PROFIL KOMUNITAS PENDAKI GUNUNG BANDUNG (KPGB): Mendaki Gunung, Melestarikan Alam, dan Mencatatnya
KPGB bukan saja tentang pendakian gunung, tapi juga pelestarian alam. Sudah membuat logbook 50 gunung di Bandung Raya, sedang menggugah minat para pendaki muda.
Penulis Awla Rajul30 Juli 2023
BandungBergerak.id - Awal Juli 2023 menjadi penanda penting bagi Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB). Gunung Gedugan di Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat yang mereka daki menjadi gunung ke-50 dalam logbook gunung-gunung Bandung Raya. Logbook ini merupakan hasil kerja kolaborasi penulisan antara KPGB dengan BandungBergerak.id sejak September 2021 lalu.
Tidak kurang dari 25 orang turut mendaki Gunung Gedugan. Sebagian besar adalah peserta yang kerap mengikuti trip yang diselenggarakan Geowana Ecotourism, penyedia jasa tur alam yang digawangi para anggota KPGB. Usia peserta beragam, di kisaran 30 tahun ke atas, dan didominasi oleh perempuan.
Pendakian ke Gunung Gedugan dimulai dari Wisata Pinus Kidang Pananjung. Perjalanan mencapai puncak di ketinggian 1.302 meter di atas permukaan laut ditempuh selama sekitar satu jam 30 menit hingga dua jam. Di puncak gunung ini, terdapat dua makam yang dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai makam Raja dan Ratu Kerajaan Panggung.
Gan Gan Jatnika (47), anggota KPGB, menjelaskan bahwa tujuan pembuatan logbook gunung-gunung Bandung Raya bukan hanya mendaki gunung, tetapi juga menghasilkan karya tulisan. Kegiatan ini sejak awal menyasar anak-anak muda. Namun seiring berjalannya waktu, malah banyak anak-anak muda yang mundur.
“Ya udah kegiatannya disebut aja Logbook Gunung Bandung, maksudnya mah biar lebih gaul. Tapi tetap aja yang daftar 30 tahunan ke atas,” ungkap Gan Gan sambil tertawa kepada BandungBergerak.id usai pendakian Gunung Gedugan, Sabtu (1/7/2023) lalu.
Mulanya, tak terbayang pembuatan logbook ini bakal memuat hingga 50 gunung. Penentuannya bukan sembarang pilih. Yang diutamakan adalah gunung-gunung yang memiliki punya daya tarik, bisa membantu ekonomi masyarakat sekitar, dan mempunyai potensi wisata. Meski begitu, penulisan juga mengangkat gunung yang relatif sudah tidak menarik lagi untuk didaki, hutannya gundul, dan bahkan rawan bencana. Sisi edukasi yang diprioritaskan.
“Contoh Gunung Kerenceng, ditulis soal potensi bencana sesar. Itu nulis gunung dan mengingatkan ada potensi bencana gempa bumi dan segala macamnya,” kata Gan Gan.
Ada juga gunung-gunung di Bandung Raya yang sengaja tidak dituliskan dalam kerja pembuatan logbook ini. Ada kekhawatiran, publikasi justru akan bedampak negatif terhadap lingkungan gunung tersebut. Banjir pengunjung berpotensi merusak ekosistem yang masih alami dan terjaga.
Sudah menceritakan 50 gunung, kerja pembuatan logbook oleh KPGB tidak lantas berhenti. Pendakian dan pencatatan terus dilakukan. Demikian juga rencana menerbitkan sebuah buku bersama BandungBergerak.id.
Inklusif dan Berkomitmen Melestarikan Alam
Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB) dibentuk pada 4 Januari 2014. Penanggalan ini merujuk pada peluncuran akun grup KPGB di media sosial Facebook. Komunitas ini merupakan wadah komunikasi dan informasi berkumpulnya orang-orang yang hobi dan cinta pada aktivitas pendakian gunung.
KPGB memandang gunung sebagai salah satu media belajar. Dari setiap pendakian gunung, diharapkan ada pelajaran dan makna yang didapatkan, lantas menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Gunung dipandang bisa mendekatkan pengabdian diri kepada Tuhan, mendekatkan dan saling menyayangi sesama manusia dan makhluk lainnya, serta menjaga dan merawat alam agar tetap lestari.
Ketua KPGB Akbar Al-Ghifari (22) menyampaikan, beberapa fokus dari komunitas ini adalah pelestarian gunung, pengenalan budaya dan lingkungan di sekitar gunung, serta promosi gunung-gunung yang ada di Bandung Raya. Dalam setiap kerjanya, KPGB memegang komitmen terhadap pelestarian alam.
Ghifari tidak memungkiri bahwa ledakan tren pendakian gunung membawa dampak negatif bagi gunung itu sendiri. Salah satunya, tumpukan sampah. Lebih parah lagi adalah para pendaki yang nekat mengunjugi cagar alam yang mestinya steril karena memikul peran sebagai kawasan vital pelestarian alam.
Berganung dalam komuntas besar Sadar Kawasan, KPGB turut memberikan edukasi terkait kawasan-kawasan mana yang bisa didaki dan dikunjungi. Penting sekali bagi para pendaki gunung untuk mengetahui batasan-batasan wilayah. Mereka tidak boleh asal naik gunung.
“Alam juga perlu hidup tanpa campur tangan manusia, alami. Kalau dijamah manusia, mau tidak mau, apalagi mendaki, akan mengganggu kehidupan alam. Apalagi di cagar alam, kawasan vital pelestarian alam,” tutur Ghifari di Wisata Pinus Kidang Pananjung, usai pendakian Gunung Gedugan.
Diakui Ghifari, edukasi lingkungan merupakan kerja yang sulit, namun harus dilakukan. Kegiatan pembuatan logbook adalah salah satu upayanya. Ia jadi semacam panduan untuk mendaki gunung-gunung di Bandung Raya yang memang bisa dikunjungi.
Anggota KPGB terdiri dari mereka yang ber-KTA (Kartu Tanda Anggota) dan yang tidak ber-KTA. Berdasarkan pendataan yang dilakukan pada 2020 lalu, tercatat sekitar 250 orang anggota yang ber-KTA. Namun jika dilihat dari keanggotaan grup Facebook yang menjadi dasar pembentukan dan pertumbuhan komunitas sejak awal, jumlahnya ribuan.
Hampir semua pendakian yang digelar KPGB bisa diikuti oleh semua orang. Komunitas ini sangat inklusif. Penerbitan KTA terutama dimaksudkan untuk mengantisipasi kondisi darurat saat kondisi bahaya atau kecelakaan dalam sebuah pendakian.
“Gabung KPGB juga gak ada syarat tertentu. Jadi (penerbitan KTA) bukan membedakan, silakan saja yang ber-KTA atau enggak, kita tidak menutup diri, kita membuka,” ungkap Ghifari yang menjabat sebagai ketua sejak 2020.
Dijelaskan Ghifari, salah satu alasan pembentukan KPGB adalah keprihatinan atas banyaknya kejadian pendaki pemula yang tersesat, menderita kecelakaan, atau tidak tahu prosedur pertolongan. Itulah juga mengapa salah satu kegiatan terpenting komunitas ini, selain naik gunung secara rutin, adalah pelatihan dan pembekalan pengetahuan tentang gunung.
Banyak kegiatan dilakukan KPGB. Dua di antaranya yang rutin adalah Gladisa dan Mapay 12 Gunung Bandung. Kegiatan Gladisa terbuka untuk umum, baik pelatihannya maupun praktiknya. Salah satu materinya adalah keterampilan bertahan hidup. Sementara itu, Mapay 12 Gunung Bandung adalah kegiatan eksklusif bagi anggota KPGB, berupa pendakian sebulan sekali dalam jangka satu tahun.
“Sebelumnya (pendakian) diisi dengan materi kelas, lalu praktik dilakukan di gunung langsung. Setelah ikutan kegiatan ini, (anggota) akan diberikan syal. Ada syarat tertentu, seperti umur, kesehatan, bagi yang mau ikutan Mapay,” ungkap Ghifari yang bertugas mengawal peserta saat pendakian di Gunung Gedugan awal Juli 2023 lalu itu.
Dalam setiap kegiatannya, KPGB berkomunikasi dengan perangkat desa, menghampiri rumah ibadah terdekat, dan melakukan donasi bahkan pengajian. Setiap tahunnya, komunitas ini secara rutin berbagi takjil, berdonasi untuk panti asuhan, dan melakukan donor darah. KPGB juga tergabung dalam relawan kebencanaan. Terkini, mereka bergabung dengan kawan-kawan kolektif untuk menanggapi bencana gempa di Cianjur.
“Nah alhamdulillah-nya kadang kita tuh punya massa yang kalau kegiatan keliatannya sedikit, tapi ketika kita buka donasi, baru dua hari udah dua juta (rupiah). Alhamdulillah (jiwa) sosialnya kuat,” ucap Ghifari sambil tersenyum.
Fokus Gunung Bandung dan Kesulitan Kaderisasi
Sesuai namanya, KPGB memfokuskan diri pada gunung-gunung di Bandung. “Moal aya Bandung lamun eweuh gunung”, begitu kata pepatah yang menggarisbawahi pentingnya keberadaan dan peran gunung di kawasan Bandung Raya, terutama di Kota Bandung. Gunung menjadi lokasi jejak leluhur, sejarah, maupun budaya Sunda. Itulah kenapa di setiap pendakian gunung, KPGB juga menggali cerita-cerita lokal, mulai dari toponimi, sejarah, budaya, hingga mitos-mitos.
Gunung-gunung di kawasan Bandung Raya yang relatif tidak terlalu tinggi, tepat dijadikan wahana latihan pendaki pemula sebelum melakukan pendakian ke gunung-gunung yang tinggi. Meski pendek, treknya tidak bisa dianggap mudah sebab memiliki ciri vegetasi yang rapat.
“Jadi kita latihan, Kalau tebiasa dengan gunung Bandung, insyaallah di gunung Jawa pun aman,” ucap Akbar Al-Ghifari.
Pilihan untuk fokus hanya pada gunung-gunung Bandung ini bukannya tanpa risiko. Pendakian-pendakian KPGB belakangan relatif sepi peminat. Komunitas ini juga kesulitan melakukan regenerasi, meski kegiatan-kegiatannya sengaja dirumuskan menyasar anak-anak muda.
Menurut Ghifari, anak-anak muda masa kini lebih senang mendaki gunung yang Instragramable dan yang tinggi puncaknya. Ada juga kecenderungan para pendaki tidak menetap di satu komunitas.
“Sedangkan di KPGB, kita betul-betul terfokus dengan gunung-gunung di Bandung Raya,” katanya.
Gan Gan Jatnika mengamini persoalan regenerasi di KPGB. Dalam kegiatan pembuatan logbook, misalnya, jumlah anak muda yang mau menulis terus berkurang. Menulis ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Padahal, kegiatan ini penting untuk mendokumentasikan secara relatif lengkap cerita, sejarah, tokoh, dan potensi di tiap-tiap gunung di Bandung Raya.
“Gak ada rasa pengin memperdalam pengetahuan gunung,” tuturnya. “Jadi penikmat aja.”
Setelah 50 gunung terdokumentasikan, KPGB akan melanjutkan kerja pembuatan logbook, meski dengan gaya bercerita yang berbeda. Lebih banyak anak muda diharapkan bisa terlibat. Mereka inilah yang di kemudian hari bisa diandalkan untuk menulis secara populer informasi-informasi geologi maupun persoalan alam di Bandung Raya.
Gan Gan Jatnika bercita-cita menjadi jembatan dan penyambung antara generasi muda dan generasi senior penulis populer Geologi. Ia yang berada di tengah-tengah bisa mendorong anak-anak muda untuk mengambil ilmu dari para senior.
“Jadi nanti ada generasi muda, gak terlalu banyaklah, 10 sampai 20 orang, yang siap meneruskan Pak Bahctiar, Pak Oki. Nah saya itu penyambungnya. Bukan saya yang munculnya, karena saya kenal dengan generasi muda saya juga kenal dengan generasi tua,” tuturnya.
Baca Juga: PROFIL KOMUNITAS SOLGEN BANDUNG: Menolak Batu Bara, Mengkampanyekan Solar Panel
PROFIL KOMUNITAS CELAH CELAH LANGIT: Menyuarakan Kritik lewat Teater
PROFIL PIK POTADS JABAR: Sistem Pendukung dan Wadah Berbagi untuk Orang Tua dengan Anak Sindrom Down
Menyalurkan Hobi, Mendapatkan Jodoh
Ada sejuta cerita lahir dari para anggota KPGB. Selain menjadi wadah untuk menyalurkan hobi, komunitas juga bisa menjadi tempat pertemuan dengan sang pujaan hati. Itulah yang dialami Mega Bela Rizki (30), anggota KPGB yang bergabung pada tahun 2016. Di pendakian ke-50 di Gunung Gedugan, Mega bersama suaminya membawa putra mereka yang baru berumur tiga tahun.
“Suami di KPGB, cinlok. Banyak banget yang di KPGB cinlok. Ini komunitas jadinya ibadah untuk menyatukan dua hati,” ungkap Ega, panggilan akrabnya, sambil tertawa.
Ega dan sang suami berkomitmen mengenalkan sang anak kepada gunung dan alam sedini mungkin. Gunung Gedugan menjadi gunung pertama yang didaki sang anak. Sebelumnya, mereka sering mengajak sang anak berkemah.
“Mau ajak trekking kalau udah bener-bener suka lari. Makanya sekarang cobain. Ternyata masih bilang ‘mama capek’,” ujar Ega.
Ega bergabung dalam KPGB karena dia ingin naik gunung tapi tidak memiliki teman. Bersama saudaranya, dia kemudian mendatangi basecamp KPGB di Babakan Jeruk dan bergabung. Tak lama setelah dia bergabung, diselenggarakanlah kegiatan Mapay 12 Gunung Bandung.
“Ah daripada gak ada kegiatan tiap malam minggu, ya udah ikutan. Gunung satu, dua, tiga, sampai 12, beres. Ini ada syalnya dibawa,” katanya.
Hampir di setiap Sabtu malam, Ega bersama para anggota KPGB lain berangkat ke gunung. Pada tengah pekan sebelumnya, dilakukan persiapan dan perencanaan karena setiap gunung yang dinaiki ada materinya tersendiri. Gunung Patuha menjadi yang paling bagus dan berkesan bagi Ega.
“Yang bikin berkesan ketika kita turun ke Kawah Saat. Di situ, mau bikin video aja gak bisa ngomong karena beneran spot-nya yang indah banget dan gak ada sampah. Ada edelweiss juga,” kenang Ega.
Tentang keterampilan bertahan hidup, Ega tidak bisa melupakan pendakian di Leuweung Tiis di Jayagiri. Para anggota KPGB tidak mendirikan tenda, tapi membuat bivak alami.
“Merasa enak kalau di gunung. Tiis ceuli herang panon, di gunung tu gitu,” katanya.
Seperti semua anggota KPGB, Ega berharap gunung-gunung di kawasan Bandung Raya tetap lestari. Semakin banyak orang menyadari peran penting gunung bagi bumi. Dia juga berharap agar kegiatan logbook gunung-gunung Bandung terus berlanjut, tidak berhenti di gunung ke-50.
“Komunitas gak ada kegiatan, ya udah diem aja, malah nanti jadi kubu-kubuan. Lebih enak di satu komunitas kita gabung biar kebersamaannya tetap terjaga,” tutur Ega. “Kan slogannya ‘Bersama Berbagi Bersinergi’.”