• Kolom
  • MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #7: Mengenal Dunia Luar Lewat Pelesiran

MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #7: Mengenal Dunia Luar Lewat Pelesiran

Setiap Idulfitri, kami yang satu kampung masih punya ikatan saudara sering mengadakan wisata. Kami menyebut agenda wisata ini sebagai pelesiran.

Asmali

Anak Betawi yang menghabiskan lebih dari 40 tahun hidupnya di Bandung. Banyak menghabiskan waktu membaca buku-buku bertema agama dan sosial.

Ilustrasi pelesiran. (Foto: Dibuat oleh AI di Bing.com)

15 Oktober 2023


BandungBergerak.id – Seperti aku ceritakan di awal, sedari dulu hatiku selalu berkata aku tidak tertarik berdagang meski aku dibesarkan di keluarga pedagang. Sejak dulu, setelah lulus sekolah aku lebih memilih merantau. Keluar dari rumah, itu tekadku. Entah ke mana perginya, aku pun tidak tahu. Apalagi aku masih kecil, di mana hampir semua waktuku pun hanya dihabiskan di kampung.

Tapi waktu terus berjalan. Dan masa di SMP ini adalah masa di mana aku mulai mengenal dunia luar. Aku ingat di saat aku duduk di bangku kelas 2 SMP, sekali waktu ada study tour ke Banten. Pengalaman itu cukup menempel di benakku. Sepanjang perjalanan sambil senda gurau dengan teman-temanku, mempelajari dari satu tempat ke tempat lainnya, melihat-lihat setiap daerah yang dilewati. Di benakku saat itu aku berpikir, mungkin daerah yang aku lintasi ini akan jadi tempat aku merantau nanti.

Liburan seperti ini sebetulnya tidak hanya dari selolah. Di kampungku, setiap Idulfitri pun kami yang satu kampung masih punya ikatan saudara sering mengadakan wisata. Di kampungku kami menyebut agenda wisata ini sebagai pelesiran. Pada saat itu seingatku daerah Puncak, Bogor yang jadi primadona.

Aku memang suka perjalanan-perjalanan wisata ini, entah study tour atau pelesiran. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan dan setiap momennya. Hal kecil di perjalanan pun jadi berkesan. Misalnya saja lagu-lagu yang sering diputar sepanjang perjalanan.

Aku ini memang orangnya tak suka menyanyi. Karena memang aku tak bisa menyanyi. Tapi aku suka mendengarkan lagu, terutama bagian liriknya. Hampir semua lagu aku suka, terutama lagu-lagu yang menyentuh perasaan. Di perjalanan, biasanya aku bisa sambil meresapi tiap liriknya sambil melihat-lihat sekitar, apalagi kalau ketemu lagu seperti sesuai dengan suasana hati.

Ngomong-ngomong soal musik, bagiku seni adalah suatu keindahan. Orang yang menyukai seni, adalah orang yang suka keindahan, suka kedamaian. Menurutku dengan seni hidup menjadi terasa indah, dan dengan akhlak hidup menjadi terangkat.

Semasih aku duduk di kelas dua SMP, kedua orang tuaku, Baba dan Nyak menyempurnakan rukun Islam yang kelima, yaitu menunaikan ibadah haji. Dulu perjalanan ibadah haji di tahun 1970an masih ada yang menggunakan kapal laut. Baba dan Nyak mengambil transportasi itu dengan perjalanan selama tiga bulan.

Sepanjang Baba dan Nyak pergi haji, kami yang di rumah sedikit-sedikit membantu usaha orang tua. Seingatku usaha orang tuaku pada waktu itu yang masih jalan adalah toko bahan bangunan dan warung. Namun tidak lama kemudian setelah pulang dari haji, keduanya mengganti usaha menjadi toko kelontong yang kerap mereka jaga bersama-sama.

Baca Juga: MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #4: Mainan dan Pelajaran Ketika SD
MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #5: Sowan ke Habib, Ngaji d Malem Senen
MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #6: Masa SMP, Membantu Orang Tua, dan Mengajar Ngaji

Lulus SMP

Hari ke hari tak terasa, aku sudah berada di kelas tiga SMP. Yang artinya, tak lama lagi aku akan menghadapi ujian. Seingatku aku belum punya cita-cita untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi, sementara kegiatan mengajar mengaji di rumah masih berjalan, begitu juga mengajar di madrasah.

Selama aku berada di sekolah SMP, semua pembelajaran berjalan biasa-biasa saja, tidak ada kendala. Baik itu pendidikan di kelas maupun di luar kelas. Aku memang tergolong pelajar yang baik. Sejak belajar di sekolah dari sejak SD sampai dengan SMP seingatku orang tuaku tidak pernah datang ke sekolah.

Aku cerita begini karena di zaman itu, orang tua datang ke sekolah hanya kalau anaknya bandel sehingga guru harus memberi pengarahan. Sisanya sih tidak ada kewajiban. Rapor pun diambil sendiri, begitu pun bayar sekolah tiap bulan. Enggak ada sekolah diantar orang tua.

Aku lulus SMP dan menerima ijazah kelulusan di tahun 1976. Momen lain yang penting saat itu adalah perpindahan administrasi wilayah aku tinggal dari yang semula masuk wilayah Tangerang, Jawa Barat berpindah ke wilayah DKI Jakarta.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//