SALAMATAKAKI #23: Vici Book Club Hendak Menaklukkan Siapa?
Vici Book Club adalah kelab membaca yang digagas Savitri Agnesia. Bertemu rutin sebulan sekali mendiskusikan buku pilihan masing-masing dari tema pilihan bersama.
Sundea
Penulis kelontong. Dea dapat ditemui di www.salamatahari.com dan Ig @salamatahari
19 September 2023
BandungBergerak.id – Pernah menjadi silent reader di sebuah grup Whatasapp? Aku pernah. Selama kurang lebih setengah tahun aku bercokol di grup Whatsapp Vici Book Club. Hanya sesekali aku menyapa atau memberikan komentar. Selebihnya, aku menyimak percakapan yang mengalir di antara mereka, memperhatikan buku apa saja yang mereka baca, dan secara daring memperhatikan pertemuan bulanan mereka yang berpindah dari kafe ke kafe.
Vici Book Club adalah kelab membaca yang di insiasi oleh teman lamaku, Savitri Agnesia yang akrab kupanggil Teh Vitri. Sejauh ingatanku, Teh Vitri memang tak pernah jauh-jauh dari dunia buku. Aku mengenalnya saat mengasuh Reading Lights, toko buku nyaman di bilangan Siliwangi Bandung yang tutup 2016 silam.
Bersama Vici Book Club, Teh Vitri kembali dengan semangat buku. Setiap bulan ia dan teman-teman di grup Whatasapp Vici Book bermusyawarah menetapkan tema, menentukan tempat pertemuan, dan pada hari yang disepakati datang dengan buku yang sesuai tema. Di sana hadirin wajib bercerita mengenai buku pilihan mereka. Tak jarang acara ditutup dengan pinjam meminjam buku bacaan.
September 2023 ini Vici Book Club mengangkat tema peer group. “Seru juga, nih,” batinku.
Aku langsung teringat The Baby Sitters Club karya Ann M Martin, serial favoritku di masa praremaja. Bagiku, The Baby Sitters Club adalah serial peer group paling berkesan. Kisahnya menyenangkan dan cukup ringan, tetapi realistis. Ada cerita tentang perceraian orang tua dan bagaimana menghadapinya, remaja diabetes yang harus belajar menyuntik insulin sendiri, sampai secuplik sejarah perang dunia dan bagaimana keluarga Jepang tiga generasi beradaptasi dengan budaya Amerika Serikat. Tokoh-tokoh dengan karakter dan latar belakang berbeda tersebut di satukan oleh kesenangan yang sama: Mengasuh anak-anak. Persahabatan mereka dikuatkan dengan mengelola agensi kecil-kecilan The Baby Sitters Club.
Ok. Jadi, gasss! Aku memutuskan untuk muncul dan ikut membahas buku bertema peer group di Vici Book Club.
Baca Juga: SALAMATAKAKI #20: Aloha Om Supomo, Aloha Senikanji
SALAMATAKAKI #21: Di Balik Berang-berang yang Tak Pulang-pulang
SALAMATAKAKI #22: Mendaras Aman Pertama
Asal Mula Vici Book Club
Sebelum bercerita mengenai pertemuan edisi September, ada baiknya aku menceritakan asal muasal Vici Book Club.
Kelahiran Vici Book Club beririsan dengan usaha kuliner Vici.80.co yang menyediakan makanan kaya serat dan rendah gula. Niat awalnya Vici Book Club menjadi komunitas pendukung Vici.80.co. Setelah merancang kelab bersama Elin Nurul yang berpengalaman dengan kelab buku, Vici Book Club mengadakan pertemuan pertamanya pada pertengahan Januari 2023. Sayangnya, pada akhir Januari 2023, Vici.80.co justru harus undur diri dari kancah perniagaan. Kendati demikian Vici Book Club sendiri terus berjalan.
Ketika ditanya alasan bertahan di Vici Book Club, Teh Winda dari media anak BacaPibo, yang di setiap pertemuan Vici Book Club konsisten mempromosikan karya-karya penulis lokal, menjawab, “Benar-benar dihargai sebagai pembaca dan nggak dikotak-kotakkan seleranya. Obrolannya juga seru, nggak terbatas soal buku, tapi banyak reading experinces, pengalaman atau persepsi dibagikan juga, no judging.”
Sementara itu, Abdyka Wimron mengungkapkan, “Book club-nya santuy, diskusinya bisa beragam dari soal serius sampai receh-receh pun dibahas dengan menyenangkan tanpa prasangka. Karena tipe pembacanya beragam, tiap sudut pandangnya jadi terasa segar untuk pembaca kaku kayak saya ini hehehe.”
“Bisnisnya boleh gagal, tapi komunitasnya harus tetap maju,” tekad Teh Vitri.
Nama Vici diangkat dari semboyan Juliu Caesar Veni, Vidi, Vici (aku datang, aku melihat, aku menaklukkan). “Tapi di sini (Vici Book Club) ‘I counquered (menaklukkan)-nya lebih ditujukan untuk conquering ourselves. Veni dan Vidi kita lihat sebagai pengalaman-pengalaman yang sudah kita lewati dan kita ambil hikmahnya,” pungkas Teh Vitri saat menjelaskan filosofi di balik nama kelab bukunya.
Vici Book Club September: Peer Group
Sesuai jadwal yang ditetapkan, pada tanggal 16 September 2023, aku tiba kurang lebih pukul sepuluh pagi di Fullmoon Coffee di bilangan Jendral Sudirman, Bandung. Telah hadir Teh Vitri dan Teh Lita S Mahendra. Kami bercakap-cakap ringan sambil menunggu teman-teman lain. Berhubung sudah lama sekali tidak bertemu, Teh Vitri dan aku bertukar kabar. Sementara aku dan Teh Lita menelusuri siapa saja irisan lingkar pertemanan kami. Rupanya sangat banyak, termasuk Kang Daniel Mahendra, suami Teh Lita yang kukenal lebih dari sepuluh tahun lalu lewat toko buku Malkanya.
Setelah semua anggota lengkap berkumpul, sekitar pukul sebelas siang, pertemuan resmi dibuka dengan host Abdyka Wimron. Dyka mengaku menawarkan diri menjadi host agar tak wajib membawa buku.
“Peer group itu (tema yang) luas sekali,” kata Dyka yang bingung harus memilih buku apa.
Hari itu ada enam anggota Vici Book Club yang membagi referensi bukunya. Teh Lita membawa Laut Bercerita karya Leila S Chudori, novel yang berangkat dari kisah nyata menjelang tragedi 98. Lapisan informasi dan pengalaman yang diungkapkan Teh Lita membuat kami mengajukan banyak pertanyaan, bahkan di luar cerita buku. Beberapa dari kami juga membagi pengalaman kami di masa tragedi. Ada yang pernah melihat langsung penjarahan, ada pula yang terpaksa naik ojek dengan ongkos seratus ribu rupiah karena sulitnya mencari kendaraan umum. Teh Lita, yang punya banyak ilmu seputar kajian karya, memancing hadirin terus melemparkan pertanyaan yang semakin lama semakin tak ada hubungannya dengan buku yang ia bawa. Jika tidak diinterupsi host, entah kapan obrolan kami mencapai tepinya.
Teh Ika yang berprofesi sebagai guru matematika datang dengan bacaan masa kecilnya, Lima Sekawan. Ia yang merasa lebih akrab dengan angka-angka memberikan paparan buku yang ringkas-ringkas saja. Namun, mungkinkah pengalaman berteka-teki dengan Lima Sekawan ada hubungannya dengan kesenangannya memecahkan teka-teki matematika di kemudian hari?
Teh Winda seperti biasa membawa novel lokal. Kali itu ia datang dengan Paradoks Bingar karya Akaigita; bercerita mengenai remaja pendiam yang (justru) bernama Bingar dengan lingkar pertemanannya di dunia bisbol. Sementara itu, Teh Vitri sendiri hadir dengan Maximum Ride karya James Paterson; mengisahkan mutan bersaudara yang melarikan diri dari laboratorium.
Setelah semua hadirin mendapat giliran berbagi dan menanggapi buku-buku yang dibawa, sesi resmi pertemuan ditutup. Beberapa anggota harus segera pulang, tetapi sebagian menunggu hujan reda. Selepas kemarau yang cukup panjang, entah mengapa hujan memilih hari itu untuk turun selimpah-limpahnya. Mungkin sama seperti aku yang memilih hari itu untuk datang pertama kali ke pertemuan Vici Book Club.
Setelah veni dan vidi di Vici Book Club, sepertinya aku akan hadir lagi pada pertemuan-pertemuan berikutnya. Ada yang mau ikut juga? Untuk bergabung dengan Vici Book Club, hubungi Teh Vitri di akun Instagram @savitri_agnesia. Jika sudah berkenalan secara peer-tual dengan teman-teman Vici Book Club di grup Whatsapp, sediakan waktu untuk datang ke peer-temuannya. Peer-cayalah. Kamu tidak akan menyesal.