• Narasi
  • Modifikasi Jenis Wajit, Melejit Menjadi Identitas Cililin

Modifikasi Jenis Wajit, Melejit Menjadi Identitas Cililin

Cililin di Kabupaten Bandung Barat sohor sebagai Kota Wajit karena beragam usaha wajit dengan berbagai modifikasinya.

Muhammad Firyal Dzikri

Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran (Unpad)

Produk WAJIT ASLI SITI ROMLAH, Jalan Raya Radio No 1, Desa Cililin, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (19/07/22). (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/Mahasiswa UIN SGD Bandung)

16 September 2023


BandungBergerak.id – Pada dekade 1920 ada sebuah makanan lezat yang memikat selera. Makanan yang sebelumnya hanya dikenal di daerah Cililin ini, lambat laun mulai berubah menjadi makanan yang populer. Kelak makanan ini bernama “wajit”.

Awalnya hanya diproduksi dan dikonsumsi secara terbatas, tapi perlahan makin meluas. Usaha dan inovasi di dekade berikutnya memberikan arah baru bagi perkembangan wajit Cililin, bahkan namanya menjadi beken di masa kini dan banyak digemari. Dari sebuah makanan berubah menjadi kebanggaan Cililin, pun merepresentasikan identitas Cililin itu sendiri.

Irah Melanjutkan “Trah”

Sekitar tahun 1926, Irah, yang saat itu masih berusia 10 tahun, diajarkan oleh ibunya, Juwita, untuk membuat olahan makanan yang berbahan dasar beras ketan, lengkap dengan resep rahasia. Bukan tanpa alasan mengapa Juwita mewariskan pengetahuannya, selain sebagai makanan yang mulai digemari di Cililin pada masa itu, makanan yang kelak bernama wajit ini memiliki cita rasa yang gurih nan lezat, juga karena keinginan untuk mengembangkan usaha wajit ini sebagai usaha keluarga.

Sebagai pemegang trah usaha milik ibunya, Irah telaten belajar dan membuat terobosan baru seputar wajit. Sepuluh tahun berselang, ia menjualnya secara keliling sehingga mendorong pemasarannya semakin luas, mencakup wilayah Cililin. Semakin dikenal karena kelezatannya, penjualannya pun terus meningkat. Bahkan Irah berhasil melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci tahun 1950 berkat usaha wajitnya.

Sepulang dari Tanah Suci tahun 1951, Irah mengganti namanya menjadi Hj. Siti Romlah dan kembali mengembangkan usahanya, sebab selama ia pergi usaha wajitnya sempat tak berjalan. Berhasil membangkitkan kembali usahanya, Hj. Siti Romlah lalu membuat merknya sendiri dengan nama “Wajit Asli Cap ‘Potret Hj. Siti Romlah’” sebagai identitas usahanya. Dari sanalah usaha wajit ini kian berkembang.

Setelah ±40 tahun memimpin trah usaha wajit ini, sekitar tahun 1970an Hj. Siti Romlah mewariskan usaha ini kepada putranya, H. Ramli sebagai generasi ketiga yang akan melanjutkan.

Baca Juga: CERITA DARI BANDUNG BARAT #4: Perlawanan Antikolonial di Balik Manisnya Wajit Cililin
Eksistensi Kuliner Lokal dalam Menghadapi Menjamurnya Makanan Cepat Saji
Tradisi Lisan di Curug Sawer Cililin, dari Nyuprih Kakasih hingga Cerita Mistis

Menggebrak “Wajit Abrag”

H. Ramli kemudian mulai berinovasi agar produknya dapat dilirik oleh masyarakat. Ia membangun berbagai terobosan dalam olahannya karena ketika itu banyak usaha wajit lain. Dari hasil wawancara bersama Samsul Maarif pada 6 April 2022 – generasi keempat usaha ini – ia menyebutkan bahwa sebelum tahun 1980an banyak sekali yang bikin wajit. Secara lebih jauh ia menjelaskan produksi wajit yang masif ketika itu adalah wajit abrag.

Wajit abrag merupakan jenis wajit yang dijual tanpa menggunakan merek dan dijual untuk luar Cililin dengan harga yang lebih miring. Hanya saja wajit abrag ini tidak terlalu mementingkan persoalan kualitas, tetapi lebih menekankan kepada kuantitas pesanan untuk diproduksi. Tidak heran apabila produksi wajit abrag selalu menyentuh angka produksi yang relatif besar.

H. Ramli, yang mengalami masa-masa menjamurnya wajit abrag, kemudian membuat inovasi baru. Beberapa inovasi yang dilakukan di antaranya dengan memodifikasi jenis wajit dan memproduksi olahan yang merupakan turunan dari wajit macam angleng, lamaya, ladu, dan galendo. Eksistensi wajit Hj. Siti Romlah masih tetap bertahan meskipun bersaing dengan tingginya produksi wajit abrag. Modifikasi tersebut membentuk selera baru di tengah masyarakat.

Bersama Syamsul Maarif (kiri), generasi keempat “Wajit Asli Cap ‘Potret Hj. Siti Romlah’”. (Foto: Muhammad Firyal Dzikri)
Bersama Syamsul Maarif (kiri), generasi keempat “Wajit Asli Cap ‘Potret Hj. Siti Romlah’”. (Foto: Muhammad Firyal Dzikri)

Mengangkat Rasa, Membangun Selera

“Masa keemasannya itu sebelum moneter, tahun 1990-an,” ujar Samsul ketika saya temui di tokonya.

Masa-masa keemasan wajit di Cililin selain tampak dengan meluasnya pemasaran wajit ke daerah lain, juga bermunculannya usaha wajit lain di Cililin. Samsul mencatat ada 20 usaha wajit antara tahun 1980 hingga 1990. Menjamurnya usaha wajit juga melahirkan berbagai inovasi yang dilakukan oleh penjualnya, khususnya wajit yang dijajakan “Cap Potret.”

Inovasi dan modifikasi yang dilakukan oleh wajit “Cap Potret”, berusaha membangun selera baru di tengah masyarakat Cililin dengan menelurkan produk turunan dari wajit. Produk-produk turunan ini, seperti yang sekilas telah dibahas, yaitu angleng yang terbuat dari ketan hitam. Kemudian yang tak kalah uniknya adalah lamaya, olahan ini disebut dengan istilah “wajit keureut (wajit potong)” karena pembuatan lamanya ini hampir sama dengan wajit, hanya bedanya ia dikeringkan lalu dipotong-potong. Selain angleng dan lamaya, ada pula olahan ladu yang memiliki bentuk bulat dipotong-potong, terakhir ada galendo.

Citra wajit semakin terkenal ketika diperkenalkannya wajit durian, wajit nangka, dan wajit kacang sekitar tahun 1990an. Modifikasi jenis wajit tersebut berhasil menarik penikmat wajit yang lebih luas, selain unik juga tak biasa. Rasa dan kelezatan wajit berpadu dengan harumnya durian menjadikan selera wajit lebih tersohor di masyarakat.

Modifikasi wajit di masa keemasannya, sekitar tahun 1990an, dengan beragam turunan dan rasanya agaknya mengangkat citra wajit untuk semakin dikenal oleh masyarakat. Jaringan pemasarannya kian meluas, tidak hanya di daerah Jawa Barat, bahkan wajit melanglang buana hingga Sumatera.

Tahun 1997–1998, saat badai moneter melanda Indonesia, usaha wajit “Cap Potret” ini sempat terkena imbasnya,  namun usahanya ini masih tetap bisa memproduksi, sekalipun mengalami penurunan. Memasuki paruh awal abad ke-21, usaha wajit mulai tumbuh kembali, meskipun tak sesukses tahun 1980-an. Di samping itu ada modifikasi dari segi kemasan yang menggunakan pita dan kardus untuk lebih memikat pembeli.

Berkat Wajit, Cililin Melejit

Samsul menceritakan pengalamannya ketika berkuliah, banyak kawan-kawannya yang menanyakan darimana asalnya dan mereka tak mengetahui Cililin. Ketika Samsul bertanya “tahu tidak wajit?” kebanyakan dari kawannya mengetahui bahwa makanan tersebut berasal dari Cililin.

Sekelumit kisah yang disampaikan Samsul memberikan gambaran bahwa wajit dapat mengangkat identitas daerah Cililin untuk lebih dikenal. Tersohornya Cililin karena wajit tak lepas dari beragam usaha memperkenalkan wajit ke setiap daerah dengan berbagai modifikasinya. Akhirnya Cililin bukan hanya sebatas wilayah geografis di Kabupaten Bandung Barat, tapi juga dikenal dengan identitas “Kota Wajit”.

Identitas Cililin memang naik karena wajit, namun ada beberapa hal yang luput dari perhatian, yaitu bagaimana wajit dapat menarik wisatawan mengunjungi Cililin untuk mencicipi wajit langsung dari tempatnya. Apabila mengutip tulisan Arfah Sahabudin, dkk berjudul “Pengembangan Potensi Atraksi Wisata Gastronomi di Desa Cililin Kabupaten Bandung Barat” ada beberapa sebab mengapa wajit belum sepenuhnya menjadi daya tarik wisata, yang utama adalah kurangnya pembinaan dan belum adanya inovasi dari segi tampilan.

Masalah tersebut sebetulnya dapat dimulai dengan menampilkan hal-hal unik, seperti menampilkan langsung proses pembuatannya hingga penataan tempat pengolahannya. Selain itu juga perlu ada inovasi dari segi tampilan logo untuk “...menciptakan identitas visual yang mempunyai daya tarik…sekaligus mengenalkan identitas visual yang dapat lebih diingat…” tulis Syani Rachman dalam tulisannya yang berjudul “Perancangan Identitas Visual Wajit Asli Cililin ‘Cap Potret’ Hj. Siti Romlah”.

Untuk melejitkan kembali wajit, bukan hanya modifikasi jenis saja tetapi juga memodifikasi logo dan tampilan visual lain untuk menarik pembeli sehingga wajit dapat memberikan dampak lebih luas, menarik wisatawan ke Cililin.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//