• Berita
  • Warga Dago Elos Melengkapi Bukti-bukti Dugaan Pemalsuan Dokumen Tanah oleh Keluarga Muller

Warga Dago Elos Melengkapi Bukti-bukti Dugaan Pemalsuan Dokumen Tanah oleh Keluarga Muller

Forum Dago Melawan telah mengumpulkan bukti-bukti dugaan pemalsuan dokumen tanah oleh keluarga Muller yang mengklaim ahli waris dan utusan ratu Belanda.

Warga Dago Elos masih menjaga kewaspadaan dengan menutup portal jalan masuk kampung mereka. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul23 September 2023


BandungBergerak.idPascamalam mencekam yang berakhir dengan tindakan represi kepolisian pada Senin, 14 Agustus 2023 lalu, hingga kini Warga Dago Elos, Bandung, terus mempertahankan tempat tinggal mereka dari ancaman penggusuran oleh keluarga Muller. Serangkaian usaha dilakukan melalui Forum Dago Melawan maupun tim advokasi di bidang hukum. Sementara warga saling menguatkan dan menyemangati. 

Untuk proses hukum, Ketua Forum Dago Melawan Angga menyebutkan, pelaporan kasus dugaan tindak pidana kebohongan yang dilakukan keluarga Muller terus bergulir di Direktorat Kriminal Umum Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat

Menurut Angga, pihaknya sudah memberikan dua laporan ke Polda Jabar. Laporan pertama, persoalan pengakuan sebagai ahli waris Muller dan laporan kedua soal pengakuan Muller sebagai keluarga atau kerabat dari Ratu Wilhelmina Belanda.

“Nanti tanggal 26 ada lagi laporan akan jadi tambahan keterangan baru. Adapun yang ketiga ini dia pemalsuan dokumen. Nanti ada laporan yang keempat akan menyusul,” terang Angga saat ditemui di Dago Elos, Jumat (22/9/2023).

Usai malam mencekam 14 Agustus 2023 itu, tiga warga sempat ditangkap kepolisian dan sempat dinyatakan sebagai tersangka. Setelah desakan dari kuasa hukum dan warga, pada 16 Agustus sore, ketiga warga tersebut dilepaskan. Namun ketiga warga itu tidak dinyatakan bebas tanpa syarat.

Angga menduga ketiga warga ini akan dijadikan kambing hitam atas pada malam mencekam, sehingga status mereka tidak bebas tanpa syarat. “Yang kita pengin padahal bebas tanpa syarat,” tambah Angga.

Koordinator Advokasi Dago Elos Anto berpendapat, polisi yang tidak memberikan status bebas tanpa syarat kepada tiga warga sebagai bentuk tindakan represif.

“Mereka memakai alat hukum untuk menakut-nakuti warga. Mungkin harapan mereka adalah dengan adanya yang ditetapkan tersangka, terus penangguhan penanganan orang-orang jadi takut lagi untuk aksi. Untungnya enggak,” kata Anto. 

Kepolisian agar Terbuka

Anto juga menyampaikan bahwa warga Dago Elos menuntut agar aparat kepolisian yang melakukan tindakan kekerasan dan kekuatan berlebihan pada saat melakukan pengamanan di malam mencekam Dago Elos untuk diproses secara terbuka.

Menurut Anto, pascakejadian malam mencekam itu polisi menjanjikan bahwa anggota yang tidak disiplin akan diadili dengan proses yang terbuka. Namun hingga kini belum ada realisasinya.

“Kita belum dapat kabar berlanjut atau enggak. Kepolisian pun kalau mereka mau bilang ada tindakan terhadap anggotanya gak terbuka. Kita gak tahu mereka apa saja kan, apakah diperiksa anggotanya atau benar-benar disanksi, kita gak ada yang tahu,” ungkapnya.

Dalam waktu dekat, Forum Dago Melawan akan melakukan pelaporan ke Deputi 3 Menko Polhukam di Jakarta terkait persoalan Dago Elos, termasuk soal kebrutalan polisi serta rentetan kejadian yang dialami warga Dago Elos.

Baca Juga: Kronologi Kaos Penutupan Jalan di Dago Elos, Gas Air Mata Melukai Warga
Duduk Perkara Dugaan Penipuan Dokumen Klaim Tanah Dago Elos
Mengapa Hukum Kolonial Belanda masih Punya Kuasa di Dago Elos?

Anggota tim advokasi Dago Elos Heri Pramono mengatakan, warga terus saling menguatkan dalam menghadapi sengketa lahan ini. Mereka rutin melakukan kegiatan bersama seperti istigosah (doa bersama), hingga botram atau makan bersama, hingga diskusi mingguan.

Diskusi mingguan ini berbentuk forum atau kelas yang membahas perkembangan terkini Dego Elos. “Warga dihadapkan dengan aktivitas keseharian, untuk bisa bangkit lain,” akata Heri, saat dihubungi via telepon.

Sengketa tanah Dago Elos dipicu gugatan keluarga Muller yang berbekal bukti-bukti humum tanah di masa kolonial (Eigendom Verponding). Salah satu puncak konflik tanah ini terjadi Senin, 14 Agustus 2023 malam lalu setelah warga melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke Polrestabes Bandung. Warga memblokir jalan Dago agar laporan ke polisi segera diproses.

Polisi kemudian membubarkan aksi blokade jalan Dago dengan menembakan gas air mata, penyisiran, dan dengan mengerahkan pasukan. Banyak warga usia dewasa sampai anak-anak trauma dengan peristiwa malam mencekam tersebut.

* Simak tulisan-tulisan lain Awla Rajul, atau tulisan-tulisan menarik tentang Dago Elos

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//