PROFIL MATABUMI: Dari Kumpul Alumni ke Penjelajahan Bumi
Komunitas Matabumi ini diikuti anggota beragam usia, mulai anak-anak, pemuda, sampai lanjut usia. Mereka tekun menelusuri rupa dan muka bumi.
Penulis Virliya Putricantika28 Oktober 2021
BandungBergerak.id – Halaman Museum Geologi di Jalah Diponegoro Kota Bandung menjadi saksi hampir seluruh aktivitas jelajah geotrek, perjalanan jelajah alam yang rutin diselenggarakan komunitas Matabumi. Awal September 2021, sekali lagi kelompok itu menjadikan halaman museum sebagi tempat berkumpul untuk memulai jelajah geotrek yang ke-46, yang kali ini menuju Gunung Papandayan.
Jelajah geotrek menuju Gunung Papandayan sudah di umumkan dalam akun Instagram kelompok itu @matabumi_id sejak Mei 2021. Jelajah ke-46 ini merupakan jelajah pertama yang diselenggarakan tahun 2021. Aktivitas jelajah geotrek sebelumnya digelar November 2020 lalu menuju Gunung Singa di Kabupaten Bandung.
Perjalanan ke Gunung Papandayan terhitung nekat dengan spekulasi pengaturan pengetatan oleh pemerintah menghadapi pandemi Covid-19 makin longgar. Ternyata rencana tinggal rencana. Pandemi mengganas sehingga jadwal jelajah geotrek terpaksa diundur berbulan-bulan. Jelajah menuju Gunung Papandayan akhirnya bisa diselenggarakan pada 4 September 2021.
Kelompok Matabumi sudah berusia 11 tahun. Berdiri tanggal 6 Juli 2010. Kelompok tersebut menjadi wadah alumnus jurusan Pendidikan Geografi, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung. Penulis buku Bandung Purba, dosen, peneliti, sekaligus anggota Masyarakat Geografi Indonesia, T Bachtiar, yang juga lulusan jurusan Pendidikan Geografi UPI, salah satu pendirinya.
Kegiatan jelajah geotrek berawal dari obrolan santai alumnus Jurusan Pendidikan Geografi UPI yang memiliki hobi yang sama yakni beraktivitas di alam terbuka. Tapi tidak sekadar jalan-jalan. Jelajah yang dilakoni sekaligus menjadi tempat berbagi ilmu morfologi bumi. Aktivitas tersebut yang kemudian diperkenalkan oleh komunitas Matabumi dengan istilah jelajah geotrek.
Matabumi punya definisi sendiri soal aktivitas mereka. Dalam salah satu postingan di akun Instagram komunitas ini saat mendokumentasikan perjalanan menjelajah Sungai Citarum di Cikahuripan, Kabupaten Bandung Barat, menyebutkan geotrek adalah perpaduan antara petualangan, ilmu pengetahuan, kegembiraan, persahabatan, dan makan yang disediakan dan disajikan warga setempat.
Ketua Matabumi Rony Noviansyah mengungkapkan perjalanan jelajah geotrek awalnya hanya diikuti oleh alumnus Pendidikan Geografi. Belakangan muncul ide untuk mengajak khalayak umum mengikuti perjalanan tersebut, sekaligus untuk berbagi ilmu tentang geomofologi.
“Selain ingin memiliki wadah untuk tracking di luar kampus, juga ingin bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Rony.
Responsnya di luar dugaan. Pesertanya selalu membludak. Kuota peserta yang dipatok selalu terisi penuh.
Baca Juga: PROFIL SRIKANDI PASUNDAN: Wadah Aspirasi dan Aksi Transpuan
PROFIL AKSI KAMISAN BANDUNG: Sewindu Merawat Ingatan
PROFIL WALHI JAWA BARAT: untuk Kerja-Kerja Penyelamatan Lingkungan
PROFIL AJI BANDUNG: Bukan Sekadar Kumpulan Wartawan Antiamplop
PROFIL PBHI JAWA BARAT: Dari Penggusuran Tamansari sampai Korban Salah Tangkap Polisi
Sebelas Tahun Perjalanan Matabumi
Hingga saat ini Matabumi sudah menggelar 46 kali perjalanan jelajah geotrek. Tempat yang dituju selalu berbeda. Perjalanan pertama komunitas menuju Curug Tilu di kawasan kaki Gunung Burangrang, Kabupaten Bandung Barat.
“Penentuan tempat dan jalur pada kegiatan perjalanan tergantung pada kajian ilmu, seperti menarik untuk disampaikan pada masyarakat umum juga pertimbangan mudah atau sulitnya jalur yang akan dilalui,” ujar Rony.
Perjalanan yang paling berkesan bagi Rony adalah saat jelajah geotrek diputuskan menyambangi Gunung Anak Krakatau, dan Taman Nasional Ujung Kulon. Treknya terhitung paling lengkap. Jelajah tak melulu menyusuri gunung dan lembah, tapi sekaligus juga lautan.
Yang khas dari jelajah geotrek Matabumi adalah keberadaan pengampu, atau istilah komunitas ini interpreter. Yakni pembimbing, pemandu, sekaligus narasumber yang akan menerangkan pada peserta perjalanan berbagai fenomena kebumian unik yang ditemui sepanjang jalan.
Duo interpreter andalan dalam setiap jelajah geotrek Matabumi, yakni T Bachtiar, dan almarhum Budi Brahmantyo. Almarhum Budi meninggal dunia dalam kecelakaan bus di Tol Padaleunyi saat dalam perjalanan menuju Gunung Papandayan bersama kawan-kawannya Angkatan 82 ITB.
Almarhum Budi Brahmantyo merupakan dosen, sekaligus pakar geologi Institut Teknologi Bandung (ITB). Almarhum terakhir didapuk menjadi interpreter bersama T Bachtiar dalam jelajah geotrek Matabumi menuju Kawah Ratu Gunung Salak pada akhir Januari 2018 lalu.
Sebuah video pendek di akun Instagram Matabumi menayangkan perjalanan menuju Kawah Ratu Gunung Salak. Lebih dari tiga puluh orang, pria-wanita, beragam usia, bersama-sama menyusuri jalur pendakian menuju areal puncak Gunung Salak. Tak lupa sejumlah lokasi menawan disinggahi, di antaranya Curug Pangeran yang berada di kawasan Gunung Bundar Pasir Reungit di Gunung Salak. Tak lupa ritual berfoto bersama di penghujung destinasi utama menjadi menu wajib jelajah geotrek komunitas Matabumi.
Tak Ada Batasan Usia
Jelajah geotrek yang digelar komunitas Matabumi kerap harus melewati medan perjalanan yang terhitung sulit. Tapi komunitas tersebut tidak membatasi usia pesertanya.
Walhasil, peserta perjalanan jelajah geotrek beragam. Pria, wanita, anak-anak, anak muda, hingga orang tua. Jumlahnya pesertanya bisa mencapai 40 orang.
Sudah sebelas tahun Matabumi menggelar jelajah geotrek. Saking lamanya, bahkan ada peserta yang sudah membawa cucunya untuk mengikuti perjalanan komunitas tersebut. Anggotanya pun makin guyub.
“Udah dari lama kita ikut geotrek ini, makanya udah akrab sama yang lain,” ujar Yudi, salah satu anggota Matabumi.
Komunitas Matabumi kini makin dikenal luas masyarakat umum. Aktivitasnya jelajah komunitas tersebut mendorong pengembangan geowisata, hingga pengenalan keanekaragaman keunikan rupa muka permukaan bumi. Yakinlah, kebermanfaatan komunitas ini bagi masyarakat luas akan terus mengalir seiring berjalannya waktu.