BIOGRAFI JACOB ROELOF DE VRIES 1847-1915 #13: Marten Klass de Vries, Keponakan Kepercayaan
Jacob Roelof de Vries memutuskan kembali ke Belanda tahun 1907. Ia menyerahkan seluruh lini usahanya di Bandung pada Marten Klaas de Vries.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
8 November 2023
BandungBergerak.id – Rabu pagi, 16 Maret 1939, ada kejutan dari Bandoeng Vooruit bagi Marten Klaas de Vries (1876-1944). Kejutannya berupa dua buah kue. Kue pertama yang kecil diberi angka 1.500 dan kue kedua yang besar diberi angka 25.000. Penanda itu mengisyaratkan perbandingan jumlah penduduk Bandung kala M. K. de Vries mulai tiba pada 1899 dan 40 tahun setelahnya (1939). Tidak heran bila dalam Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (17 Maret 1939) dan Deli Courant (21 Maret 1939) judul beritanya “40 Jaar Bandoenger. Jubileum M. K. de Vries” (40 tahun orang Bandung. Hari peringatan M.K. de Vries) dan “Veertig Jaar in Bandoeng” (40 tahun di Bandung).
Ngomong-ngomong, M. K. de Vries adalah keponakan J. R. de Vries. Berbagai data yang saya peroleh dari genealogieonline.nl, openarchieven.nl, dan oorlogsgravenstichting.nl, menunjukkan bahwa ayahnya M. K. de Vries, yaitu Johannes Hermannus de Vries (1845-1922), adalah kakak kandung J. R. de Vries. M. K. de Vries dilahirkan pada 23 Januari 1876 di Groningen, Belanda. Ayah dan ibunya J. H. de Vries dan Klaassien Wolters. Kalau tidak keliru, M. K. de Vries adalah anak keempat, yaitu di antara Hillegien de Vries (yang dilahirkan pada 15 April 1871), Wolter Jan de Vries (1 Desember 1872), Jacob Roelof de Vries (25 Agustus 1874), Cornelia Roelfina de Vries (25 Januari 1878) dan J. H. de Vries (4 November 1879).
Kaitannya dengan J. R. de Vries, M. K. de Vries adalah penerus usahanya di Bandung, yaitu pengusahaan Toko De Vries. Bahkan, ia benar-benar melanjutkan usaha pamannya kala J. R. de Vries memutuskan pindah ke Belanda sejak 1907, yakni Maatschappij tot voortzetting der zaken voorheen J. R. de Vries & Co. Ia juga mengikuti jejak-jejak pamannya dengan bergabung dalam bisnis perkebunan serta bisnis-bisnis lainnya.
Baca Juga: BIOGRAFI JACOB ROELOF DE VRIES 1847-1915 #10: Menerbitkan De Preanger-bode
BIOGRAFI JACOB ROELOF DE VRIES 1847-1915 #11: Berkongsi dengan Jan Fabricius
BIOGRAFI JACOB ROELOF DE VRIES 1847-1915 #12: Pengadilan, Surat Kabar Berbahasa Melayu Pertama di Bandung
Mulai Datang ke Bandung
Tibanya Marten Klaas de Vries ke Bandung, ia jelaskan sendiri pada artikel “Bandoeng's oudste midden stander” (kelas menengah paling tua di Bandung) yang ditulis wartawan dalam Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie (15 April 1936). Di situ antara lain disebutkan M. K. de Vries tiba di Bandung pada 15 Maret 1899, lalu tinggal di hotel milik Moeder Homann yang dikenal sebagai “de Leeuwin van Waterloo” (singa betina dari Waterloo), dan sore hari pertama di Bandung ia diajak pamannya untuk bergabung ke Societeit Concordia. Oleh karena itu, dia juga dikenal sebagai anggota Societeit Concordia yang paling tua.
Selanjutnya, ia bekerja di Toko De Vries. M. K. de Vries inilah yang membawa gagasan baru bagi pengelolaan toko milik pamannya itu. Tokonya dibuat dengan pajangan etalase, yang sebelumnya tidak ada di Bandung. Hal ini menyebabkan para Preanger Planters (tuan kebun) yang turun gunung dan penduduk Eropa di Bandung menertawakannya. Apalagi kaum pribumi, tidak ada yang berani memasuki toko. Itu semua disebabkan karena adanya etalase pajangan. Pemilik toko lainnya, kata M. K. de Vries, di Bandung kala itu ada M. Thiem, manajer Hotel Thiem (Grand Hotel Preanger), toko permata Rauch, pengusaha bangsa Belgia Camille Coorde yang menjadi kepala kampung pertama bangsa Eropa di Bandung, C. A. Hellerman yang berniaga senjata, sepeda, dan lain-lain, kemudian penjahit Hagelsteens, Te Kamp, dan firma Wijs.
Tiga tahun kemudian, M. K. de Vries memperingati 40 tahun kehadirannya di Bandung, sebagaimana yang saya ungkap di awal tulisan. Dalam artikel “40 Jaar Bandoenger. Jubileum M. K. de Vries” dan “Veertig Jaar in Bandoeng” itu disebutkan rumah J. R. de Vries mulanya di lokasi yang pada 1939 menjadi “Indisch Restaurant”. M. K. de Vries bekerja di Warenhuis De Vries, milik pamannya. Menurutnya toko pamannya merupakan toko pertama di Hindia yang memiliki etalase. Meskipun awalnya bumiputra enggan memasukinya, tetapi berkat mempekerjakan Pa Kromo yang berjaga di depan toko, akhirnya bangsa bumiputra mau juga masuk ke Toko De Vries. Konon, Pa Kromo yang mengajak bicara pelanggan pribumi dan membujuknya agar mau diajak singgah ke toko.
Ternyata M. K. de Vries pun mempunyai foto-foto lama Bandung. Konon, di antara koleksi fotonya itu ada peringatan tentang sepeda pertama di Bandung, pendirian Bandoengsche Gymnastiekvereeniging (perhimpunan senam Bandung) yang pertama dan masih memiliki bendera besarnya, pendirian Bandoengsche Schietvereeniging (perhimpunan menembak di Bandung), peletakan batu pertama berbagai gedung besar di Bandung, peletakan batu pertama tempat pertemuan freemason pertama di tempat yang menjadi Javasche Bank, potret tuan kebun Schenk yang turun dari perkebunan Pasir Malang, dan lain-lain.
Fakta M. K. de Vries datang ke Bandung tanggal 15 Maret 1899 terkonfirmasi dari pemberitaan De Preanger-bode edisi 3 Mei 1899. Di situ ada iklan M. K. de Vries yang menawarkan seekor kuda pedati berwarna hitam, dan kuda berwarna coklat untuk menarik delman, dengan alasan karena akan pergi, berangkat atau pulang ke Belanda (“Wegens vertrek te koop”).
Kabar tentang Marten Klaas de Vries yang membuat inovasi untuk Toko De Vries dapat disimak dari De Preanger-bode edisi 3 Agustus 1900. Dalam berita dikatakan, tadi malam (2 Agustus 1900) di Toko De Vries dilakukan percobaan penerangan dengan lampu gas asetilin. Meskipun intensitas cahayanya tidak begitu sempurna, tetapi perbedaannya dengan penerangan lentera minyak tanah kentara sekali. Selain itu, toko itu sekarang diperluas dan memiliki dua ruang depan luas. Galeri muka dibagi dua menjadi dua etalase besar, dikelilingi dinding cermin kaca, yang di dalamnya dipamerkan berbagai jenis barang.
Konon, keseluruhan kesan bangunan toko Eropa itu, adalah jasa M. K. de Vries, seorang pemuda yang sejak lama mengesankan diri sebagai juru rias jendela di Belanda (“Het geheel maakt den indruk van een op de meest moderne wijze ingericht europeesch winkelgebouw, waarvan de eer der uitvoering toekomt aan den heer M. K. de Vries, een jongen man, die in Holland als étaleur zijn sporen reeds lang verdiend heft”). Di samping itu, di Toko De Vries banyak stok barang buatan Jepang yang indah-indah.
Dengan demikian, inovasi M. K. de Vries pada toko milik pamannya sudah dilakukan setahun lebih setelah dia menetap di Bandung. Dengan catatan, untuk melaksanakan inovasi itu, sebagaimana dikabarkan De Preanger-bode edisi 3 Mei 1899, ia harus kembali dulu ke Belanda, dengan maksud barangkali untuk mempelajari dan membeli barang-barang yang diperlukan untuk nantinya dipakai di Toko De Vries.
Setelah menetap di Bandung, M. K. de Vries kian menunjukkan sikapnya sebagai pengikut setia sekaligus orang kepercayaan pamannya, dengan terlibat pada berbagai bidang usaha. Ini terbukti dengan keterlibatannya sebagai komisaris pada Cultuur Maatschappij Tjikasso yang didirikan J. R. de Vries pada 1905 (De Indische Mercuur No. 52, 1905), menjadi tuan kebun (ondernemer) Perkebunan Leuwinanggoeng sejak 1907 (Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie 1913, Deel 1), menjadi komisaris Bandoengsche Bank (De Indische Mercuur No. 34 dan No. 42, 1908), menjadi anggota Soekaboemische Landbouwvereeniging (De Indische Mercuur No. 7, 1915), menjadi komisaris N.V. Maatschappij tot Exploitatie en Bebouwing van gronden te Bandoeng yang didirikan pada tahun 1915 (De Indische Mercuur No. 6, 1916), dan mendirikan N.V. Automobiel Maatschappij M. K. de Vries en Co di Bandung tahun 1920 (De Indische Mercuur No. 11, 1920).
Bahkan M. K. de Vries yang melanjutkan bisnis Toko De Vries, karena J. R. de Vries sekeluarga memutuskan pindah ke Belanda pada 1907. Untuk melanjutkan bisnis itu, M. K. de Vries mendirikan dan menjadi direktur Maatschappij tot Voortzetting der zaken voorheen J. R. de Vries & Co sejak 1907. Perusahaan baru ini bermodalkan 100.000 gulden yang terbagi menjadi 20 lembar saham yang masing-masing bernilai 5.000 gulden (De Indische Mercuur No. 28, 1907).
Di tangan M. K. de Vries, Toko de Vries menjelma menjadi “Warenhuis De Vries” yang gedungnya dibangun kembali pada 1912. Menurut Bataviaasch Nieuwsblad edisi 1 & 2 Februari 1912 dan De Indische Mercuur No. 11 (1912), pada malam 30 Januari 1912, “Warenhuis De Vries” milik Maatschappij tot Voortzetting der zaken voorheen J. R. de Vries & Co dibuka lagi. Konon, seluruh bangunannya sekarang sudah lengkap. Gedungnya diarsiteki oleh Hulswit. Penulis berita terkesan pada bangunan baru itu sehingga mengasosiasikannya dengan toko serba ada di Jerman.
Empat tahun setelah persemian gedung baru, M. K. de Vries menikah dengan Emma Mathilde Baumbach (1880-1961) pada 11 November 1916 di Bandung (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 11 November 1916; genealogieonline.nl). Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Klaas George de Vries (1918-2003) yang dilahirkan di Bandung pada 16 Desember 1918 (genealogieonline.nl). Hingga awal 1930-an, keluarga M. K. de Vries agaknya tinggal di Kantoorweg No. 2, Bandung, sebagaimana yang terlihat dari iklan yang dipasang dalam Uitstapjes in den Omtrek van Tjimahi (1931).
Pada gilirannya, anaknya pula, Klaas George de Vries atau K. G. de Vries, yang mengabarkan ihwal kematian Marten Klaas de Vries pada 1945. Meskipun kematiannya sendiri sebenarnya terjadi pada 18 Desember 1944. Fakta itu saya temukan dari Algemeen Handelsblad edisi 16 November 1945. Di situ diwartakan bahwa K. G. de Vries yang menulis dari Zaandam, pada 27 Oktober 1945, menyatakan bahwa pada hari itu dia menerima kabar duka bahwa ayahnya, Marten Klaas de Vries dari Bandung, meninggal dunia pada 18 Desember 1944 di kamp internir Ambarawa, Pulau Jawa, pada usia hampir 69 tahun.
Agaknya, terlambatnya kabar kematian M. K. de Vries itu disebabkan karena situasinya masih kacau akibat Perang Dunia Kedua. Namun, yang terang, ujung riwayat keponakan kepercayaan Jacob Roelof de Vries itu berakhir sedih, karena dia termasuk orang Eropa yang diinternir Jepang kala menduduki Indonesia. Tempat meninggalnya pun jauh dari tempat awalnya menetap dan menuai kesuksesan sebagai penerus J. R. de Vries, yaitu di Bandung.
* Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Atep Kurnia, atau artikel-artikel lainnya tentang sejarah.