KABAR DARI REDAKSI: Persekutuan Liputan Infrastruktur Jawa Barat
Jawa Barat menjadi lokasi banyak proyek infrastruktur Jawa Barat. Apakah megaproyek-megaproyek ini mendorong kesejahteraan rakyat.
Penulis Tim Redaksi15 November 2023
BandungBergerak.id - Sebuah entitas media zaman kiwari rasanya tidak mungkin berjalan tanpa persekutuan, istilah lain dari kolaborasi. Persekutuan ini juga yang dilakukan BandungBergerak.id baru-baru ini untuk menyoroti pembangunan infrastruktur-infrastruktur raksasa di Jawa Barat.
Jawa Barat telah memasuki rezim pembangunan infrastruktur nasional dalam beberapa dekade ke belakang, mulai dari pembangunan waduk Jatigede, Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, sejumlah pembangkin listrik tenaga geothermal (panas bumi), dan Kereta Cepat Jakarta Bandung yang kini dikenal Whoose.
Proyek-proyek infrastruktur tersebut menjadi tema liputan persekutuan yang diinisiasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung dan BandungBergerak.id dengan dukungan Kurawal Foundation.
Liputan bareng ini mengambil sudut pandang rakyat sebagai pihak yang pertama merasakan dampak pembangunan infrastruktur. Mengapa sudut pandang ini yang kami soroti? Karena konsititusi telah memandatkan kepada negara bahwa pembangunan ditujukan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, bukan kepengtingan penguasa, pengusaha, atau investor. Karena sejatinya rakyatlah yang berdaulat.
Pertanyaannya, apakah benar rakyat diuntungkan dengan adanya megaproyek-megaproyek di Jawa Barat? Pembangunan infrastruktut di Majalengka mendapat porsi cukup banyak dalam proyek liputan persekutuan ini. Salah satunya mengenai potret kelas buruh di Majalengka.
Baca Juga: KABAR DARI REDAKSI: Rapat Redaksi Terbuka Pertama
KABAR DARI REDAKSI: Survei Audiens BandungBergerak.id 2023, Kami akan Lebih Sering Bertatap Muka dengan KawanBergerak dan Komunitas
KABAR DARI REDAKSI: Rapat Redaksi Terbuka #2, Ide-ide Segar yang Menggerakkan Kami
Majalengka sedang disulap menjadi pusat industri baru di Jawa Barat. Sejumlah megaproyek dibangun di dataran yang berjarak sekitar 120 kilometer dari Kota Bandung ini, mulai bendungan alias waduk Jatigede, dari Bandaran Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Tol Cikampek-Palimanan (Cipali), hingga Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) yang belum lama ini diresmikan. Majalengka, bersama sejumlah daerah lain di Pantai Utara (Pantura) juga menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) Segitiga Rebana.
Faktanya, kelas buruh di Majalengka gundah karena upah minimum mereka rendah, jebor-jebor (pabrik-pabrik genting tradisional) Jatiwangi mengalami kesulitan regenerasi karena banyak buruh yang beralih kerja ke pabrik-pabrik moderen yang banyak berdiri di sana, begitu juga dengan petani yang banyak kehilangan lahan produktif mereka karena tergusur pembangunan PSN. Dan lahan-lahan pertanian juga ditinggalkan para petani muda karena sumber daya manusia Majalengka tersedot industri.
Lingkaran setan seperti sedang terjadi di Majalengka. Pola serupa juga terjadi dalam pembangunan BIJB Kertajati yang tayang di Project Multatuli, kemudian pembangunan Waduk Jatigede yang tayang di AyoBandung dan Mongabay.
Kereta Cepat Jakarta Bandung juga demikian. Liputan persekutuan Whoose menghasilkan tiga laporan mendalam hasil di tiga media, yakni BandungBergerak.id, Radar Bandung, dan Pikiran Rakyat.
Secara visual, dampak kereta cepat ini terangkum pula dalam cerita foto tentang warga dan lahan sawah yang terdampak. Dalam esai foto ini tampak beberapa dampak sosial dan lingkungan pembangunan Whoose, mulai dari penutupan sawah oleh berangkal proyek, tersumbatnya sungai, hilangnya mata air, hingga rusaknya permukiman warga. Kasus ini misalnya terjadi di Kampung Pasir Salam, di pinggiran barat Desa Sempur, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta.
Dari kereta cepat dan megaproyek-megaproyek di Pantura, kita beralih ke industri ekstraktif pembangkit listrik tenaga uap geothermal di Ciwidey dan Cianjur. Dari kedua liputan ini, dampak positif terhadap rakyat juga tak terasa. Liputan ini dikerjakan oleh BandungBergerak.id dan Trimurti.id.
Akhir kata, liputan-liputan model persekutuan tentu bukanlah yang terakhir. Dibutuhkan banyak kerja-kerja bareng yang lebih intens agar arah pembangunan benar-benar untuk rakyat.