• Cerita
  • Menonton dan Mendiskusikan Film Dago Elos Never Lose, Menggaungkan (Kembali) Suara Perlawanan

Menonton dan Mendiskusikan Film Dago Elos Never Lose, Menggaungkan (Kembali) Suara Perlawanan

Puluhan mahasiswa menonton dan mendiskusikan film dokumenter Dago Elos Never Lose. Merawat solidaritas untuk warga terus mengalir.

Sampul film dokumenter Dago Elos Never Lose merekam hidup keseharian warga Bandung utara yang cemas menghadapi sengketa agraria. (Sumber: tangkapan layar kanal YouTube Watchdoc Documentary)

Penulis Tofan Aditya28 September 2023


BandungBergerak.id – Satu setengah bulan berlalu sejak peristiwa pengepungan Dago Elos oleh aparat kepolisian. Tindakan represif yang diterima warga dan Aliansi Dago Melawan pada malam itu nyatanya tidak memadamkan semangat memperjuangkan ruang hidup. Aksi-aksi solidaritas terus mengalir.

Pada Selasa, 26 September 2023 di kampus Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Daunjati menggelar screening film Dago Elos Never Lose dan diskusi bertajuk Fadiendo ad Lucem Dago Elos. Lebih dari 40 orang duduk bersila di Gedung Olah Seni (GOS) Patanjala sambil menikmati kudapan.

“Dipilih temanya (Dago Elos) karena ini isu yang deket sama kita, dan ini juga istilahnya lagi naik lah, dan banyak yang ingin tahu gitu,” kata Febi Fauziah Ahmad, 22 tahun, ketua panitia acara.

Diketahui, beberapa jam sebelum acara, warga Dago Elos didampingi tim kuasa hukum kembali melaporkan dugaan penipuan yang dilakukan oleh keluarga Muller ke Polda Jabar. Ini merupakan laporan kesekian. Warga dan kuasa hukum terus melengkapi bukti-buktinya.

Fadiendo ad Lucem, yang dijadikan judul diskusi di ISBI Bandung, berarti “beralih ke cahaya”. Ia menyiratkan harapan agar masalah yang menimpa warga segera menemui titik terang. Namun, diskusi ini juga menjadi refleksi bahwa apa yang terjadi di Dago Elos sangat mungkin terjadi di wilayah lain, di tempat tinggal masing-masing.

“Kenapa pemerintah membiarkan hal-hal ini terjadi?” kata Febi. “Biar aware aja kepada mahasiswa.”

Usai pembacaan puisi secara teatrikal oleh mahasiswa Program Studi Seni Teater ISBI Bandung, film Dago Elos Never Lose karya Cory Amelia Lorenza ditayangkan. Para mahasiswa yang hadir, meski sebagiannya sudah pernah menonton, dibuat terpikat oleh film berdurasi selama 27 menit 23 detik ini.

Untuk memantik diskusi, tiga narasumber dihadirkan. Selain Cory, ada Dea selaku warga Dago Elos dan Heri Pramono selaku kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung. Setelah hampir 90 menit, diskusi dipungkasi dengan penampilan musik Samanesna, Purge, Nitra, dan Laron.

Baca Juga: Tiga Jam Lewat Tengah Malam di Dago Elos
Api Fatimah Bersama Komunitas Bandung Mempertahankan Dago Elos

Suasana pemutaran film Dago Elos Never Lose dan diskusi di ISBI Bandung, Selasa 26 September 2023 malam. (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)
Suasana pemutaran film Dago Elos Never Lose dan diskusi di ISBI Bandung, Selasa 26 September 2023 malam. (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Film Dokumenter sebagai Alat Perlawanan

Dago Elos Never Lose adalah sebuah film dokumenter yang menceritakan perjuangan warga Dago Elos mempertahankan tempat tinggal mereka. Pertama kali tayang pada tahun 2022 sebagai output dari tugas akhir kuliah, film ini menyoroti dampak sosial sebuah konflik agrarian yang menempatkan warga berhadap-hadapan dengan korporasi.

Cory Amelia Lorenza bercerita, tidak mudah mengambil gambar dalam situasi panas ketika warga cemas membayangkan masa depan mereka. Di minggu-minggu pertama, sang sutradara bahkan sempat dikira intel karena secara intens mendokumentasikan keseharian warga.

Proses live in di kediaman warga berbuah hasil. Lambat laun, Cory bisa beradaptasi. Setelah paham dengan apa yang akan dibuat Cory, warga menjadi senang lantaran aktivitas yang mereka lakukan didokumentasikan dan diarsipkan. Bisa akses secara leluasa di kanal YouTube, film Dago Elos Never Lose telah ditonton sebanyak 159 ribu kali.

“Film sebenarnya udah ga bisa diragukan lagi, udah jadi media yang cukup efektif untuk melakukan propaganda. Dengan segala unsurnya yang kental dengan segala audiovisual, dengan mudah dapat diserap oleh orang-orang,” ucap alumnus Program Studi Televisi dan Film ISBI ini.

Dalam artikel “Film Dokumenter sebagai Katalis Perubahan Sosial: Studi Kasus Ambon, Aceh, dan Bali (2019) di jurnal Kawistara, Budi Irawanto dan Theresia Octastefani mengatakan bahwa film dokumenter memiliki prospek yang menjanjikan di masa depan terkait perubahan sosial. Kedua peneliti menyebut bahwa banyak persoalan sosial, politik, dan kultural penting di Indonesia yang belum diangkat dan divisualisasikan dalam film dokumenter.

Secara umum, film dokumenter memang tidak dapat langsung melakukan perubahan atas suatu tatanan dasar, namun karya ini dapat membentuk kesadaran penonton atas realitas, yang seringkali luput diangkat oleh media arus utama dan juga pengambil kebijakan. Lewat bentuk audio-visual yang memudahkan proses pemahaman atas persoalan yang kompleks, film dapat membuka ruang diskusi (dialog) atau menciptakan wacana.

“Berangkat dari kemampuannya dalam membuka perbincangan atau diskusi, maka film dokumenter memiliki kapasitas sebagai katalis bagi perubahan sosial,” tulis Irawanto dan Octastefani dalam simpulan. “Di sini film dokumenter menjadi cinema of responsibility yang menuntut tanggung jawab pemegang otoritas politik agar akuntabel dan menjamin pemenuhan hak-hak para warga.”

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Tofan Aditya, atau artikel-artikel lain tentang Dago Elos

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//