• Kolom
  • MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #15: Semalam Menginap di Pandu Dalam

MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #15: Semalam Menginap di Pandu Dalam

Pengalaman pertama menginap di kontrakan sambil menunggu tes kerja di Nurtanio Bandung. Merasakan udara Bandung yang dingin dan tidur beralas beberapa lembar koran.

Asmali

Anak Betawi yang menghabiskan lebih dari 40 tahun hidupnya di Bandung. Banyak menghabiskan waktu membaca buku-buku bertema agama dan sosial.

Suasana Bandung sekitar tahun 1982. (Foto: H.C. Beynon, Bandung Or. 27.180 - photo 284, KITLV)

10 Desember 2023


BandungBergerak.id – Aku menghabiskan malamku di Bandung sebelum ujian bersama kakak-kakak seniorku ini. Malam itu aku ikut makan, jalan kaki dari rumah kontrakan tempatku menumpang hingga ke warung makan yang dituju. Sepanjang jalan mereka bersenda gurau. Aku hanya pendengar dan melihat-lihat saja sambil aku tersenyum menanggapi sesekali.

Tak lama kemudian sampailah kami ke tempat makan. Di sana sudah ada beberapa pelanggan lain. Sesama mereka sudah saling mengenal dengan yang lainnya. Begitu juga dengan penjualnya, yang mereka panggil dengan sebutan mamah. Tipe warung ini adalah prasmanan di mana pembeli bisa memilih dan mengambil makanannya sendiri tanpa pelayan.

Aku perhatikan sejenak. Setelah tahu caranya aku mengikuti kebiasaan yang ada. Aku mengambil piring makan. Yang punya warung makan bertanya padaku.

Nembe ka dieu?,” kata si mamah. Mungkin karena aku satu-satunya wajah yang asing baginya.

Belum aku jawab, kakak-kakak yang bersamaku menanggapinya duluan. “Iya mah, ini orang baru teman dari Jakarta,” kata salah satu kakak senior.

Damel di Nurtanio oge?,” tanya ibu pemilik warung lagi.

“Baru mau tes mah, besok,” kembali dijawab oleh salah satu seniorku.

Sok didoakeun ku mamah sing katarima,” kata si mamah lagi,

“Aamiin, terima kasih mah,” kataku.

Kemudian aku duduk dan makan bersama setelah piringku penuh dengan nasi dan lauk yang dipilih. Sambil makan, pembicaraan antara kami terus berlanjut di antaranya akan kerja di bagian apa

Pada saat aku sedang makan, ada di antara kami yang sudah selesai makan lebih dulu. Aku perhatikan, pada saat mereka membayar mereka akan bilang ke mamah makan apa saja tadi.

“Tolong dicatat jadi berapa, cuma tambahnya teh manis,” kata salah satu dari mereka yang sudah makan.

Oh, pikirku, berarti makan di sini bayarnya dicatat. Mungkin bayarnya tiap akhir bulan setelah gajian. tapi ada juga yang bayar langsung. Sepertinya yang dicatat itu orang yang makannya netap di sini. Aku hanya bicara sendiri di dalam hatiku.

Dan tak lama kemudian, kami selesai makan. Satu kakak senior menanyakan apa saja yang tadi aku makan. “Sama dengan yang kakak ambil,” kataku.

“Sudah saya yang bayarin,” kata dia.

“Enggak usah kak, saya juga ada uang,” jawabku.

“Enggak apa-apa, sekalian,” kata dia. Aku hanya bisa bilang terima kasih. Kami pun pulang ke kontrakan.

Baca Juga: MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #12: Sekembalinya Aku dari Bandung
MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #13: Balada Pencari Kerja
MEMOAR ANAK BETAWI PERANTAU #14: Ke Bandung, Sekali Lagi

Malam di Pandu Dalam

Tak terasa waktu sudah menunjukkan hampir pukul sembilan malam, udara Bandung terasa semakin dingin. Sebagian mereka sudah bersiap akan tidur. Aku sendiri bingung karena kasur gulungnya hanya pas buat mereka saja. Terpaksa aku menggelar beberapa lembar koran untuk alas tidurku. Apa boleh buat karena tidak ada lagi yang bisa dipakai untuk alas tidur.

Tapi tidak mengapa, segini aku pun sudah bersyukur. Inilah yang namanya hidup. Apalagi ini sudah tekadku. Yang penting perutku sudah terisi, aku merasa senang berada bersama mereka dan mereka pun juga sepertinya tenang dengan adanya keberadaanku. Tidak saling curiga walaupun baru kenal selewat.

“Saya tidur duluan kak,” kataku setelah kita saling berbincang lebih dulu.

Pikirku aku besok harus bangun lebih dulu karena kamar mandi cuma satu dan juga pakai sumur pompa. Jangan sampai aku merepotkan mereka.

Aku pun bersiap tidur. Aku pakai kaos kaki dan sarung sebagai selimut penahan dingin. Tanganku jadi bantal. Besok aku harus tes, mudah-mudahan besok pagi aku bangun dalam keadaan segar.

Bismika Allahumma Ahya wa Bismika Amut,” doaku dalam hati.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//