• Berita
  • Program Pengelolaan Sampah dengan Maggot di Kota Bandung Kurang Terkoordinasi dan Perlu Melibatkan Komunitas

Program Pengelolaan Sampah dengan Maggot di Kota Bandung Kurang Terkoordinasi dan Perlu Melibatkan Komunitas

Program pengelolaan sampah dengan maggot atau maggotisasi yang digulirkan Pemkot Bandung dianggap kurang matang dan dikhawatirkan gagal.

Belatung maggot black soldier fly (BSF) yang bisa diolah menjadi pakan kucing, Senin (12/11/20121). (Foto: Ahmad Abdul Mugits Burhanudin/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah27 November 2023


BandungBergerak.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung akan menjalankan program maggotisasi untuk mengatasi sampah organik di tengah ancaman Bandung lautan sampah yang semakin nyata. Program pengelolaan sampah dengan larva lalat black soldier fly (lalat BSF) ini dinilai kurang cermat dan tergesa-gesa untuk menghasilkan cara-cara instan agar Bandung keluar dari darurat sampah.

Rencananya, program maggotisasi akan disebar di 151 kelurahan Kota Bandung. Pemkot Bandung telah menyiapkan sedikitnya 600 orang melalui pelatihan untuk menjadi penyuluh pengelolaan sampah di setiap kelurahan ini.

"Ada 600 orang yang sudah dilatih untuk menjadi penyuluh pengolahan sampah. Mereka yang akan mengolah maggot per keluarahan dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang sistem pengolahan sampah," kata Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna, dalam siaran pers Rabu, 22 November 2023.

Sejak TPA Sarimukti terbakar dan mengalami kelebihan kapasitas, volume sampah di Bandung Raya khususnya Kota Bandung yang bisa dibuang ke TPA di Kabupaten Bandung Barat tersebut terus dibatasi. Di saat yang sama, volume sampah yang dihasilkan tidak malah berkurang melainkan terus bertambah.

Sudah lama pegiat lingkungan menyarankan agar proses persampahan di Kota Bandung direformasi dengan cara pemilahan sampah organik dan nonorganik. Namun peringatan ini kurang mendapat respons seriu bagi dari Pemkot Bandung maupun pemerintah provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan data yang diolah BandungBergerak.id, setiap tahunnya sampah organik di Kota Bandung mengalami peningkatan. Di tahun 2009-2021, sisa makanan dan daun sekitar 736.76 meter kubik per hari. Sampah organik memegang porsi terbanyak dalam produksi sampah di Kota Bandung selain sampah nonorganik seperti plastik, kertas, kayu, juga sampah dari limbah B3 seperti bahan-bahan baku berbahaya.

Persoalan sampah organik dan nonorganik merupakan persoalan serius yang dihadapi oleh Pemkot Bandung, persoalan serius  bahkan darurat sampah ini sering kali mengalami kebuntuan di tengah jalan akibat ketergesaan, seperti maggotisasi yang dikritik oleh para penggiat dan komunitas maggot.

Pegiat maggot dari komunitas Ngadaur Tubagus Ari menilai, maggotisasi yang dilakukan oleh Pemkot Bandung kurang terencana dengan baik. Menurutnya, Pemkot Bandung tidak cukup menjalankan magotisasi dengan mengandalkan para penyuluh yang dilatih dalam waktu singkat.

"Ini terlalu jauh, untuk dilaksanakan oleh Pemkot Bandung dan terlalu terburu-buru. Maggotisasi masih memerlukan tahap-tahap dan pencermatan lebih dalam," kata Tubagus Ari, saat dihubungi oleh BandungBergerak.id, Jumat, 24 November 2023.

Ari juga menyebut perlunya edukasi bila akan disebar ke kelurahan-kelurahan, karena berdasarkan pengalaman yang pernah ia lalui maggot memiliki stigma negatif di masyarakat. Sehingga masyarakat juga perlu mendapatkan edukasi. Selain itu, siklus dari pembibitan untuk budidaya perlu diperhatikan secara serius.

"Jika diberikan ke kelurahan perlu edukasi. Siklus harus diperhatikan, antisipasi masyarakat perlu diperhatikan, kami-kami pernah mengalami itu, ini perlu dievaluasi," jelas Ari.

Baca Juga: Darurat Sampah, Pemkot Bandung Seharusnya Menjalankan TPS Terpilah
Taktik Ciamik Penguraian Sampah Organik
Data Produksi Sampah Harian Berdasarkan Jenisnya di Kota Bandung 2009-2021: Sampah Sisa Makanan Jadi Penyumbang Terbesar

Koordinasi antardinas Harus Jalan

Program maggotisasi ini memerlukan koordinasi antardinas atau organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemkot Bandung dan komunitas. Selama ini, komunitas dan para pegiat maggot tak pernah dilibatkan secara serius dalam mengatasi problem sampah di Kota Bandung.

"Dinas-dinas berkoordinasi dan bekerja sama. Tolong kami jangan-jangan bingung tapi arahnya tidak benar kan yang beratkan rakyat. Apakah tahu maggot mati ketika gagal panen seperti apa. Ini harus dievaluasi, kalau emang mau jangan sampai hanya program buang-buang anggaran. Jangan bikin program yang gak matang," ungkap Ari.

Menurutnya, pengelolaan sampah oganik untuk skup Kota Bandung bukan pekerjaan mudah. Sebagai gambaran, kata Ari, data food waste terbaru di Kota Bandung mencapai 1.389 ton per hari. Ari bersama komunitasnya hanya sanggup mengelola 5-6 ton per hari.

Hal yang sama dituturkan oleh aktivis lingkungan dari Paguyuban Pegiat Maggot Nusantara yang menyebutkan penyelesaian situasi darurat sampah di Kota Bandung harus berjalan seirama antara organisasi dan perangkat daerah. Organisasi ini menilai pembentukan Satgas Darurat Sampah Kota Bandung masih berjalan sendiri-sendiri.

Ardhi, perwakilan dari Paguyuban Pegiat Maggot Nusantara mengatakan penanganan sampah organik dengan program maggotisasi memerlukan inventarisasi yang matang dan tidak bisa diserahkan begitu saja ke kelurahan.

"Itu akan jauh efektif Pemerintah Kota Bandung menginvertarisasi para pegiat maggots di Kota Bandung," ungkap Ardhi saat dihubungi BandungBergerak.id, Jumat, 24 November 2023.

Tanpa perencanaan yang matang ia khawatir program maggotisasi akan gagal. Salah satu yang perlu diperhitungkan adlaah penyediaan sampah organik. Para penggiat maggot sering mengalami kesulitan dalam hal penyediakan sampah organik ini.

Anehnya, Pemkot Bandung justru malah melakukan pemusatan pengelolaan sampah orgnik di kelurahan-kelurahan. Mestinya pengelolaan maggot tersebut melibatkan komunitas, bukan terpusat di kelurahan.

"Kenapa itu diberikan ke kelurahan, yang saya berani jamin 90 persen lurah itu gak ngerti maggot BSF itu apa. Bahkan, mengelola sampah organik pun tak ngerti itu bisa jadi. Kalau saya dilihat dari situ, kami anggap ini satu langkah yang salah dan rentan ke gagalan," ungkap Ardhi.

Siklus hidup maggot black soldier fly tidak lama. Untuk memahami siklus hidup maggot lalat BSF setidaknya memerlukan waktu tiga bulan. Jadi tak cukup hanya melalui pelatihan singkat.

"Tiga bulan (pelatihan) baru bisa mengerti. Apakah bisa menghabiskan targetnya, nah menurut kami gak mungkin," jelasnya.

Selain itu, tempat budidaya hanggar maggot yang ada di kelurahan-kelurahan tidak memenuhi kapasitas yang layak. Hanggar ini mesti mencakup ruang untuk penanaman bibit atau budidaya.

"Desain yang dibuat kapasitasnya tidak memadai. Kapasitas yang dibelikan box 30 x 40. Dan, itu sudah dikunci tidak diubah. 100 buah. Setelah kami itung kemarin untuk mitigasi kegagalan itu mungkin terjad, belum lagi masalah bibitnya itu di mana. Desain tempat gak ada dinding dan gak ada atap. Betul-betul terburu-buru," tuturnya.

Ardhi menyebut dari keseluruhan kelurahan yang direncanakan oleh Pemkot Bandung menjadi tempat sentralisasi maggotisasi, disebut tidak siap juga dalam penataan dan pelaksanaan.

"Nah, banyak hal lain kalau dicermati. Tidak ada penampung sampah organik. Cenderung banyak predator burung," sebut Ardhi.

Harapnya, para penggiat maggot baik dari Paguyuban Pegiat Maggot Nusantara atau penggiat maggot lainnya bisa dilibatkan dalam rencana, kapasitas, hingga mitigasi. Sayangnya, langkah ini belum terlihat.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain dari Muhammad Akmal Firmansyahserta artikel-artikel lain tentang pengelolaan sampah

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//