• Kolom
  • MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #9: Pengalaman Baru dengan Mesin Pesawat dan Anak Kolong

MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #9: Pengalaman Baru dengan Mesin Pesawat dan Anak Kolong

STM Penerbangan Jakarta salah satu sekolah yang sohor dalam bidang teknologi penerbangan. Guru dan muridnya banyak yang berasal dari kalangan tentara.

Asmali

Anak Betawi yang menghabiskan lebih dari 40 tahun hidupnya di Bandung. Banyak menghabiskan waktu membaca buku-buku bertema agama dan sosial.

Aku saat bersekolah di STM Penerbangan Jakarta. (Foto: Asmali)

29 Oktober 2023


BandungBergerak.id – Sampai juga aku di fase SMA-ku. Di STM Penerbangan Jakarta, sekolah yang menjadi kebanggaan pada saat itu. Sebagai sekolah yang sohor dalam bidang teknologi penerbangan, aku sebagai siswa ditempa untuk memahami mesin pesawat terbang. Sebelum kemudian diarahkan ke jurusan masing-masing, enam bulan pertama kami, para siswa, dididik tentang pengetahuan umum soal industri kedirgantaraan. Setelah enam bulan berjalan, baru ada pembagian jurusan.

Selama enam bulan berjalan aku diperkenalkan pada sejumlah perkakas kerja mulai dari siku kaliper, berapa jenis kikir, dan proses menggunakannya. Aku sendiri saat itu merasa bangga sekolah di sana. Betapa tidak, ke sekolah seragamku tampak seperti Penerbang. Seragam lengkap dengan topinya dan ada pangkat di pundak.

Sekolahku saat itu cukup jauh dari rumah. Berbeda dengan SD dam SMP-ku yang bisa dibilang masih ada di satu wilayah dengan rumah, untuk menuju k STM aku harus naik bus. Dari rumah ke tempat pemberhentian bus terdekat pun butuh jalan kaki terlebih dahulu beberapa ratus meter. Busnya namanya Kopaja. Warnanya oranye. Aku naik bus ini sampai ke terminal. Dari terminal tidak lantas sampai di sekolah karena aku harus lanjut jalan kaki lagi dengan jarak yang cukup jauh.

Namun meskipun cukup jauh, suasana pergi sekolah ini selalu menyenangkan. Banyak teman-teman yang juga jalan kaki ke sekolah pada waktu itu. Dan tentunya bukan menuju sekolahku saja karena ada juga yang menuju sekolah lain yang letaknya tidak begitu jauh dari sekolahku. Yang kuingat salah satunya Sekolah Grafika, dan tentunya sekolah-sekolah lain.

Karena jauh dari rumah, sesekali kakak iparku menjemputku ke sekolah. Seperti sekali waktu saat aku ada praktikum sampai malam di bengkel sekolah. Pernah sampai saking larutnya, kakak iparku sengaja datang ke sekolah dengan mobil Mazda kotaknya karena khawatir terjadi sesuatu padaku. Maklum di zaman itu telepon tidak semudah sekarang dan begitulah kekhawatirannya orang tuaku pada aku yang saat ini terbilang masih kecil.

Apalagi aku orangnya jarang keluar sendirian. Mungkin aku termasuk orang rumahan. Sampai sekarang pun masih seperti itu. Aku bukan orang yang sering bergaul di rumah dengan teman-teman sebayaku. Paling hanya sekali-kali, itu pun tidak jauh dari rumah. Makanya ketika aku sekolah di STM Penerbangan yang cukup jauh, ada saja kekhawatiran dari orang tua.

Baca Juga: MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #6: Masa SMP, Membantu Orang Tua, dan Mengajar Ngaji
MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #7: Mengenal Dunia Luar Lewat Pelesiran
MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #8: Antara Meneruskan Pendidikan Agama Atau ke Sekolah Umum

Banyak Anak Kolong

Sebagai sekolah yang punya afiliasi dengan TNI AU, tidak jarang kalau banyak dari orang-orang yang berhubungan dengan sekolah berasal dari kalangan tentara terutama Angkatan Udara. Guru-guruku misalnya, kebanyakan orang AURI. Begitu juga dengan teman-teman yang kebanyakan “anak kolong”, sebutan dalam bahasa sehari-hari untuk anak tentara atau anak yang besar di wilayah tentara. Selain TNI AU, bahkan yang orang tuanya bertugas di Mabes Polri, ada yang TNI AD, dan beberapa teman dari luar negeri seperti Libanon. Jarang yang anak pedagang seperti aku.

Menurutku mereka baik-baik, bahkan sampai sekarang. Pernah sekali waktu, aku diajak ke rumah salah satu temanku yang anak kolong ini. Aku tidak tahu nama daerahnya, mungkin sekitar Pancoran. Mulanya aku sungkan juga diajak ke rumah dia, tetapi aku ikuti saja lah. Sesampainya di sana, ternyata orang tuanya ramah sekali, tidak seperti yang kuduga.

Di lingkungan anak kolong, memang kalau ke sekolah, selalu bawa-bawa pangkat punya orang tuanya. Bahkan sekali-kali suka dikeluarkannya juga. Ada satu temanku pernah bilang padaku, “Li, kalau ada apa-apa lu bilang gue ya.”

Dalam hati kecilku, ada apa-apa itu bagaimana maksudnya ya. Tapi aku hanya senyum dan cuma bilang: “Siap kapten!”.

Seiring berjalannya waktu, setelah enam bulan baru ada pembagian jurusan. Aku sendiri dapat jurusan Kelistrikan Pesawat Terbang. Setelah pembagian kelas ,teman kelasku, ada yang baru ada yang lama. Tapi karena sudah terbiasa bersama-sama, ya sudah tidak asing lagi.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//