan manfaat moda transportasi canggih ini. Karena itu Dhea sebenarnya lebih setuju jika pemerintah membangun moda transportasi yang bisa diakses oleh semua kalangan. Bisa saja dana untuk proyek kereta cepat dialihkan ke proyek lain yang bisa dirasakan manfaatnya oleh semua masyarakat.
Kini kereta cepat hampir rampung. Dhea mengaku tertarik akan mencoba kereta cepat ini. Walaupun ia merasakan sedikit keraguan dan takut, terutama karena beberapa jalur yang dilalui kereta lumayan tinggi. Ia khawatir dengan kekuatan pondasi bangunan yang dijadikan rel kereta.
Selain itu, warga Ujung Berung yang sering menggunakan kereta api ini ketika pulang dari Jakarta ke Bandung ini mengeluhkan jumlah titik keberangkatan dan penurunan penumpang antar stasiun yang masih terbatas. Untuk itu ia menyarankan agar kereta cepat ini bisa tersambung dengan kereta api lokal.
“Sarannya sih kalau bisa next-nya ada jalurnya bisa lanjut sampai stasiun Bandung, kalau pun gak bisa dimaksimalkan pakai KA Lokal,” ungkapnya.
Pelanggan transportasi umum lainnya, Tata Septiani (19 tahun) ,juga mengungkapkan kekagumannya pada proyek ambisius kereta cepat. Menurutnya, pengerjaan proyek ini begitu cepat. Ia mengatakan, awalnya kereta cepat akan dioperasikan pada 2024 mendatang namun dipercepat menjadi tahun 2023.
Sama dengan Dhea, soal ongkos menjadi pertimbangan utama. Ketika proyek ini selesai, masyarakat memiliki pilihan antara kereta api biasa atau kereta cepat. Meski waktu tempuh kereta cepat mencapai 36 menit ke stasiun Padalarang di Kabupaten Bandung Barat, kereta api biasa mungkin masih menjadi pertimbangan bagi masyarakat karena faktor harga yang relatif lebih murah dengan waktu tiba yang tepat waktu.
“Masyarakat bisa memilih antara kereta api dan juga KCJB, karena tidak jauh beda, hanya saja mungkin masyarakat memilih harga yang paling murah atau pas,” kata Tata.
Tata juga berpendapat, kereta cepat ini memang akan berdampak baik untuk kemajuan transportasi di Indonesia. Tapi mungkin tidak berdampak baik untuk pemerintah. Sebab, proyek ini harus mengeluarkan uang negara yang cukup banyak, di samping pinjaman uang dari investasi negara asing.
“Baik untuk transportasi tapi buruk untuk pemerintahan. Kalau saya pribadi inginnya pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemerintah bisa menyeimbangi dengan nantinya mobilitas masyarakat yang menggunakan KCJB. Kaya harga KCJB sekian, mobilitas masyarakat berapa persen, nantinya hasil dari KCJB untuk membayar sebagian utang pemerintah, inginnya seperti itu,” beber Tata yang tergabung di Komunitas Edan Sepur Bandung.
Tata juga mengungkapkan perihal kekhawatirannya mengenai sepur kilat ini yang begitu cepat jika dilihat dari tayangan uji cobanya. Meski demikian ia mengaku tertarik menjejal moda transportasi baru ini, lalu membandingkannya dengan kereta api.
Mengenai pelayanan kereta cepat yang baru sampai Stasiun Padalarang, menurutnya tidak masalah. Sepemantauannya, Stasiun Bandung sedang dalam pengerjaan untuk menunjang feeder kereta cepat dari Stasiun Padalarang ke Stasiun Bandung.
“Soal stasiun memang belum sampai ke kota Bandung. Akan tetapi Stasiun Bandung juga sedang dalam proyek untuk kereta cepat,” pendapatnya.
Baca Juga: Menanti Tanggung Jawab Pemulihan Lingkungan dan Warga Terdampak Megaproyek Kereta Cepat Jakarta Bandung
Warga Terdampak Kereta Cepat di Bandung Merespons KTT G20 di Bali
Walhi Jabar: Selamatkan Lingkungan dan Rakyat, bukan Proyek Kereta Cepat
Tidak Signifikan Menekan Angka Pengangguran
Salah satu dampak yang diharapkan pemerintah dari proyek kereta cepat adalah meningkatkan ekonomi khususnya menekan angka pengangguran. Namun harapan ini tampaknya tidak terealisasi secara signifikan.
February T A Ramadhan dalam jurnal ilmiah bertajuk “Analisis Dampak Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Barat” membeberkan, berdasarkan feasibility study dan Bappeda Provinsi Jawa Barat, February T A Ramadhan mencat KCJB dapat memberikan potensi penyerapan tenaga kerja sebanyak 39.000 orang selama 3 tahun masa konstruksi, 28.000 orang selama 25 tahun masa operasional, dan 20.000 orang selama 15 tahun masa konstruksi kawasan stasiun dan sekitarnya.
Berdasarkan hasil proyeksi, lanjut February secara agregat tingkat pengangguran di Provinsi Jawa Barat terus mengalami penurunan meski tanpa pembangunan KCJB. Namun, jika ditinjau secara lebih spesifik per kabupaten/kota, meskipun rendah, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bekasi menunjukkan trend angka pengangguran yang positif jika pembangunan KCJB tidak dilaksanakan.
Menurutnya, pembangunan KCJB memberikan dampak positif terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Jawa Barat. Dengan pembangunan KCJB, tingkat pengangguran di Provinsi Jawa Barat akan berkurang dengan selisih 1,10 persen di akhir masa proyeksi, jika dibandingkan dengan kondisi tanpa pembangunan KCJB. Dengan adanya pembangunan KCJB, kecenderungan tingkat pengangguran di Kabupaten Purwakarta berbalik arah dan terus berkurang hingga akhir masa proyeksi.
“Namun, pembangunan KCJB belum mampu membuat trend tingkat pengangguran positif di Kabupaten Bekasi berbalik. Hal ini disebabkan oleh peningkatan angkatan kerja di Kabupaten Bekasi yang lebih cepat dibandingkan laju penyerapan tenaga kerja,” tulis February, diakses Kamis (6/7/2023).
Pembangunan Transit Oriented Development (TOD) dapat menekan tingkat pengangguran di Provinsi Jawa Barat secara lebih baik lagi, dengan gap mencapai 1,45 persen di akhir masa proyeksi dibandingkan dengan kondisi tanpa pembangunan KCJB.
“Meski demikian, pembangunan KCJB dan implementasi TOD belum mampu membuat tingkat kemiskinan di Kabupaten Bekasi berkurang di akhir masa proyeksi. Hingga tahun 2035 (penyelesaian konstruksi kawasan TOD), tingkat pengangguran mampu ditekan hingga berkurang, tetapi saat tenaga kerja konstruksi TOD telah menyelesaikan tugasnya, laju pertumbuhan angkatan kerja akan kembali melebihi laju penyerapan tenaga kerja, yang menyebabkan tingkat pengangguran kembali meningkat,” lanjut February.
Oleh karena itu, menurut February lapangan pekerjaan di Kabupaten Bekasi, selain dari pembangunan KCJB, masih perlu diciptakan untuk meningkatkan laju penyerapan tenaga kerja, sehingga tingkat pengangguran di Kabupaten Bekasi akan terus berkurang di masa mendatang.
February menyimpulkan, secara umum pembangunan KCJB mampu mengurangi tingkat pengangguran Provinsi Jawa Barat secara umum, dan Kabupaten/Kota di sekitar trase KCJB. Tingkat pengangguran akan semakin berkurang jika KCJB dilengkapi dengan implementasi TOD. Penciptaan lapangan kerja yang lebih intensif perlu dilakukan di Kabupaten Karawang dan Bekasi, mengingat pembangunan KCJB masih belum mampu mengurangi tingkat pengangguran secara signifikan di kedua Kabupaten tersebut, terutama Kabupaten Bekasi.
Diketahui, satu rangkaian Kereta Cepat Jakarta Bandung terdiri dari 8 cars atau gerbong yang dapat menampung 601 penumpang terbagi dalam beberapa kelas di antaranya 18 penumpang kelas VIP Class, 28 penumpang First Class, dan 555 penumpang Second Class.
Kereta setinggi 4,05 meter dengan panjang 208,95 meter ini memiliki kecepatan operasi maksimum hingga 350 kilometer per jam. Dalam pelaksanaan operasional hariannya, KCJB akan didukung dengan 11 rangkaian kereta dengan 6 rangkaian beroperasi, 4 rangkaian standby, dan 1 rangkaian maintenance. Berdasarkan Bappeda Provinsi Jawa Barat, akan ada 68 perjalanan per harinya yang dapat menampung 31.125 penumpang per hari.
Kereta Cepat Jakarta Bandung dalam jangka panjang merupakan bagian dari Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, menghubungkan Kota Jakarta dan Bandung. KCJB akan melintasi delapan kabupaten dan kota yakni Kota Jakarta, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Padalarang, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung.
Adapun total panjang jalur utama KCJB adalah 142,3 km, terdiri dari beberapa tipe struktur di antaranya 16,82 km terowongan (11,82 persen), 23,58 km embankment (16,57 persen), 19,2 km cutting (13,49 persen), dan 82,7 km struktur layang (58,12 persen). Lebih lanjut, 7 (tujuh) stasiun akan dibangun sepanjang jalur tersebut yang terletak di Gambir, Manggarai, Halim, Cikarang, Karawang, Walini, Bandung Selatan, dan Tegalluar. Namun, dalam Tahap 1, terdapat 4 (empat) stasiun yang akan dibangun yaitu Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar.