• Narasi
  • Tradisi Lisan di Curug Sawer Cililin, dari Nyuprih Kakasih hingga Cerita Mistis

Tradisi Lisan di Curug Sawer Cililin, dari Nyuprih Kakasih hingga Cerita Mistis

Tradisi lisan yang berkembang di seputar Curug Sawer di Cililin Kabupaten Bandung Barat mengandung pesan implisit untuk menjaga kelestarian alam di sana.

Muhammad Firyal Dzikri

Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran (Unpad)

Tangkapan layar lokasi Curug Sawer di laman aplikasi pembacaan peta Google Maps. (Foto: Google Maps)

7 Agustus 2023


BandungBegerak.id – Curug Sawer merupakan wisata alam yang cukup populer di Cililin, Kabupaten Bandung Barat. Lokasinya berdekatan dengan SMA Negeri 1 Cililin dan bangunan radio peninggalan Belanda membuatnya sering kali dikunjungi masyarakat. Memiliki luas sebesar 8 hektar, Curug Sawer menyajikan panorama deretan hutan pinus dan air terjun yang indah, sehingga memberikan kesan asri dan sejuk. Sebetulnya Curug Sawer merupakan satu dari enam curug atau air terjun lain di sana, seperti Curug Orok, Curug Biru, Curug Gantar, Curug Cililin, serta dua curug lainya. Namun yang populer dikenal yaitu Curug Sawer.

Popularitas dan dibalik eksotika alam yang ditawarkan di Curug Sawer, ternyata menyimpan berbagai tradisi lisan yang berkembang terkait tempat tersebut, mulai dari mitos tentang jodoh hingga cerita mistis yang melingkupinya. Semuanya merupakan bagian integral dalam kehidupan masyarakat Cililin yang diwariskan secara turun-temurun. Mengutip Alan Dundes dalam Meaning of Folklore, tradisi lisan merupakan cerminan dari kebudayaan yang hidup di tengah masyarakat pendukungnya.

Cerminan budaya yang dimiliki oleh tradisi lisan, kemudian ditetapkan sebagai salah satu objek kebudayaan Indonesia di dalam UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Masuknya tradisi lisan di dalam objek pemajuan kebudayaan, menegaskan bahwa tradisi lisan harus dijaga, dikembangkan, sekaligus dimanfaatkan sebagai bagian dari kekayaan budaya nasional, tak terkecuali tradisi lisan yang berkembang di Curug Sawer Cililin yang akan diulas berikut ini.

Baca Juga: Merawat Tradisi Ngadulag, Mengokohkan Harmoni Islam dan Kearifan Lokal
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #31: Gunung Gegerpulus Cililin dan Sejarah Telekomunikasi Zaman Hindia Belanda
Pelesir Beracun ke Situs Geologi Curug Jompong

Ritual Mendapatkan Jodoh di Curug Sawer

Salah satu tradisi lisan yang sangat populer mengenai Curug Sawer yaitu adanya cerita bahwa mandi di Curug Sawer dipercaya akan mendatangkan jodoh. Hal tersebut dituturkan oleh Uu Subardah (82) – sesepuh Curug Sawer kepada Inilah Koran, ia menuturkan bahwa dulu para pemuda-pemudi sering kali mandi di Curug Sawer. Tujuannya, selain untuk mendapatkan jodoh, juga untuk membersihkan diri dari segala unsur negatif yang melekat di dalam tubuh.

Dalam penuturannya, setelah beres melakukan ritual mandi, biasanya mereka pulang ke rumah masing-masing dan melakukan syukuran dengan membuat nasi tumpeng. Hal tersebut dilakukan untuk “memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar diberikan rezeki jodoh yang sejati,” pungkasnya.

Kepercayaan bahwa mandi di Curug Sawer akan mendatangkan jodoh, barangkali tak lepas juga dari adanya versi cerita lain mengenai Curug Sawer yang pernah dijadikan sebagai tempat pernikahan. Dalam artikel yang dimuat oleh Native Indonesia, konon pernah ada sesepuh bernama Mbah Rangkung yang menikahkan anaknya di curug tersebut menggunakan tradisi Sunda. Dalam tradisi tersebut, terdapat suatu ritual yang disebut dengan nyawer. Tak ayal, tempat tersebut kemudian dikenal dengan nama Curug Sawer.

Tradisi nyawer sebetulnya sangat familiar dalam tradisi pernikahan Sunda. Kegiatan nyawer sendiri dilakukan dengan melemparkan koin, uang, ataupun beras sebagai simbolisasi berbagi rezeki kepada tamu undangan. Pien Supinah dalam tulisannya berjudul Sawer: Komunikasi Simbolik pada Adat Tradisi Suku Sunda dalam Upacara Setelah Perkawinan, menuturkan bahwa tradisi nyawer mengandung seperangkat nasihat orang tua kepada anaknya yang telah menikah agar menjalankan bahtera rumah tangga sebaik mungkin. Makna yang terkandung dalam tradisi nyawer menegaskan supaya pernikahan tersebut dapat bertahan langgeng.

Jika menilik dua tradisi lisan di atas, kita akan mendapati dua cerita yang memiliki makna saling berkaitan. Pernikahan yang dihelat oleh Mbah Rangkung di Curug Sawer, menyimbolkan makna penting dari percintaan melalui tradisi nyawer supaya pernikahan dapat bertahan awet. Tradisi nyawer tersebut memiliki signifikansi dengan adanya kepercayaan apabila mandi di Curug Sawer akan mendatangkan jodoh atau membuat hubungan pernikahan tetap langgeng. Tak jarang, di Curug Sawer sering kali dijadikan sebagai lokasi prewedding, di samping keindahan alamnya, mungkinkah hal tersebut berkaitan dengan tradisi lisan yang berkembang di masyarakat Cililin?

Cerita tentang Sosok Ikan Misterius

Selain menyimpan cerita tentang percintaan, Curug Sawer juga berkembang cerita mistis lain yang menceritakan adanya seekor ikan besar berwujud aneh. Cerita tersebut turut berkembang, tak lepas, karena ketika itu Curug Sawer sering dipakai mandi oleh para perempuan. Menurut penuturan Iim Mahfudin, pengelola Wisata Curug Sawer, dikutip dari Cakrawala Media, suatu ketika ada seorang perempuan yang tengah hamil dan mandi di curug tersebut.

Ketika tengah mandi, secara tiba-tiba perempuan tersebut hendak melahirkan. Namun, ketika itu keadaan di sana tak ada satupun orang yang dapat menolongnya. Sambil merintih menahan sakit, perempuan tersebut tetap berharap mendapatkan pertolongan. Di tengah rintihannya tersebut, ia melihat sesosok ikan besar namun berwujud tidak normal. Ikan tersebut pada bagian bawahnya menyerupai ikan, sedangkan tubuh bagian atasnya menyerupai manusia.

Meskipun dilanda ketakutan dan keheranan, ternyata sosok aneh itu malah membantu persalinan perempuan tersebut. Selain membantu persalinan, menurut penuturan Iim, ikan tersebut bahkan “membantu perempuan tersebut pulang ke rumahnya yang hanya memakan waktu sangat sebentar,” ungkapnya.

Bagi sebagian masyarakat Cililin, peristiwa tersebut tidak terjadi di Curug Sawer, melainkan di Curug Orok–Orok dalam bahasa Sunda berarti bayi. Namun, perubahan nama menjadi Curug Sawer tak ada keterangan pasti.

Tradisi Lisan dan Transformasi Pariwisata Curug Sawer, Mungkinkah?

Berbagai tradisi lisan yang hidup dan berkembang di kawasan Curug Sawer sebetulnya dapat digunakan sebagai daya tarik untuk wisatawan. Cerita-cerita tentang mendapatkan jodoh atau pasangan pernikahan menjadi langgeng, dapat menjadi nilai tambah agar wisatawan tertarik untuk mengunjungi Curug Sawer. Selain menarik minat wisatawan, cerita lisan tersebut dapat terus hidup dan menjadi hal esensial dalam memori kolektif masyarakat Cililin.

Namun, di samping memperkenalkan sekaligus menjadikan tradisi lisan sebagai salah satu media promosi, hal yang tak kalah pentingnya yaitu mengelola dan memperbaiki fasilitas yang ada di Curug Sawer. Selain kondisi beberapa fasilitas yang kurang baik karena ditelantarkan, seperti air yang kecil, hingga akses jalan yang tak terlalu bagus, membuat popularitas Curug Sawer sudah tak menjadi primadona wisata Cililin lagi seperti di dekade 2000an.

Upaya dalam menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam tradisi lisan Curug Sawer, sebagai bagian dari objek pemajuan kebudayaan, setidaknya dapat menjadi media refleksi bagi setiap pihak untuk menjaga kelestarian dan kebersihan alam Curug Sawer. Tampaknya pesan implisit yang terkandung dalam tradisi lisan tersebut, bahwa Curug Sawer sering dijadikan sebagai tempat pemandian, mengindikasikan kondisi air yang segar menjadi mata air utama masyarakat Cililin.

Sebagai penutup, apakah kondisi tersebut dapat kembali seperti sedia kala, jika menilik kembali pesan implisit dari tradisi lisan tersebut? Terlebih jika pesan implisit dari tradisi lisan dapat dihayati, mungkinkah digunakan untuk menarik minat wisatawan datang berkunjung ke Curug Sawer Cililin?

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//