• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Stop Diam-diam Merekam Orang di Tempat Umum!

MAHASISWA BERSUARA: Stop Diam-diam Merekam Orang di Tempat Umum!

Merekam aktivitas atau objek di tempat umum diperbolehkan selama kedua hal tersebut bersifat publik dan bukan bersifat pribadi. Hargai hak privasi.

Apriani Lasole

Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Pasundan (Unpas) Bandung

Warga merekam dan menonton Kereta Cepat Jakarta Bandung yang melintasi jalur rel Tegalluar, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, 16 November 2022. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

2 Desember 2023


BandungBergerak.id – “Takut banget dijadiin konten bersyukur”. Pernah tidak, kamu mendengar atau melihat komentar di sosial media seperti kutipan tersebut? Ya! Apa-apa serba divideoin dan disebar ke sosial media, itu memang menyeramkan banget. Dalam sebuah artikel yang dimuat oleh uici.ac.id melaporkan bahwa sampai dengan Januari 2023, pengguna sosial media di Indonesia telah mencapai angka 167 juta orang. Hal ini berarti dapat dikatakan bahwa semakin berkembangnya sosial media, maka semakin banyak pula pengguna sosial media. Siapa pun dapat membuat konten dan diunggah di media sosial.

Tidak sedikit masyarakat yang kemudian terjun ke dunia content creator. Mereka yang menjadi content creator sering membagikan kegiatan, informasi, hiburan hingga konten yang bersifat mengedukasi kepada masyarakat luas melalui akun sosial media yang dimiliki. Akan tetapi, terlepas dari banyaknya konten-konten berkualitas yang sering ditemui di sosial media, kita kerap kali menemukan konten yang dapat dikatakan berbahaya, aneh, hingga melanggar privasi orang lain. Salah satunya adalah konten yang menampilkan video hasil merekam kegiatan orang secara diam-diam di tempat umum.

Dengan berkembangnya media sosial, mereka yang hanya menginginkan kontennya ramai dan viral menyebabkan banyaknya tindakan yang melanggar privasi. Padahal jika ditinjau kembali, perbuatan mengambil dan mengunggah foto atau video seseorang kepada publik dengan tujuan tertentu dapat dikenakan hukuman karena telah melanggar hak privasi seseorang.

Baca Juga: Krisis Sungai dan Air Bersih Kota Bandung dalam Video Animasi
Kebijakan Menunggu Viral
Menyikapi Viralnya Video "Aliran Sesat" di Bandung yang Menyudutkan Kelompok Syiah

Hak Privasi

Hak privasi merupakan pemberian kebebasan serta keleluasaan bagi manusia untuk bergerak dalam kehidupan pribadinya. Oleh karena itu, hak privasi merupakan salah satu hak yang harus dilindungi, karena sejatinya manusia yang hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi dan dilindungi. Hak privasi juga dapat berupa kebebasan seseorang dalam mengelola informasi data diri pribadi seperti menetapkan kapan, bagaimana, dan apa tujuan dipublikasikannya informasi terkait dirinya untuk diketahui oleh orang lain.

Menurut pendapat saya, kebiasaan merekam atau memotret orang yang tidak kita kenali di tempat umum merupakan salah satu kebiasaan buruk yang patut dihindari. Apalagi video atau foto yang diambil dan kemudian di upload ke media sosial tidak memiliki tujuan yang jelas dan hanya untuk kebutuhan konten, yang di mana hal tersebut mungkin dapat merugikan orang lain.

Jika kita berkaca pada kehidupan warga negara Korea dan Jepang, kita dapat melihat bahwa betapa dihargainya hak privasi seseorang. Selain itu, melalui konten-konten yang sering diunggah oleh content creator di kedua negara tersebut, dapat dilihat bagaimana usaha sang pembuat konten dalam melindungi dan menghargai privasi orang-orang di sekitar mereka. Dalam konten yang dibuat, mereka biasanya akan membuat blur wajah orang sekitar baik yang sengaja maupun tidak sengaja masuk ke dalam video mereka. Tidak hanya strangers (orang asing) terkadang teman dan keluarga pun turut di blur untuk menjaga privasi mereka.

Sebaliknya, di Indonesia justru masih jarang ditemukan orang yang sadar akan betapa pentingnya menghargai hak privasi seseorang. Pasalnya masih banyak orang yang dengan sengaja mengambil foto dan video seseorang untuk kemudian di upload ke media sosial lalu akhirnya menjadi viral bahkan dapat menggiring opini publik terhadap orang yang berada dalam konten tersebut.

Pada dasarnya, merekam sesuatu di tempat umum memang tidak selalu dilarang. Dalam beberapa hal merekam aktivitas atau objek diperbolehkan selama kedua hal tersebut bersifat publik dan bukan bersifat pribadi. Misalnya merekam suatu tindak kriminal yang kemudian dapat menjadi alat bukti yang dapat dipercaya, merekam sebuah pertunjukan atau konser yang disesuaikan dengan aturan pihak penyelenggara dan kegiatan lainnya yang bersifat publik. Akan tetapi, ketika merekam seseorang yang di mana orang tersebut tidak memperuntukkan kegiatannya untuk publik, maka tindakan tersebut dapat melanggar hukum dikarenakan tidak adanya izin dari individu yang direkam.

Sebagai salah satu pengguna sosial media, saya beberapa kali menemukan konten seperti merekam orang yang sedang makan lalu kemudian membuat caption yang dapat menggiring opini publik, merekam gaya berpakaian seseorang atau sekumpulan orang kemudian diedit dengan menambahkan musik atau suara tertawa, dan masih banyak lagi. Tindakan ini tentu sangat tidak dapat dibenarkan. Terkadang, orang yang ada di video tersebut tidak tahu-menahu bahwa dirinya direkam dan kemudian diviralkan di media sosial. Dengan melihat contoh tersebut dapat dikatakan bahwa orang yang mengunggah video secara tidak langsung telah melanggar privasi seseorang.

Contoh lainnya dapat dilihat pada sebuah video yang baru-baru ini beredar di sosial media, berisi tentang seorang wanita hamil yang mengamuk karena difoto diam-diam oleh dua orang penumpang kereta, yang kemudian percakapan dua orang itu melalui grup Whatsapp secara tidak sengaja diketahui oleh wanita tersebut. Kejadian itu terjadi di sebuah gerbong khusus perempuan, kereta komuter Jakarta jurusan Tanah Abang – Rangkas. Bahkan diketahui bahwa wanita tersebut akhirnya harus kehilangan anaknya sesaat setelah turun dari kereta tersebut.

Ada Aturannya

Menurut hukum di Indonesia, pelanggaran hak privasi seperti merekam atau memotret orang yang kemudian foto tersebut memuat unsur penghinaan dapat melanggar hukum dan dapat dijerat dengan pasal 27 ayat (3) Undang-undang ITE (Informasi Dan Transaksi Elektronik), yaitu setiap orang degan sengaja dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Yang kemudian dijelaskan ancamannya pada pasal 45 ayat (3) UU ITE, bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Dengan adanya peraturan perundang-undangan tersebut, seharusnya sebagai warga negara yang baik kita patut mematuhi peraturan tersebut, agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Meskipun tidak semua pelaku perekaman dan pemotretan orang secara diam-diam di tempat umum dapat dikenai hukuman, perlu adanya kesadaran dari diri sendiri untuk tidak semena-mena mengambil foto atau video seseorang kemudian dijadikan konten di sosial media. Karena sejatinya, ketika orang yang ada dalam konten yang dibuat tidak setuju dan merasa privasinya telah dilanggar, maka bisa saja menjadi bumerang untuk diri sendiri. Terlebih jika konten yang disebar dan diviralkan diduga mengandung pelanggaran seperti penghinaan, pencemaran nama baik, pengancaman, kesusilaan, dan lain sebagainya.

Semakin berkembangnya ilmu dan teknologi di zaman sekarang ini, sudah saatnya kita sebagai masyarakat harus lebih bijak serta sadar akan pemahaman terkait betapa pentingnya menjaga keamanan dan kenyamanan serta privasi seseorang, baik yang dikenal maupun tidak dikenal. Berhentilah untuk menjadikan seseorang sebagai konten agar menjadi viral.

Dengan adanya kesadaran untuk menjaga privasi orang lain di tempat umum, maka setiap orang akan merasa lebih aman dan nyaman ketika beraktivitas di publik tanpa dihantui oleh rasa takut jika aktivitas yang dilakukan akan dijadikan konten oleh orang lain. Pelaku yang sering merekam dan memotret seseorang secara diam-diam seharusnya mencoba berpikir, bagaimana jika dirinya yang direkam dan dipotret oleh orang lain, kemudian diunggah ke sosial media tanpa sepengetahuan dirinya. Dengan begitu, diharapkan orang tersebut dapat berpikir lebih jauh sebelum bertindak.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//