• Kolom
  • MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #10: Sahabat Baik dan Cinta Monyet

MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #10: Sahabat Baik dan Cinta Monyet

Saptono salah satu sahabatku, rumahnya di daerah Sunter Jakarta Selatan. Aku juga punya teman dekat perempuan, kami sering pulang bareng dari terminal Blok M.

Asmali

Anak Betawi yang menghabiskan lebih dari 40 tahun hidupnya di Bandung. Banyak menghabiskan waktu membaca buku-buku bertema agama dan sosial.

Menunggu bus. (Foto: Ilustrasi oleh Asmali)

5 November 2023


BandungBergerak.id – Enam bulan di sekolah baruku, aku mulai dekat dengan beberapa teman. Dekat dalam artian aku sering main ke rumahnya, begitu pun dia sering main ke rumahku. Saling kenal antara orang tuaku dan orang tuanya, saling kunjung mengunjung. Layaknya saudara.

Bahkan aku pun menjadi sering datang dan tidur di rumahnya. Ada satu temanku, seingatku dia tinggal daerah Sunter, di kompleks perumahan Sekretaris Negara. Memang cukup jauh jaraknya dari rumahku yang ada di kawasan Selatan Jakarta. Kalau aku bermalam di rumahnya, aku senang melihat kapal laut dengan lampu yang bernyala kelap kelip ketika dilihat dari kejauhan. Terlihat kapal-kapal di sana bergerak ke sana kemari. Kebetulan rumah temanku berlantai dua dengan pemandangan Sunter di Jakarta Utara yang memang dekat dengan pantai. Ditambah embusan angin yang semilir membuat aku betah melihatnya.

Nama temanku ini Saptono. Orang tuanya sering aku panggil sebagai Bapak dan Ibu Samin. Memang kami berkawan akrab, aku sudah kenal baik dengan keluarganya. Dari kedua orang tuanya sampai dengan adik-adiknya. Temanku ini empat bersaudara, kesemuanya aku saling kenal. Kita saling ngobrol bersama dan makan bersama.

Kesanku, ibunya pun bahkan tidak membeda-bedakan, layaknya aku ini seperti anaknya sendiri. Begitu juga bapaknya. Aku sering juga pergi ke sekolah dari rumahnya dan seingatku saat hendak pergi sekolah kami sering dibekali kue donat. Kalau ada libur sekolah beberapa kali aku di ajak ke vilanya. Dengan mengendarai VW Combi ayahnya kami pergi ke Cipayung, Bogor.

Sekarang aku tak bisa bilang apa-apa kepada Bapak dan Ibu Samin, begitu juga temanku Saptono. Aku juga sudah tidak tahu di mana mereka sekarang. Tapi aku tak akan melupakan kebaikan keluarganya. Hanya Allah yang Maha tahu yang akan membalas kebaikan mereka.

Ngomong-ngomong soal teman, seperti aku ceritakan sebelumnya memang banyak yang berasal dari keluarga pejabat. Kebiasaannya pun beda-beda.

Ada yang sekolahnya diantar, ada juga yang datang ke sekolah sambil orang tuanya pergi kerja, bahkan ada juga yang sampai di tunggu. Tapi ke semuanya aku tidak merasa kecil dan juga tidak minder. Walaupun aku hanya anak Betawi biasa. Soalnya ketika masuk kelas, guru tidak membeda-bedakan. Kalau jajan pun, di luar atau di kantin dengan pelayanan yang sama. Dan semua teman-temanku, siapa pun dia dan bagaimana pun latar belakangnya, selalu pada baik-baik. Bahkan semasa aku mulai merantau ke Bandung selepas STM, mereka masih sesekali suka ke rumahku.

Baca Juga: MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #7: Mengenal Dunia Luar Lewat Pelesiran
MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #8: Antara Meneruskan Pendidikan Agama Atau ke Sekolah Umum
MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #9: Pengalaman Baru dengan Mesin Pesawat dan Anak Kolong

Mulai Kenal Cinta Monyet

Di usia remaja ini pula aku mulai kenal yang namanya cinta monyet. Dekat dengan teman perempuan. Meski kebanyakan siswa di sekolahku laki-laki, tapi di sekitar ada juga beberapa sekolah lain yang sebaliknya, lebih banyak siswi perempuannya. Di antaranya sekolah analis. Salah satu teman perempuan yang dekat denganku di usia itu adalah seorang siswi di sekolah analis tersebut.

Sebetulnya dia teman lama di SMP-ku dulu. Tapi kami jadi sering bertemu lagi karena sekolah kami, meski berbeda, jaraknya berdekatan. Dari tidak sengaja bertemu di terminal bus Blok M di jam pulang sekolah, kami jadi sering pulang bareng. Sesekali aku pun main ke rumahnya. Entah sampai kapan aku selalu bersamanya. Seingatku sampai aku merantau ke Bandung pun aku masih bersamanya, tapi itu pun sudah mulai jarang bertemu.

Selain itu aku juga kenal seorang siswi SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas) yang ternyata rumahnya tidak jauh dari rumahku. Tapi seingatku itu tidak terlalu lama karena aku enggak tega melihat temanku itu tidak disukai oleh adikku. Aku sendiri sih baik-baik saja dengannya, begitu juga dengan kedua orang tuanya. Aku sering datang ke rumahnya dan orang tuanya selalu bersikap baik.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//