• Kolom
  • CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #47: Bina Muda

CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #47: Bina Muda

Aktivis PII dan zuriah pedagang Palembang di Cicalengka mendirikan lembaga pendidikan Bina Muda. Menghadirkan alternatif pendidikan Islam melalui sekolah umum.

Noor Shalihah

Mahasiswa, bergiat di RBM Kali Atas

TK Al Mushinat atau Madrasah Fathoel Chair, berdekatan dengan monumen Dewi Sartika, berdiri tahun 1928. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

28 Oktober 2023


BandungBergerak.id – Jika pada tulisan sebelumnya yang berjudul Corak Pengembangan Pendidikan di Cicalengka oleh Keturunan Palembang, tulisan ini mencoba menelusuri kiprah Saudagar Palembang yang mengembangkan bidang ekonomi sosial di Cicalengka. Banyak aspek lain mendukung termasuk di antaranya orang Palembang yang turut aktif dalam organisasi Pelajar Islam Indonesia dan juga sokongan masyarakat.

Sesuatu tidak terlahir pada ruang hampa. Selalu ada sebab musabab yang menjadikan ia terbentuk dan terlahir, seperti halnya Bina Muda. Antusiasme masyarakat terhadap pendidikan terbilang tinggi. Pada waktu itu, sekitar tahun 1950an, hampir semua terfokus kepada Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Cicalengka. Hal ini tidak menjadikan semua yang memerlukan sekolah tercukupi kebutuhannya, tidak bisa menampung jumlah keseluruhan pendaftar.

Setidaknya, sampai pada peraturan zonasi diberlakukan, peminat SMP N 1 Cicalengka, bukan hanya berasal dari wilayah Cicalengka. Tetapi dari daerah Cileunyi, Cikancung, Limbangan, dan sekitarnya. Sehingga, kuota untuk memasuki SMP Negeri 1 Cicalengka terbatas yang menyebabkan banyak pendaftar yang tidak bisa bersekolah di sekolah tersebut. Sebagai cara mengatasinya, bermunculan sekolah-sekolah swasta seperti Bina Muda, Ma'arif, dan sekolah swadaya.

Baca Juga: CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #44: Rintangan Kehadiran Pojok Baca
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #45: Hilang Acuan
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #46: Desa Bayangan

Berawal dari Pemuda, Masjid, kemudian Berkembang 

Jika Anda memasuki SMA Bina Muda, maka akan terdapat masjid di depan sekolah. Biasanya masjid atau musala akan terletak di bagian belakang sebuah kompleks, namun hal ini tidak berlaku untuk sekolah Bina Muda. Dibanding bangunan sekolah, masjid ini lebih dahulu berdiri.

Masjid ini bernama Al-Kahfi, yang diibaratkan seperti gua. Surat Al-Kahfi pun merujuk kepada kisah pemuda, mungkin kalau zaman sekarang bisa dinamakan aktivis, yang tertidur di dalam gua selama 309 tahun. Nama ini menjadi cocok, sebab sebelum berdiri Bina Muda, masjid ini adalah salah satu pusat kegiatan pemuda.

Sejak tahun 1963, di masjid dan daerah sekitar dilaksanakan kegiatan pendidikan untuk anak-anak, pengajian, madrasah sore,  studi klub, studi Islam, dan berbagai macam pelatihan menjadi dakwah. Di antara yang ikut memakmurkan masjid dan pendidikan di Cicalengka adalah aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII), yang  merupakan salah satu organisasi pelajar di Indonesia. Khususnya anggota PII yang berada di Cicalengka melakukan berbagai macam kegiatan yang konsisten. 

Kegiatan yang semula sudah berjalan, semakin lama dirasa dibutuhkan semacam payung dan wadah yang menaunginya. Akhirnya, pada tanggal 6 Januari 1974, para aktivis PII ini  membincang mengenai pendidikan.

Hingga pada tanggal 19 Maret 1974, ditetapkan untuk berdiri Yayasan Sosial dan Pendidikan Bina Muda. Di antara aktivis pendirinya yang termaktub dalam akta pendirian yayasan adalah A. Mamat Chusowie, Ambas Abdulhakim, Husni Thamrin, Josef C. D., dan Ahmad Syah. Dua di antaranya adalah zuriah dari keturunan Palembang di Cicalengka.

Meskipun pendiri memiliki fokus pekerjaan yang berbeda, namun memiliki kesamaan girah perjuangan yaitu membumikan prinsip Islam. Maka, dalam pembentukan dan pemutusan untuk menjadikan bidang yang bergerak di bidang pendidikan.

Pengalaman adalah guru terbaik. Setelah melalui berbagai macam dinamika dari gerakan yang sebelumnya, akhirnya diputuskan menjadi yayasan tersendiri. Bukan bagian dari PII, bukan pula miliki keluarga dari aktivis Palembang yang banyak berkecimpung pada masanya. Di antara alasannya adalah agar memiliki badan hukum, tidak repot mengurusi anggota (jika dalam organisasi), dan tidak terikat kepada siapa pun. Diharapkan, ia memiliki asa profesionalitas dan tidak bergantung kepada proses-proses yang menitikberatkan kepada satu pihak tertentu.  

Nama Bina Muda sendiri merupakan usulan dari salah satu pendiri yaitu Husni Thamrin. untuk menghindarkan generasi muda dari hal-hal yang negatif. terhindar dari pengaruh sekularisme di sekolah.  Pada zaman tersebut, isu sekularisme merupakan sebuah isu yang naik daun dan mengancam keberagamaan di Indonesia sejak zaman kolonial. Maka, atas dasar inilah yang menjadikan Bina Muda untuk mendidik generasi muda. Bidang cakupannya merupakan pendidikan dan sosial,

Penanaman nilai ini dimulai dari aturan penggunaan pakaian murid perempuan yang wajib memakai jilbab. Di saat sekolah negeri masih belum lazim dan memperkenankan murid perempuan untuk memakai jilbab, maka Bina Muda memiliki pakaian yang merupakan identitas dari muslimah.

Bina Muda: Alternatif Pendidikan di Cicalengka

Di awal pendiriannya, Bina Muda menawarkan sebuah alternatif pendidikan. Sekolah ini mengedepankan nilai-nilai Keislaman yang tidak bisa didapat di sekolah milik pemerintah. Atau, kalaupun harus, maka perlu pergi ke Pesantren. Bina Muda mencoba menengahi kebutuhan masyarakat muslim yang ingin menerima pendidikan keislaman tanpa harus memasuki pesantren.

Kurikulum yang didesain oleh sekolah menempatkan pelajaran agama, kebiasaan, nilai, dan tata laku yang berlaku dalam ajaran Islam. Jika di sekolah pemerintah pelajaran agama hanya terikat dua jam salam satu pekan. Maka, di Bina Muda akan ada pelajaran tambahan pendukung seperti pendidikan Islam, bahasa Arab, dan berbagai aktivitas lainnya agar bisa dilakukan pembiasaan seperti masyarakat muslim pada umumnya. 

Pada mulanya, dalam rangkaian perdana sebagai lembaga pendidikan, Bina Muda mendirikan sekolah di jenjang SMP. Lokasinya masih menggunakan gedung Fathul Khayr. Hal ini disebabkan, masih merintis dan masih menabung untuk memiliki aset untuk membangun kompleks pendidikan. Secara bertahap, hal itu berkembang.

Selain alternatif pendidikan Islam, Bina Muda menawarkan SPG (Sekolah Pendidikan Guru) pada sekitar tahun 1976an. Peluang ini diambil, sebab pemetaan wilayah yang sudah direncanakan secara matang. Salah satunya adalah SPG paling dekat dengan Cicalengka adalah SPG di Cibiru, Bandung. Namun, setelah SPG bubar, Bina Muda berpindah formatnya menjadi SMA. Maka, Sekitar tahun 1980an Sekolah yang berfokus kepada keguruan ini, berubah menjadi Sekolah Menengah Atas, yang lebih umum. Hingga saat ini, belum ada perubahan lagi mengenai bentuk pendidikan menengah atas.

“Karakter, pembiasaan, dan leadership.”

Tiga hal yang dinyatakan oleh Teddy Ambari, Ketua Yayasan,  sebagai hal yang penting dalam pembinaan peserta didik di Bina Muda. Saat ini, ia dan tim sedang memperkuat ke arah itu. Untuk pendidikan karakter ini, maka diperlukan pendidikan yang lebih menekankan kepada proses, Tentu saja, tak lepas dari bagaimana Bina Muda menerapkan standar kualitas guru.

Mulai tahun ini, Teddy mengatakan bahwa aktivis PII, bebas SPP.  Program itu diadakan agar banyak peserta didik yang tertarik untuk menjadi aktivis PII. PII dijadikan sebagai sarana pembelajaran dan aktivitas yang mendukung berbagai visi dan misi dari Bina Muda. Saat ini setidaknya, di seluruh jenjang, terdapat 300 peserta didik yang merupakan calon penerima beasiswa aktivis. Untuk sekian banyak peserta didik itulah Bina Muda akan menyiapkan beasiswanya.  

Bina Muda bukan lagi menjadi alternatif dalam pendidikan di Cicalengka. Tetapi merupakan salah satu gerbong utama dalam pengembangan pendidikan di Cicalengka, khususnya dalam pendidikan Islam.  Selain menyediakan sekolah dari jenjang TK hingga kepada jenjang SMA, Bina Muda juga telah mengembangkan sekolah tinggi. Teddy dan jajaran pengurus lainnya masih berusaha mengembangkan dan meningkatkan kualitas inovasi pendidikan Islam ke depannya.

*  Tulisan kolom CATATAN DARI BANDUNG TIMUR merupakan bagian dari kolaborasi BandungBergerak.id dan Lingkar Literasi Cicalengka. Simak tulisan-tulisan lain Noor-Shalihah atau artikel-artikel lain tentang Cicalengka.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//