Sentuhan Anak-anak Difabel di Batik Dama Kara
Perusahaan-perusahaan di Bandung skala besar maupun UMKM perlu didorong memfasilitasi kerja bagi teman-teman difabel.
Penulis Emi La Palau10 November 2023
BandungBergerak.id - Tangan Abi dan Rian seperti punya mata sendiri, teliti tapi pasti menorehkan warna-warna ke atas kanvas. Keduanya terampil melukis motif kain dengan metode suminagasih, sebuah teknik kuno melukis dengan bantuan air. Gangguan sistem saraf yang disebut autis tak menghalangi Abi dan Rian untuk berkarya.
Motif demi motif bunga mekar ditorehkan dengan warna merona khas perpaduan antara hijau, merah muda, dan kuning. Karya Abi dan Rian kemudian menjadi ide motif batik khas Rona Bian yang menjadi koleksi volum genap Dama Kara, sebuah brand batik asal Bandung.
Abi dan Rian adalah anak berkebutuhan khusus penyandang autism spectrum disorder atau biasa disebut autis. Mereka berkuliah di Art Therapy Center (ATC) Widyatama, Kota Bandung, dan sedang mengikuti program magang di Dama Kara. Brand lokal ini memang menyediakan program magang khusus untuk anak-anak difabel seperti Abi dan Rian.
Penuh ketelitian, Abi dan Rian menorehkan warna-warna dari kanvas yang telah dilumuri cat basah di atas air, mereka menggunakan teknik suminagasih. Motif bunga mekar ditorehkan. Warna merona khas dari perpaduan antara warna hijau, merah muda dan kuning berpadu. Karya gambar Abi dan Rian itu, menjadi ide motif batik khas Rona Bian untuk koleksi volum genap Dama Kara.
Bheben Oscar salah satu pendiri Dama Kara menjelaskan, sejak awal brand batik ini dibangun untuk bisnis berbasis sosial, khususnya memfasilitasi minat dan bakat anak-anak difabel agar mereka bisa berkarya.
Sebagai pengusaha kain, Bheben mengaku telah mengembangkan sayap-sayap bisnisnya. Sejak itu ia berandai-andai ingin membuat brand yang didasari kepentingan sosial. “Akhirnya kita mulai buatlah si Dama Kara ini,” terang Bheben Oscar, kepada Bandungbergerak di Toko Dama Kara, Jalan Riau, Kota Bandung, Rabu, 8 November 2023.
Batik motif Rona Bian merupakan hasil kolaborasi Abi dan Rian sekaligus menjadi bukti bahwa anak-anak berkebutuhan khusus bisa menghasilkan karya seni bernilai tinggi. Karya mereka menjadi inspirasi bagi Dama Kara dalam mendesai produk-produk fesyen lainnya.
Gayung bersambut. Sejak dua bulan terakhir, batik motif Rona Bian karya Abi dan Rian menduduki penjulan tertinggi sejak diluncurkan.
Dama Kara membuka kerja sama dengan yayasan yang membantu anak-anak difabel. Sejauh ini baru tiga anak berkebutuhan khusus yang magang di Dama Kara.
“Karena sekolah formal untuk anak-anaka disabilitas itu kan rada jarang ya. Apalagi tingkatannya kuliah, kita sih terima setiap semester kita ada yang magang di tempatnya kita. Magangnya di kantor kita. Dia masuk seperti normal pada umumnya, dia datang terus dia kerja,” ungkapnya.
Dari Musibah Kebakaran ke Dama Kara
Tidak mudah menjalankan usaha di bidang fesyen di Bandung yang menjadi salah satu pusat fesyen di Indonesia. Namun seiring perjalanan waktu, Dama Kara kini hadir di hampir semua marketplace yang ada, juga di website sendiri. Tak hanya itu, Dama Kara kerap melenggang pada acara-acara perhelatan fesyen.
Perjalanan Dama Kara tak lepas dari pendanaan perbankan. Dama Kara merupakan finalis Wirausaha Bank Indonesia (WUBI). Bheben mengaku sangat terbantu dengan program kemitraan ini.
“Kebantu banget sih dengan bermitra dengan BI ya. Karena kita jadi tahu oh pameran tuh seperti apa, kita sering dibawa sama BI untuk pameran, kita sering dibawa untuk coaching juga, jadi secara tidak langsung Dama Kara itu maju karena BI juga sih,” kata Bheben.
Perjalanan awal Dama Kara dimulai pada Agustus 2019 lalu. Waktu itu Bheben akan mengirimkan barang ke Kalimantan Timur. Di perjalanan, kapal barangnya terbakar. Barang-barang semua habis terbakar dengan kerguian setengah miliar rupiah.
Ketika itu, Bheben dan istrinya, Dini, sedang berada di Bali. Satu dua bulan setelah kejadian mereka memfokuskan diri untuk mengganti barang yang ludes terbakar. Setelah memenuhi semua kewajiban, akhirnya terpikirlah untuk membuat bisnis yang memiliki dampak sosial.
“Akhirnya waktu itu kita kepikiran, biasanya kalau kita lagi kena musibah ingat Tuhan ya. Jadinya kita intropeksi dirilah ya,” ungkapnya.
Pada akhirnya, Dini mencetuskan ide untuk membuat sesuatu yang lebih berkelanjutan dan berdampak pada lingkungan sosial.
Suatu waktu, Dini menemukan sebuah artikel di internet yang mengungkapkan bahwa ada anak berkebutuhan khusus autis yang pintar menggambar. Dan menggambar menjadi salah satu terapi dalam mendidik anak-anak autis.
Gambar yang dihasilkan memiliki karakter tersendiri. Sehingga tercetuslah ide menggunakan gambar-gambar anak-anak berkebutuhan khusus autis untuk dibuatkan menjadi produk pakaian.
Di saat yang sama, Bheben sempat melihat seorang kawan yang memposting di media sosial sedang melatih anak-anak autism untuk menggambar. Kepada sang kawan ia menyakan yayasan tempat anak-anak tersebut belajar.
“Nah, di situ kita mulai ketemu sama anak-anak spesial, anak-anak yang luar biasa sih menurut kita ya,” kata Bheben.
Dalam pelaksanaannya tentu ada kendala. Tidak mudah menyampaikan satu ide untuk menjadi sebuah produk. Butuh riset dan menghimpun masukan yang panjang. Ia kemudian menggandeng desainer busana.
“Akhirnya kita punya ide hasil gambar ini kita olah,” katanya.
Awalnya, penjualan produk-produk Dama Kara hanya dilakukan secara konvensional, tidak ada strategi marketing. Penjualan masih dilakukan secara individu, kemudian dijual ke marketplace, ke website, dan jejaring aplikasi Whatsapp.
[baca_juga]
Setelah jalan beberapa bulan, tibalah waktu pembagian raport atau pembagian hasil. Pembagian hasil dibagi dua dari penjualan baju tersebut, volum genap merupakan karya anak-anak difabel, sementara volum ganjil merupakan produk-produk nonkarya anak-anak disabilitas.
Dengan begitu, dampak Dama Kara bisa dirasakan oleh penjahit, tukang batik, anak-anak difabel, dan perajin lainnya. Bagi hasil dilakukan setiap bulannya. Walaupun pada awal-awal bagi hasil ini terbilang tidak besar.
“Nah, dari situ kita mikir ya. Kok dampak kita teh kecil gitu. Walaupun pada waktu itu orang tua murid pada bangga sama anaknya. Anak gua ternyata bisa ngasilin duit, bisa bekerja, bisa punya karya,” tuturnya.
Di sisi, Bheben merasa hasil tersebut kurang maksimal. Perlu kerja lebih keras lagi agar Dama Kara lebih terasa dampaknya. Makanya pada 2020 kinerja Dama Kara ditingkatkan.
Sayang, waktu itu pandemi Covid-19 menghantam dunia dan memukul industri fesyen. Bheben banyak kehilangan pelanggan.
Kondisi tersebut menambah semangat bagi Bheben dan Dini untuk mempromosikan Dama Kara. Mereka mulai mengirim pesan melalui driect message (DM) kepada para influencer. Dan ternyata hal itu berhasil. Membuat produk Dama Kara banyak digunakan oleh orang-orang ternama, artis, dan influencer.
Secara bersamaann banyak orang menggunakan produk baju Dama Kara. Permintaan pun kian meningkat. Bheben dan Dini sampai kesulitan untuk memenuhi permintaan konsumen. Banyak karyawan di perusahaan garmen yang harus dirumahkan.
Penjualan kemudian difokuskan melalui pesanan di Whatsapp. Sampai sempat suatu ketika orderan membludak, sampai ada 800 permintaan produk yang masih dalam antrean.
Dengan kondisi permintaan yang membludak, Bheben kemudian memberdayakan karyawan-karyawan yang menganggur.
Dama Kara kemudian menjadi perusahaan yang berdiri sendiri. Tadinya Dama Kara mengandalkan karyawan dari perusahaan lainnya yang dikelola Bheben. Strategi marketing dan branding pun dirancang secara mandiri. Perlahan omzet penjualan Dama Kara semakin meningkat.
“Dampaknya juga ngak cuman satu dua siswa, tapi mulai banyak siswa, terus dari satu yayasan kita jadi dua tiga yayasan (bekerja sama),” ungkapnya.
Bisnis Berkelanjutan dan Inklusif
Kini, Dama Kara telah bekerjasama dengan beberapa yayasan yang membantu anak-anak disabilitas untuk mau berkarya. Seperti Our Dream, ATC Widyatama, dan juga salah satu yayasan di Magelang, Jawa Tengah. Perajin yang dilibatkan semakin meluas.
Di tahun 2021, permintaan batik terus meningkat sepanjang tahun. Sampai di satu gang di Solo para perajin batiknya mengerjakan permintaan Dama Kara saja. Salah satu motif batik yang banyak diminati pasar adalah motif gayatri. Jika biasanya permintaan untuk batik hanya berlangsung sepanjang dua hingga tiga bulan, namun permintaan batik motif gayatri masih terus bertahan hingga sepanjang tahun.
Para perajinnya akhirnya dapat mandiri secara finansial, bisa menikahkan anak, bisa membangun rumah, bisa membeli kendraan pribadi. Semuanya dari batik.
Di tahun 2022, Bheben mengungkapkan pihaknya mulai melebarkan kapasitas produksi. Ia memberdayakan penjahit di daerah Soreang, Cileunyi, dan Garut.
Di tahun yang sama, ia mulai mengimbangi antara permintaan barang dan melakukan penataan. Dama Kara semakin dikenal, kerja sama dan kolaborasi terus dilakukan dengan berbagai pihak. Para perajin dan penjahit diberdayakan, termasuk para anak-anak difabel.
“Akhirnya kita tersadar bahwa niatan kita untuk berbisnis itu ngak semata-mata tuh dengan uang gitu,” ungkapnya.
Dama Kara sendiri awalnya singkatan dari nama anak Bheben, Damira Maika Kana Rania. Namun, Dama sendiri memiliki arti tujuh sudut kebaikan. Seperti halnya tujuh sudut kebaikan yang ada di Borobudur yang berisi kebaikan. Kara sendiri adalah santan atau kelapa yang memiliki banyak manfaat pada masyarakat. Jadi, Dama Kara berarti kebaikan yang bermanfaat buat banyak orang.
Saat ini, ada dua jenis produk pakaian yang menjadi andalan produk Dama Kara. Pertama, volum genap khusus untuk motif yang dihasilkan oleh anak-anak difabel. Tak hanya gambar, karya rajutan pun digunakan sebagai motif dalam produknya. Kedua, ada jenis volum ganjil yang merupakan karya anak-anak umum.
Hasil penjualan produk Dama Kara lalu dibagikan kepada anak-anak difabel yang terlibat. Dan untuk volum ganjil hasilnya juga dibagikan kepada para kolaborator. Tak hanya itu, Bheben juga menyisihkan dana hasil penjulan untuk pengembangan pendidikan anak-anak difabel, seperti untuk membeli peralatan membatik, kuas, cat, juga untuk kebutuhan guru-guru mereka.
“Jadi dia muter (berkelanjutan),” katanya. “Ada biaya untuk mengembangkan si skil anak-anaknya, setelah anak-anak bisa menggambar, menghasilkan karya, karyanya dibuat baju. Muter terus seperti itu.”
Kini, Dama Kara mempunya 21 karyawan tetap. Untuk perajin batik ada sekitar 20an orang, dan penjahit ada sekitar 15 orang.
Penguatan Ekosistem Digitalisasi
Dama Kara memanfaatkan teknologi digital dalam melebarkan peluang. Bheben mengungkapkan ketika dulu pihaknya masih serba manual, namun kini bisnisnya telah terintegrasi dengan teknologi digital. Ada sekitar 18 ribu item di gudang Dama Kara, jadi sudah tidak memungkinkan untuk menggunakan cara-cara manual.
“Aku kebantu banget sama beberapa. Pertama nih dari marketing digitalisasi pasti kita ikutin, kita penjualan melalui website sendiri. Sebagai langkah kita untuk punya toko sendiri di onlinnya, website, marketplace juga tetap kitai kutin,” ungkapnya.
Selain itu, digitalisasi dari segi operasional juga dilakukan. Bheben merasa sangat terbantu dengan aplikasi-aplikasi yang terintegrasi.
Kini, Dama Kara terus menjadi perbincangan. Produknya telah sampai ke pasar dunia. Ketika mengikuti pameran, banyak pembeli dari berbagai negara. Selain itu, Dama Kara juga telah menjadi produk oleh-oleh favorit ketika ada pelanggan yang akan kembali ke luar negeri.
Satu hal yang belum tercapai dari hadirnya Dama Kara. Bheben mengungkapkan pihaknya ingin membuat sebuah yayasan yang mampu memberdayakan anak-anak difabel.
“Mungkin pengin saya sampaikan adalah ketika kita punya niatan baik, punya tujuan yang mulia gitu ya. Segerakanlah untuk memulai, karena kita ngak tahu ujungnya ke mana gitu. Dama Kara salah satu bukti bahwa sebenarnya bisnis itu ngak melulu dimulai dengan rencana keuangan gitu,” ujarnya.
Belum Banyak Perusahaan di Bandung Menerima Tenaga Kerja Difabel
Bandung merupakan kota jasa yang memiliki banyak perusahaan nasional maupun lokal. Bandung juga memiliki angka difabel yang tidak sedikit, yakni 8.600 orang menurut data 17 Desember 2022. Namun masih sedikit perusahaan di Bandung yang menerima tenaga kerja dari teman-teman difabel.
Dari total 8.600 jiwa teman difabel, belum semua masuk ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Fungsi DTKS antara lain untuk pendataan penerima bantuan dari pemerintah. Jumlah difabel yang sudah masuk DTKS Kota Bandung sebanyak 5.500 orang.
Data dari Disnaker Kota Bandung mencatat saat ini baru ada 159 difabel yang tersebar di 68 perusahaan di Kota Bandung. Artinya masih sedikit perusahaan yang sudah menggunakan jasa difabel.
Padahal menurut amanat UU No 8 tahun 2016 tentang disabilitas, perusahaan harus menyediakan satu persen dari jumlah pekerjanya bagi difabel. Kota Bandung juga memiliki Peraturan Daerah Nomor 26 tahun 2009 tentang aturan serupa.
Angka penyandang disabilitas di Kota Bandung sendiri mengalami peningkatan dalam 8 tahun terakhir. Pada 2015 jumlah teman-teman difabel di Kota Bandung mencapai 5.359 orang yang kemudian naik menjadi 8.600 orang tahun 2022 (data makalah UIN SGD Bandung).
Secara nasional, menurut pendataan Kemensos pada 9 provinsi di Indonesia terdapat 299.203 jiwa difabel dan 10,5 persen (31.327 jiwa) merupakan penyandang difabel yang mengalami hambatan dalam kegiatan sehari-hari.
Sekitar 67,33 persen difabel tidak mempunyai keterampilan dan pekerjaan, serta jumlah difabel tertinggi berada di provinsi Jawa Barat (50,96 persen).
*Kawan-kawan bisa membaca reportase-reportase lain dari Emi La Palau, atau tulisan-tulisan lain tentang UMKM maupun warga difabel