• Berita
  • Catatan AJI Bandung terhadap Naiknya Indeks Kemerdekaan Pers di Jawa Barat, Kekerasan dan Kesejahteraan Jurnalis Menjadi Persoalan Utama

Catatan AJI Bandung terhadap Naiknya Indeks Kemerdekaan Pers di Jawa Barat, Kekerasan dan Kesejahteraan Jurnalis Menjadi Persoalan Utama

Indeks Kemerdekaan Pers Jawa Barat mengalami kenaikan. AJI Bandung memandang IKP Jawa Barat penuh persoalan.

Mahasiswa perwakilan Persma melakukan aksi unjuk rasa terkait 19 pasal bermasalah yang mengancam kebebasan pers dalam draf RKUHP di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (20/8/2022). Aksi ini diinisiasi oleh AJI guna mendesak pemerintah untuk mencabut 19 pasal bermasalah dari draf RKUHP versi 4 Juli 2022. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul27 Oktober 2023


BandungBergerak.idDewan Pers telah merilis Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) akhir Agustus 2023 lalu. Hasilnya, nilai IKP nasional sebesar 71,57. Angka ini hasil penurunan sebesar 5,30 poin dari tahun sebelumnya (2022) sekaligus menjadi penurunan untuk pertama kali setelah tren lima tahun berturut-turut. Adapun IKP Provinsi Jawa Barat naik 1,49 poin yang mengantarkan Jabar berada di urutan kedua teratas nasional.

IKP 2023 merupakan nilai kebebasan pers nasional sepanjang 2022. Meski poinnya 71,57 yang artinya masih berada di kategori “Cukup Bebas”, kemerdekaan pers Indonesia masih menghadapi persoalan serius, seperti tidak optimalnya pemenuhan kesejahteraan bagi jurnalis, indepensi pers terhadap kelompok kepentingan yang kuat, dan kesetaraan akses bagi kelompok rentan atau minoritas.

Ketua Divisi Advokasi dan Ketenagakerjaan Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Bandung Ahmad Fauzan Sazli menilai, kebebasan pers di Jabar masih kurang baik dan memprihatinkan. Sebab, AJI Bandung mencatat, ada tiga kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang tahun 2022.

“AJI merasa bahwa kebebasan pers di Jawa Barat masih kurang baik, skala nilainya itu masih 50an lah, kalau dari 10 sampai 100. Karena masih ada kekerasan yang dialami oleh jurnalis di Jawa Barat,” terang Fauzan kepada BandungBergerak.id melalui Zoom Meeting, Rabu, 25 Oktober 2023.

Tiga kasus kekerasan terhadapi jurnalis di Jawa Barat terjadi di Sukabumi, Bandung, dan Karawang. Tiga kasus ini menunjukkan sebenarnya indeks kebebasan pers di Jabar masih sangat memprihatinkan. Belum lagi jika merujuk pada kasus-kasus yang terbaru.

“Dari tiga kasus itu ada lima korban. Satu korban saja sudah masalah yang serius, apalagi masalah sebelumnya tidak selesai. Aji menganggap Jabar masih belum aman,” tegasnya.

Kesejahteraan Jurnalis

Fauzan juga menggarisbawahi belum optimalnya kesejahteraan jurnalis. Menurutnya, di Jawa Barat masih ada jurnalis yang dibayar oleh perusahaan media 5.000 rupiah sampai 20.000 rupiah per beritanya.

Hal itu menunjukkan bahwa profesi jurnalis masih dianggap rendah, sepele, dan tidak penting. Persoalan kesejahteraan jurnalis yang tidak terpenuhi, gaji rendah, tak ada jaminan kesehatan, dan lain-lain kemudian akan mempengaruhi profesionalitas jurnalis dan demokrasi di Indonesia.

“Kami pikir ini juga mempengaruhi aspek demokrasi, karena dengan rendahnya gaji itu bisa mempengaruhi profesionalitas jurnalis,” lanjut Fauzan.

Ia menambahkan, bagaimana bisa jurnalis menyuarakan suara kritis bagi publik jika aspek ekonominya belum tercukupi. Ketika ekonominya tidak tercukupi, sangat mungkin jurnalis akan melanggar kode etik. Hal ini pula yang membuat independensi jurnalis dengan kelompok kepentingan menjadi abu-abu. Belum lagi menjelang tahun politik.

Media Belum Inklusif

Hal lainnya yang menjadi sorotan AJI Bandung pada pers di Jawa Barat adalah tidak optimal mewujudkan kesetaraan bagi kelompok rentan minoritas, salah satunya kaum difabel. Makanya ia menegaskan, sangat penting kelompok difabel bisa mengakses media. Perusahaan media harus menyediakan teknologi yang memudahkan kaum difabel untuk bisa mengakses dan memahami informasi dengan mudah.

“Penting juga ini menjadi kejerhaab rynag buat media di Indoneisa agar teknologi di media bisa diakses oleh teman-teman difabel. Jadi media itu inklusif. Ini butuh waktu ya untuk ke arah sana, kalau ada regulasi yang mendorong supaya media punya kapasitas itu lebih baik,” ungkapnya.

Naiknya IKP Jawa Barat diklaim karena adanya peningkatan literasi masyarakat dan jurnalis yang semakin mudah mendapatkan informasi dan menulis.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Barat Ika Mardiah mengatakan, pihaknya turut aktif dalam meningkatkan literasi masyarakat dan mendorong jurnalis untuk mengikuti Uji Kompetisi Wartawan (UKW).

“Ada kepentingan dari Pemdaprov Jabar untuk memberikan dan melindungi informasi yang diterima masyarakat. Salah satunya dengan peningkatan kapasitas dan profesionalisme penulis berita atau jurnalis melalui UKW,” ungkap Ika saat sosialisasi hasil survei IKP 2023, Kamis, 19 Oktober 2023), dikutip dari siaran pers.

Mahasiswa perwakilan Persma melakukan aksi unjuk rasa terkait 19 pasal bermasalah yang mengancam kebebasan pers dalam draf RKUHP di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (20/8/2022). Aksi ini diinisiasi oleh AJI guna mendesak pemerintah untuk mencabut 19 pasal bermasalah dari draf RKUHP versi 4 Juli 2022. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)
Mahasiswa perwakilan Persma melakukan aksi unjuk rasa terkait 19 pasal bermasalah yang mengancam kebebasan pers dalam draf RKUHP di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (20/8/2022). Aksi ini diinisiasi oleh AJI guna mendesak pemerintah untuk mencabut 19 pasal bermasalah dari draf RKUHP versi 4 Juli 2022. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

IKP Nasional 2023 Turun

Ketua Komisi Pendataan, Penelitian, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers Atmaji Sapto Anggoro mengungkapkan, survei IKP 2023 menghasilkan nilai nasional 71,57. Ini merupakan survei tahunan Dewan Pers untuk menilai kondisi kemerdekaan pers selama periode 2022.

“Penurunan angka IKP ini merupakan yang pertama sejak enam tahun lalu,” ungkap Sapto dikutip dari siaran pers Dewan Pers.

Survei IPK 2023 dilakukan di 34 provinsi, meliputi tiga lingkungan dengan 20 indikator, serta melibatkan 408 informan ahli sebagai responden dan 10 anggota Dewan Penyelia Nasional (National Assessment Council, NAC).

Turunnya IKP 2023 disebabkan karena turunnya indikator-indikator survei, seperti lingkungan fisik politik, kebebasan berserikat bagi wartawan, kebebasan dari intervensi, dan kebebasan dari kekerasan.

Sebagai contoh, pada indikator independensi dari kelompok kepentingan terjadi penurunan delapan poin. Pada lingkungan hukum penurunan besar terjadi pada indikator kriminalisasi dan intimidasi pers dan etika pers.

“Pada IKP 2023 secara nasional, tidak ada indikator yang mendapatkan nilai lebih besar dari 80,00. Mayoritas indikator (yaitu 16 indikator dari 20 indikator IKP), mendapat nilai lebih besar dari 70,00 yang dapat dipandang sebagai gambaran bahwa kondisi Kemerdekaan Pers Nasional “Cukup Bebas”,” demikian dikutip dari dokumen hasil survei Indeks Kemerdekaan Pers 2023 Dewan Pers.

Sapto melanjutkan, sepanjang tahun 2022 masih terjadi kekerasan terhadap wartawan dan media, baik fisik, non-fisik, dan digital. Pun juga dengan intervensi terhadap redaksi, baik dari dalam maupun dari luar. Beberapa indikator ini memberi kontribusi pada penurunan IKP 2023.

Sebagai gambaran, survei IKP 2018 sebesar 69 (kategori “agak bebas”), pada tahun 2019 meningkat menjadi 73,71 (kategori “cukup bebas”), selanjutnya menjadi 75,27 tahun 2020, 76,02 tahun 2021, dan 77,87 tahun 2022.

Baca Juga: Kebebasan Pers Dijegal Kampus, LPM Lintas Menggugat ke PTUN Ambon
Memperkuat Persekutuan Media Alternatif Independen dalam Gamang Demokrasi yang Menggerus Kebebasan Pers
Melihat Kasus Gugatan Youtuber terhadap Berita KCIC Kompas TV dari Sudut Kebebasan Pers dan Berekspresi

Kesejahteraan Jurnalis dan Kesetaraan Akses Kelompok Rentan

Survei tahunan Dewan Pers ini dilakukan untuk memberi gambaran kondisi kemerdekaan pers di Indonesia. Survei ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif melalui kuesioner sebagai instrumen penelitian. 

Ada tiga kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengidentifikasi indikator isu-isu utama kemerdekaan pers pada IKP 2023.

Kriteria pertama adalah minimal 11 provinsi mendapat nilai indikator kurang dari 70,00 sebagai representasi cakupan sepertiga dari jumlah provinsi Indonesia. Kedua, nilai indikator lebih kecil dari nilai IKP nasional sebagai representasi kondisi kemerdekaan pers di bawah ambang rata-rata nasional.

Kriteria terakhir adalah nilai indikator lebih kecil dari 70,00 sebagai representasi kondisi indikator masih pada kategri “Agak Bebas”.

Jika sebuah indikator memenuhi minimal tiga kriteria, maka indikator tersebut ditetapkan sebagai indikator isu utama kemerdekaan pers ada IKP 2023.

Dewan Pers pun menyebut ada empat isu utama, yaitu Kesetaraan Akses bagi Kelompok Rentan, Indenpendensi dari Kelompok Kepentingan yang Kuat, Tata Kelola Perusahaan yang Baik, dan Perlindungan Hukum bagi Penyandang Disabilitas.

Dari empat isu utama itu, Dewan Pers mengerucutkan dua permasalahan utama, yaitu tidak optimalnya pemenuhan kesejahteraan insan pers dan dependensi pers kepada kelompok kepentingan yang kuat dan belum ada regulasi yang tegas menjamin pemenuhan hak ases informasi bagi penyandang disabilitas melalui media secara mudah.

“Jurnalis yang menghadapi permasalahan kesejahteraan ekonomi dapat terperosok pada perilaku tidak terpuji dan rawan tergiur untuk menerima bantuan atau gratifikasi (berupa uang, materi, atau fasilitas) dari pihak lain. Independensi media menjadi lebih rentan terpengaruh apabila pemilik, pengelola, dan wartawan terafiliasi ke kelompok kepentingan yang kuat,” tulis hasil IKP 2023.

Selain itu, media baru sebatas mengakui namun belum memenuhi hak akses informasi bagi kelompok disabilitas. Dewan Pers menilai permasalahan ini bermula karena kondisi lingkungan hukum yang belum ideal, sebab belum adanya peraturan yang mewajibkan media menyiarkan berita untuk dapat diakses dan dicerna oleh penyandang disabilitas.

Beberapa informasn survei IKP menyebutkan, media sering terkendala sumber daya manusia dan teknologi untuk membuat media yang inklusif. Atau keluhan terkait pengalih bahasa yang mahal, media cetak yang terbatas ruang, bahkan persoalan media yang “harus” memilih berita yang menarik dan laku untuk pasar sehingga menyisihkan kelompok difabel.

Terkait ini, Dewan Pers memberikan rekomendasi kepada pemerintah maupun legislatif untuk membuat regulasi atau peraturan yang mendorong perusahaan pers agar memberikan ruang pemberitaan dan fasilitas akses informasi bagi difabel.

*Kawan-kawan bisa membaca reportase-reportase lain dari Awla Rajul, atau tulisan-tulisan lain tentang Kebebasan Pers

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//