Memories of Peru: Melihat Potret Hitam Putih Kehidupan Masyarakat Peru dari Bandung
Pameran bersejarah terjadi di Galeri Pusat Kebudayaan, Bandung. Memamerkan foto-foto hitam putih karya para fotografer Peru, negeri nun jauh di Amerika Latin.
Penulis Salma Nur Fauziyah27 November 2023
BandungBergerak.id - Barangkali tidak banyak orang Indonesia mengenal negara di Amerika Latin ini secara mendalam. Hal yang terpikirkan mengenai Peru mungkin situs bersejarah Machu Pichu, Ibu Kota Kerajaan Inka ataupun mungkin sebatas bangunan-bangunan megah di Ibu Kota Lima. Padahal, Peru dan Indonesia telah menjalin hubungan bilateral selama 30 tahun.
Dengan maksud inilah, Kedutaan Besar Peru di Indonesia mencoba memperkenalkan kebudayaan Peru kepada masyarakat Indonesia. Lewat koleksi potret para fotografer Peru dari rentang waktu 1890 - 1950, Kedubes Peru ingin mengajak masyarakat bertamasya ke masa lalu dan memperkenalkan wajah Peru ke khalayak luas.
Bandung menjadi kota pertama dalam upaya menyebarkan informasi terkait Peru di kota-kota di Indonesia. Kota Bandung dipilih karena lokasinya yang dekat dengan Jakarta. Dalam hal ini, Kedutaan Besar Peru bekerja sama dengan Galeri Pusat Kebudayaan, Jalan Naripan, untuk mewujudkan pameran foto Memories of Peru: Photos from 1890 -1950 yang berlangsung dari tanggal 3 November – 10 November 2023 lalu.
Isa Perkasa sebagai kurator Galeri Pusat Kebudayaan mengaku, kerja sama ini terbentuk dari ketidaksengajaan. Pihak Kedubes Peru langsung menyambati Galeri Pusat Kebudayaan meski dalam kondisi yang minim soal informasi tempat di Kota Bandung.
“Mereka dengan medsos sekarang tuh kan sudah canggih dan mereka mencari melalui IG Galeri Pusat Kebudayaan. Akhirnya, terhubunglah dengan kita di sini,” ungkap sang kurator, saat menceritakan proses kerja sama yang tidak disengaja ini.
Pameran ini tidak hanya berhenti menapakkan kakinya di Galeri Pusat Kebudayaan saja. Pada waktu yang akan datang, Memories of Peru akan kembali digelar di Galeri Soemardja, Institut Teknologi Bandung (ITB).
Waktu persiapan yang singkat menjadi salah satu kendala yang ditemui. Selaku kurator galeri, Isa mengaku mempersiapkan pameran ini sekitar dua minggu saja. Banyak hal yang perlu dibenahi seperti penyesuaian caption untuk setiap foto sesuai dengan ketentuan galeri. Singkatnya waktu ini membuat penjelasan foto pun tidak sempat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ataupun Inggris.
“Akhirnya, kita olah (red- caption). Kita pindahkan file-nya ke desain standar di sini ya,” jelas Isa.
Potret Hitam Putih Ciamik dan Penuh Kenangan
Terdapat 79 koleksi foto karya para fotografer Peru. Foto tersebut beragam, mulai dari potret keluarga, kehidupan masyarakat Peru, lanskap pemandangan alam, hingga potret yang menampilkan arsitektur bangunan megah pun terpajang. Semuanya bersatu padu dan merangkai sebuah cerita kehidupan Peru dalam kurun waktu 1890 – 1950.
Foto yang ditampilkan membawa banyak gambaran bagaimana kehidupan masyarakat Peru saat pasca-kolonial. Potret hitam-putih ini seakan-akan menyeret kita kembali ke masa lampau.
Tidak hanya menggambarkan sebuah cerita kehidupan masa lampau, jepretan foto-foto ini mengundang banyak peserta tertarik akan teknik pengambilan foto tersebut. Isa menceritakan memang ada beberapa pengunjung yang datang berlatar belakang wartawan dan fotografer. Mereka semua terkagum-kagum saat melihat hasil arsip foto yang dipajang di pameran tersebut.
“Ada fotografer dari wartawan Republika yang cukup senior datang ke sini. Dia ke sini terkaget-kaget.’ Ini keren, ini bagus sekali. Saya sangat beruntung bisa melihat ini’ Dan yang lain juga sama,” jelas Isa saat menjelaskan ada beberapa pengunjung berprofesi fotografer begitu antusias melihat-lihat pameran foto tersebut.
Poster besar yang dipajang di luar menarik Syafiq (22 tahun), seorang mahasiswa Seni Rupa di Institut Seni Budaya Indonesia, untuk menapakan kaki ke pameran foto. Ia mengaku baru pertama kali bekunjung ke pameran itu, meski sebelumnya pernah berkunjung ke galeri untuk acara pameran lainnya.
Sebagai mahasiswa seni rupa, Syafiq mengaku tentu punya ketertarikan terhadap dunia fotografi atau hal-hal yang berkaitan dengan seni visual. Ia merasa terkesan dengan hasil jepretan foto yang ditampilkan. Seakan-akan foto-foto bercerita mengenai apa yang terjadi pada Peru pada zaman tersebut.
“(Fotonya) keren banget sih. Maksudnya keren tuh, bisa nangkap situasi... Ya, gak tahu ya mereka pakai kamera apa atau device apa gitu buat menangkap momen itu. Tapi, kayak sangat bersejarah aja gitu, mahallah gitu. Seakan-akan itu suatu yang, apa yang disebutnya, memorable gitu buat mengenang zaman yang ada,” ungkap Syafiq mendeskripsikan hasil jepretan foto yang dipamerkan.
Baca Juga: Cerita Sudarsono Katam dari Foto-foto Bandung Abad ke-19
Pameran Foto Permakaman Korban Perang di Ereveld Pandu
Pameran Foto Kisah Senyap, dari Penggusuran Tamansari hingga Kerusakan Sungai di Papua
Sebuah Harapan ke Depan
Pengunjung pameran lainnya, Septi merasa pameran ini tidak boleh terputus hanya di Galeri Pusat Kebudayaan. Bersama temannya Shaftian, mereka merupakan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknologi Bandung (STTB), yang berkunjung atas ajakan teman. Berbeda dengan teman sejawatnya, Shaftian berharap pameran ke depannya tidak hanya sekedar karya foto saja.
“Terus lanjutin aja, pasti banyak hal menarik yang belum ditunjukin juga, kan,” ucap Septi.
Lain dengan kedua mahasiswa STTB, Syafiq mengharapkan adanya sesi diskusi (red- bedah karya) entah dengan seniman fotografinya yang masih hidup atau kerabatnya. Kegiatan seperti itu menurutnya menarik untuk dilaksanakan jika event seperti ini berlanjut ke depannya.
Harapan-harapan tersebut pada akhirnya tidak akan menjadi angin lalu. Isa Perkasa berkata, sudah ada obrolan dengan Kedubes Peru untuk menyelenggarakan kegiatan kebudayaan berikutnya. Meski tanggal mainnya belum keluar, tetapi Isa tetap antusias dengan hal ini. Ditambah solidnya persahabatan Kedubes Amerika Latin memperkuat adanya hilal kerja sama kegiatan ini dengan kedubes negara-negara Amerika Latin selain Peru.
“Belum kita tahu, ya karena mereka yang memprogram itu. Hanya pembicaraan. Tapi saya juga mengusulkan kalau misalnya yang dipamerkan di sini adalah karya-karya seniman Indian,” jelas Isa.
Menurut Isa, pameran ini memberikan inspirasi pada kita. Muncul pertanyaan mengapa kita (Indonesia) tidak melakukan hal serupa seperti apa yang diupayakan Kedubes Peru. Dari segi kekayaan kebudayaan dan peristiwa, Indonedia tidak kalah kaya dengan apa yang Peru dapat sajikan dalam pameran ini.
“Salah satu yang kita kalah itu arsip,” ujar sang kurator sambil mensesalkan mengapa arsip kita tidak lengkap dan kurang terawat.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan lain dari Salma Nur Fauziyah, atau artikel-artikel menarik lain tentang Pameran Foto