Problem di Balik Kecantikan Jalan Braga
Pemkot Bandung akan mempercantik Jalan Braga. Di balik gemerlap Jalan Braga terdapat perkampungan padat penduduk dengan problematikanya.
Penulis Iman Herdiana24 Juli 2023
BandungBergerak.id - Jika kita bertanya apa yang ada di Jalan Braga? Jawabannya mungkin heritage, jalan dengan batu-batu granit, kota tua, dan gemerlap gedung-gedung tinggi. Jawaban ini tak salah karena itu pula yang sering diwacanakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung yang menjadikan Jalan Braga sebagai wajah Kota Bandung.
Namun di balik Jalan Braga, ada kawasan yang selama ini kurang mendapat sorotoan, yaitu Kampung Braga yang sebenarnya tak terpisahkan dari Jalan Braga. Kampung Braga di Kelurahan Braga tepat berdiri di belakang Jalan Braga, sebuah kampung kota di pinggiran Sungai Cikapundung yang padat penduduk.
Jika masalah yang sering dihadapi Jalan Braga lebih sering terkait dengan estetika, nah masalah di Kampung Braga lain lagi, yaitu persoalan yang umumnya dihadapi warga suatu kampung kota mulai dari ekonomi, perdagangan, akses terhadap air bersih, lingkungan yang tercemar, dan masalah-masalah urban lainnya.
Bahkan Kampung Braga menyimpan tragedi sejarah yang jarang terungkap, seperti disampaikan Farida Oda, warga Kampung Braga sekaligus pegiat Bandung Heritage, dalam “Podcast Suara Pinggiran: Bukan Kota, tapi Kampung Braga” yang diunggah di kanal Youtube BandungBergerak.id, 7 Desember 2022, diakses Senin (24/7/2023).
Sebagai pegiat sejarah, Oda banyak bertanya kepada sesepuh-sesepuh di Kampung Braga untuk menggali cerita atau perstiwa di masa lalu. “Braga punya cerita sangat dalam, banyak hidden story yang berkaitan dengan sejarah,” katanya.
Contoh, kata Oda, saat rangkaian peristiwa Bandung Lautan Api (BLA), orang-orang memahami BLA sebagai pembakaran kota Bandung di masa revolusi sehingga terjadi lautan api. Bagi sesepuh-sesepuh Braga peristiwa BLA benar-benar lautan air. Pada November 1945 terjadi banjir sangat besar dan menenggelamkan Kampung Braga ini sampai banyak sekali warga jadi korban, jenazah berserakan di mana-mana, termasuk di Jalan Asia Afrika dan Hotel Savoy Homann.
“Saya tanya bandung lautan air itu, selalu ada roman mencekam (di wajah sesepuh), berarti peristiwanya besar banget. Itu ngeri betruk-truk datang untuk naikin jenazah yang ada. Kalau cari di buku cuma separagraf. Tapi memori warga kuat,” cerita Oda.
Bahkan salah seorang sesepuh di RW 7 Kelurahan Braga, lanjut Oda, menuturkan kehidupan getir sosial ekonomi warga sangat darurat era 1945 itu. Pada masa kini, proklamasi 17 Agustus 1945 mungkin diartikan bahwa persoalan penjajahan selesai. Tetapi lain lagi kehidupan yang dialami rakyat masa itu yang serba melarat.
“Saking susahnya kita lucuti (pakaian) jenazah untuk dipakai,” cerita Oda, menuturkan cerita sesepuh Braga.
Menurut Oda, peristiwa banjir bandang di Kampung Braga pada tahun 1945 tidak banyak tertulis dalam sejarah. Ada beberapa versi yang menjadi penyebab banjir bandang ini, satu versi mengatakan ada yang sengaja membuka bendungan Sungai Cikapundung sehingga air meluap ke mana-mana.
“Saat itu memang hujan, tidak lebat. Untuk evakuasi, orang naik ke atap-atap rumah. Menurut Sudarsono Katam (penulis sejarah Bandung) airnya sampai ke Sasak Gantung (Kecamatan Regol), kayak banjir bandang,” lanjut Oda.
Lingkungan dan Akses Air Bersih
Jalan Braga lebih dari sekadar Braga pendek dan Braga panjang yang selama ini dikenal. Di balik jalan ini, ada gang-gang yang menghubungkan dengan perkampungan padat di 8 RW Kelurahan Braga dengan ujung Sungai Cikapundung. Generasi Braga sekarang tak pernah mengalami jernihnya Sungai Cikapundung, termasuk Farida Oda.
“Saat saya masih kecil (air Sungai Cikapundung) sudah cokelat seperti itu. Menurut mama yang lahir di Braga saya suka jealous dulu airnya bersih banget, suka mandi di situ, nyeusuh didinya, saya pengin nyombain one day bisakan Cikapundung seperti itu. Jadi waktu saya kecil sudah cokelat, enak,” kata Farida Oda seraya tertawa.
Tak hanya itu, pada masa kekinian terutama di musim kemarau, warga Kampung Braga sering kali menghadapi kesulitan mendapatkan air bersih. Sumber-sumber air warga terbatas, begitu juga PDAM yang beroperasi pada jam-jam tertentu saja.
“Ngomongin sumur, kan Cikapundung tercemar, banyak pembangunan jadi kualitas air berkurang. Kalau kemarau air sumur agak berbau, sulit,” kata Oda.
Baca Juga: Klaim Smart City Kota Bandung tak Membekas pada Transportasi Publik
Sepak Bola Api dari Cibiru Hilir
Dwiharmoni Babak Satu, Mengenal Putra Sang Fajar dari Panggung Seni
Mempercantik Jalan Braga
Braga yang menjadi wajah khas Kota Bandung akan kembali dipercantik. Program ini akan berlaku di Jalan Braga, bukan di perkampungannya. Tatanan-tatanan yang dipercantik terdiri dari dari trotoar, pohon, bollard, hingga lahan parkirnya.
Plh Wali Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan, program pemeliharaan ini diharapkan mampu menambah kenyamanan pengunjung yang datang ke jalan ikonik tersebut. Menurut Ema, ketertiban Braga masih perlu dibenahi, terutama pada aspek pemeliharaan.
"Seperti trotoar, kondisinya kurang terawat, ada beberapa ornamen yang rusak. Kemudian banyak pohon yang tumbuhnya menghalangi pejalan kaki dan pengemudi, harus dipasang pagar agar pohon tumbuh lurus," jelas Ema, Jumat, 21 Juli 2023, dalam siaran pers yang dikutip Senin (24/7/2023).
Ema mengimbau agar pohon bengkok diganti dengan pohon muda yang baru. Setelah itu dipasang teralis tanaman atau tree grid agar tumbuhnya lurus.
"Dalam waktu dua hari harus selesai. Pori-pori tanah dijaga gemburnya biar tanaman masih bisa bernapas. Braga ini merupakan citra dan kebanggaan kota Bandung," tegasnya.