Mengurangi Dampak Polusi Udara secara Mandiri
Polusi udara meningkatkan kasus penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Penulis Iman Herdiana4 September 2023
BandungBergerak.id - Polusi udara menjadi pemicu meningkatnya kasus infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa polusi udara menjadi salah satu penyebab pada enam penyakit gangguan pernapasan di Indonesia, seperti infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), pneumonia (infeksi paru), asma, tuberkulosis, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), dan kanker paru.
Hal itu disampaikan Menkes dalam rapat terbatas yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo, Senin (28/8/2023) lalu. Di tengah polusi udara Jabodetabek yang memburuk, Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) Irandi Putra Pratomo mengimbau masyarakat untuk tetap menjalankan protokol kesehatan. Selain itu, memeriksa kualitas udara secara rutin dan mengurangi aktivitas di luar ruangan saat polusi udara tinggi juga perlu dilakukan.
“Kita dapat melakukan pencegahan mulai dari diri sendiri, seperti mencari informasi terkait kualitas udara ketika ingin berkegiatan di luar ruangan dan informasi ini bisa didapatkan melalui aplikasi untuk melihat air quality index. Selain itu, kita juga bisa mendapatkan data ini dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG),” ujar Irandi Putra Pratomo yang juga Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Rumah Sakit UI (RSUI), dikutip dari laman Universitas Indonesia, Senin (4/9/2023). https://www.ui.ac.id/hadapi-polusi-udara-berikut-anjuran-dr-irandi-putra-pratomo-guna-minimalkan-risiko/
Pencegahan tersebut berlaku tidak hanya diperuntukkan untuk aktivitas harian, seperti pergi sekolah dan bekerja, tetapi juga untuk para penggemar olahraga, terutama olahraga outdoor. Kalau pun tidak terhindarkan, mereka disarankan untuk menggunakan masker dengan standar yang bisa mengurangi hirupan partikel kecil berbahaya yang tidak seharusnya masuk ke dalam tubuh dengan kadar tinggi, seperti KN95 ataupun KF94.
Bila dimungkinkan, Irandi juga mengatakan untuk saat ini sebaiknya bekerja secara remote atau yang dikenal dengan work from home namun juga dengan memperhatikan kualitas udara di dalam ruangan. Harus ada ventilasi sehingga dapat mengalirkan udara dari luar ke dalam ruangan dan sebaliknya.
“Salah satu cara yang ada dalam rekomendasi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) adalah pemasangan air purifier, walaupun secara keilmuan masih kontroversi manfaatnya tapi sekali lagi dalam upaya ikhtiar seperti ini bisa dilakukan,” katanya.
Lebih lanjut ia menyarankan, bagi seseorang yang memiliki risiko lebih tinggi terhadap dampak polusi udara, seperti seseorang yang mempunyai riwayat penyakit paru, maka dianjurkan untuk melakukan kontrol ke dokter. Hal ini dilakukan guna mengurangi efek buruk yang ditimbulkan akibat polusi udara dan mendapatkan rekomendasi tambahan obat agar tetap dapat beraktivitas dengan baik.
Selain itu, masyarakat juga harus menghindari sejumlah kebiasaan buruk yang mengganggu pernapasan dan mengganggu udara lingkungan, seperti kebiasaan merokok, baik tembakau maupun elektronik. Hal ini harus dikondisikan untuk tidak menambahkan kualitas udara dan kesehatan pernapasan semakin memburuk.
Selanjutnya, yang juga perlu diperhatikan dan belum lama ini juga cukup banyak dibicarakan oleh masyarakat adalah kebiasaan membakar sampah. Kebiasaan ini dapat menghasilkan racun yang lebih banyak ke udara dan sangat berbahaya bagi kesehatan.
Hal lain yang bisa dilakukan secara mandiri adalah memastikan hidrasi tubuh cukup. Menjaga jumlah cairan yang cukup dapat mencegah terjadinya radang dan membantu menyegarkan tubuh di saat suhu udara meningkat karena pengaruh polusi.
“Jadi, biasanya untuk kondisi radang itu akan menimbulkan panas tubuh, sehingga kita cenderung dehidrasi dan memerlukan minum yang cukup,” kata Irandi.
Baca Juga: Kualitas Udara Kota Bandung Diperburuk Tingginya Volume Kendaraan Pribadi dan Pembakaran Sampah?
Mengukur Racun di Udara Kota Bandung
Data Partikel Polusi Debu di Jalan Kota Bandung 2018-2020
Olahraga di Tengah Kualitas Udara Buruk Bisa Berbahaya
Warga juga diperingatkan untuk waspada polusi udara ketika hendak melakukan olahraga pagi dengan asumsi udaranya lebih segar. Berdasarkan pengamatan terbaru di Jakarta dan sekitarnya, kualitas udara pagi justru lebih buruk dibanding sore hari.
Menurut Dosen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Pasundan Lili Mulyatna, hal itu mengakibatkan risiko potensial bagi mereka yang berolahraga di waktu pagi. Ia menilai, buruknya kualitas udara pagi dipicu oleh stabilitas udara yang tinggi.
Saat stabilitas udara meningkat, pencemaran udara yang masih tersisa di atmosfer tidak dapat tersebar dengan baik. Sehingga partikel-partikel berbahaya dan gas-gas pencemar tetap tertinggal di lapisan udara yang lebih rendah.
Ketika sinar matahari belum cukup kuat untuk mengangkat partikel-partikel berbahaya, kualitas udara di permukaan cenderung tidak sehat.
“Saat pagi, panas dari bawah belum bisa mendorong partikel dan gas pencemar ke lapisan udara yang lebih tinggi. Ini menyebabkan partikel berbahaya tertahan di area atau tempat orang-orang beraktivitas, termasuk berolahraga,” jelas Lili Mulyatna, dikutip dari laman Unpas, Bandung. https://www.unpas.ac.id/dosen-teknik-lingkungan-unpas-olahraga-di-tengah-kualitas-udara-buruk-bisa-berbahaya/
Selain itu, di pagi hari, pencemaran udara akan terperangkap dalam uap air. Jika partikel berbahaya bergerak bersama uap air, dampak buruknya akan lebih terasa, ditambah kualitas udara yang buruk.
“Masyarakat yang ingin berolahraga di pagi hari, sebaiknya mempertimbangkan kualitas udara terlebih dahulu. Pemantauan kualitas udara dan indeks polusi sebelum berolahraga sangat penting. Lebih baik olahraga di sore hari, di antara pukul 3 sore sampai 8 malam. Kualitas udaranya lebih baik, karena partikel berbahaya sudah terlepas,”
Merujuk pada laman pemantauan kualitas udara IQAir, kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya menunjukkan kondisi yang tidak sehat, yakni lebih dari 150. Setidaknya pada pukul 08.00, indeks kualitas udara di Jakarta mencapai 168 dengan konsentrasi partikel sangat halus PM 2,5 sebesar 89 mikrogram per meter kubik. Adapun ambang batas aman dari konsentrasi PM 2,5 yang disarankan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maksimal 15 mikrogram per meter kubik.
“Untuk itu, sebelum melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga di luar ruangan, masyarakat sebaiknya memantau kondisi kualitas udara di lingkungan sekitar. Jangan sampai manfaat kesehatan yang seharusnya bisa didapatkan dari berolahraga justru bisa berdampak buruk karena paparan polusi udara,” tandasnya.