• Kolom
  • CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #50: Literasi di atas Jurang

CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #50: Literasi di atas Jurang

Literasi sendiri melingkupi urusan yang berkaitan dengan aktivitas pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Urusan literasi jangan dibuat sekadar seremonial belaka.

Muhammad Luffy

Pegiat di Lingkar Literasi Cicalengka

Taman Baca Masyarakat Pohaci, yang sering jadi simpul kegiatan literasi, menyediakan berbagi macam buku yang bisa diakses anak-anak di Desa Nagrog, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

2 Desember 2023


BandungBergerak.id – Beberapa Minggu yang lalu, saya mendapat dua kabar penting dari salah seorang pengurus Lingkar Literasi Cicalengka. Kabar ini bukan saja berisi hal-hal yang menggembirakan, sekaligus juga mengandung pertanyaan. Siapa yang tidak senang jika komunitas yang digelutinya memperoleh hadiah atas pencapaian yang telah dilakukan. Inilah yang dialami oleh Lingkar Literasi Cicalengka (LLC) dan Tjitjalengka Historical Trip (THT) dalam perhelatan yang digelar oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia Kabupaten Bandung (KNPI). Kedua komunitas ini didaulat sebagai pemenang pertama dan juara ketiga dalam bidang literasi, sementara untuk juara kedua didapat oleh Ikatan Mahasiswa Kabupaten Bandung (Ikmakab) yang konon, mengusung literasi kedaerahan.

Saya senang, tentu saja. Tetapi, ada pertanyaan yang hingga kini terus melingkar dalam pikiran saya, perihal juara ketiga yang didapat oleh Lingkar Literasi Cicalengka. Persoalannya, THT sebagai anak sah dari rahim LLC sangat lumrah bila komunitas yang baru berdiri beberapa bulan ini mendapat posisi kedua atau ketiga. Tetapi atas penilaian dewan juri yang telah mufakat, kenyataannya berbalik bahwa THT menjadi pemenang dalam perhelatan KNPI bidang literasi itu.

Persoalan yang muncul kemudian, yakni juara kedua yang diberikan kepada Ikmakab selaku organisasi kedaerahan. Apa indikator bahwa Ikmakab yang dinilai telah memberikan pengaruh besar dalam bidang literasi di Kabupaten Bandung? Jika ada seperti apa realisasinya?

Menurut penuturan Nurul bahwa Ikmakab terpantau mengedepankan literasi kedaerahan sebagai fokus garapannya. Literasi kedaerahan yang dimaksud, bagi saya sendiri, tidak menunjukkan hal signifikan, sebab tidak ada bukti konkret yang bisa dilihat dan dirasakan oleh warga Kabupaten Bandung. Bila itu benar-benar dilakukan pasti ada informasi atau pengaruh yang dirasakan setidaknya oleh masyarakat Cicalengka.

Perlu saya jelaskan di sini bahwa saya bukan ingin memperlihatkan kedengkian atas perolehan juara yang sudah ditentukan itu. Tulisan ini ditujukan sebagai kritik terhadap para juri secara khusus, atau bahkan kepada KNPI Kabupaten Bandung sebagai penyelenggara perlombaan tersebut bahwa urusan literasi jangan dibuat sekadar seremonial belaka.

Selama perlombaan itu diumumkan, tidak ada kriteria khusus terkait komunitas yang dapat dikatakan unggul dalam bidang literasi. Kenyataannya, kami hanya diperintah untuk mempersiapkan dokumen atau arsip, lalu di hari-hari selanjutnya kami mesti menyampaikan capaian apa saja yang sudah kami lalui selama kami bergelut dalam bidang literasi.

Baca Juga: CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #47: Bina Muda
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #48: Menua di Kereta
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #49: Agus Samsi yang Mendekatkan Bacaan Kepada Warga Cicalengka

Literasi dan Pendidikan

Sebagai organisasi yang menaungi kalangan pemuda, KNPI, khususnya Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten Bandung, seharusnya perlu banyak terjun ke dalam komunitas-komunitas literasi yang berada di Kabupaten Bandung. Tentu saja, hal ini penting dilakukan agar ketika mengamati pergerakan literasi yang digandrungi para pemuda, tidak sebatas memperhatikan dari luar yang betul-betul bisa terlihat oleh mata.

Bahkan sebetulnya, ada banyak aktivitas literasi yang dilakukan kawan-kawan komunitas. Namun anehnya hal itu hanya dipandang dari sudut yang biasa saja seperti mengelola buku dan mengampanyekan membaca yang lazim dilakukan oleh para pegiat taman baca masyarakat, sehingga saya rasa, ini menjadi masalah ketika mereka menjadi juri dengan kapasitas pengetahuan literasi yang sangat minim.

Bila kita pahami, literasi sendiri melingkupi urusan yang berkaitan dengan aktivitas pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ada literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewargaan (ditpsd.kemdikbud.go.id). Dari semua macam-macam literasi itu, lazimnya, kita kerap menyebut bahwa literasi hanya berkutat pada kegiatan membaca dan menulis. Padahal, literasi merujuk pada dasar-dasar pengetahuan yang selama ini pernah kita pelajari di bangku sekolah. Lebih dari itu, literasi juga berhubungan dari cara kita berpikir dalam melakukan sesuatu. Dengan demikian, literasi merupakan basis utama dari pendidikan, penelitian atau bahkan nilai-nilai di masyarakat karena mengandung suatu unsur pembelajaran dan keseriusan dalam memperoleh pengetahuan yang baik.

Selain itu, saya pun mendapat kabar bahwa perhelatan ini hanya dinilai oleh dewan juri yang sama untuk berbagai bidang yang dilombakan, sedangkan di dalamnya terdapat penilaian untuk kategori literasi, lingkungan dan organisasi. Bagaimana bisa orang yang sama dapat menguasai semua bidang, sementara dia sendiri tidak dikenal oleh publik dengan kapasitas keilmuannya.

Pada titik ini, tentu saja saya sangat meragukan. Sekaliber KNPI mestinya cermat dalam memilah dan memilih juri yang lebih berkompeten ketimbang memanfaatkan orang dalam tetapi tidak diketahui keilmuannya secara pasti. Salah-salah hal ini mengandung berbagai tendensi dari orang luar seperti saya sebagai orang yang bergiat di komunitas LLC. Apalagi sebagian bidang seperti literasi dan lingkungan, dibutuhkan pandangan khusus untuk langsung turun ke lapangan karena sifatnya bukan hanya karya, tetapi juga pengaruh bagi masyarakat. Sementara untuk bidang organisasi, saya kira, ini menjadi santapan sehari-hari bagi KNPI sendiri, sehingga untuk urusan ini saya memercayakan sepenuhnya kepada pengurus KNPI Kabupaten Bandung.

Itulah beberapa masalah yang perlu dipikirkan oleh pihak penyelenggara perhelatan literasi beberapa minggu yang lalu agar di lain waktu tidak lagi mengadakan acara-acara yang berhubungan dengan nuansa literasi namun sekadar seremonial belaka yang tidak berdampak apa pun. Bila ini terulang kembali, maka pihak KNPI Kabupaten Bandung bisa dibilang tidak belajar dari acara yang telah digelar sebelumnya, bahkan hal ini akan menjadi bumerang karena tidak memahami seutuhnya makna literasi. Dengan demikian, saya akan katakan, bahwa anggapan ihwal literasi seperti itu sama saja ibarat berada di atas jurang lantaran tidak memberikan jalan yang lurus dan nyaman untuk masyarakat.

* Tulisan kolom CATATAN DARI BANDUNG TIMUR merupakan bagian dari kolaborasi BandungBergerak.id dan Lingkar Literasi Cicalengka. Simak tulisan-tulisan lain Muhammad Luffy atau artikel-artikel lain tentang Cicalengka.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//