• Berita
  • Keceriaan Anak-anak Difabel setelah Mengikuti Prosesi Sunatan Massal di Pusdai Bandung

Keceriaan Anak-anak Difabel setelah Mengikuti Prosesi Sunatan Massal di Pusdai Bandung

Ada 25 anak difabel yang mengikuti sunatan massal dengan pendekatan penuh kehati-hatian. Sebelum disunat, mereka harus menjalani pemeriksaan kesehatan dan risiko.

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) saat menyanyi bersama pada kegiatan Berkisah dan Khinatan Massal Anak Istimewa di Bale Asri Pusdai Bandung, Minggu, 10 Desember 2023. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul11 Desember 2023


BandungBergerak.idSunat menjadi prosesi yang harus dilalui setiap anak-anak lelaki. Tak terkecuali anak berkebutuhan khusus (ABK) atau difabel. Bedanya, anak-anak difabel membutuhkan pendekatan khusus saat menghadapi prosesi sunat. Beragam kondisi anak difabel menyebabkan tidak mudah dalam menjalani prosesi ini.

Tidak semua dokter sunat yang mau mengambil risiko menyunat anak difabel. Berangkat dari persoalan itu, Bumi Difabel Istimewa menyelenggarakan kegiatan Berkisah dan Khitanan Massal Anak Spesial dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Nasional, di Bale Asri Pusdai Bandung, Minggu, 10 Desember 2023.

"ABK itu paling susah disunat, karena dokter yang biasanya tidak mau mengambil risiko besarnya. Misal autis yang sulit diajak komunikasi, hiperaktif gak bisa diam, cerebral palsy kaku, lemas. Nah, itu yang membuat berempati, makanya gimana kalau kami wadahi dan berikan jalan gitu," terang Sarah Kumala Dewi, Ketua Yayasan Bumi Difabel Istimewa kepada BandungBergerak.id.

Lala, demikian ia kerap disapa menyebutkan ada 25 anak yang dikhitan dalam program Berkisah dan Khitanan Massal Anak Spesial. Sebanyak 70 persen di antaranya adalah ABK seperti cerebral palsy, Tuli, ADHD, dan autis. Sebanyak 20 persen lainnya adalah saudara kandung dari ABK, dan sisanya anak fakir miskin dan yatim.

Sunat tersebut dilakukan oleh tenaga medis dari Rumah Sakit Al Islam menggunakan metode laser. Menurut Lala, salah satu syarat sunat bagi anak difabel adalah tidak kejang-kejang. Dengan begitu, kata ibu dari empat anak ini, anak difabel haru mengikuti pemeriksaan kesehatan dan risiko sebelum mengikuti program khitan massal gratis.

Selain khitanan massal yang menyasar 25 orang anak, puluhan orang tua anak-anak difabel mengikuti kegiatan Berkisah yang dibawakan oleh Ahmad dan bonekanya yang bernama Oki. Dongeng yang disampaikan Ahmad berusaha menyemangati orang tua anak-anak difabel. Tidak dipungkiri orang tua memegang peranan utama dan penentu dalam proses membesarkan dan merawat anak-anak. Mereka harus semangat, percaya diri, dan tidak menarik diri dari lingkungan.

"Harapannya sederhana, terus semangat, gak boleh minder, gak boleh stres apalagi frustasi," terang Lala. "Pokoknya harus tetap semangat hidup, kalau misalkan ada orang nyinyir, diemin aja atau ceramahin balik," pesan Lala kepada orang tua anak difabel.

Baca Juga: Niat Karla Bionics Menghapus Sebutan Difabel, Dimulai dari Pengembangan Lengan Prostesis
Cerita Tiga Barista Difabel Netra
Mendekatkan Kawan Difabel dan Thalasemia dengan Alam

Memperingati Hari Disabilitas Internasional

Kegiatan khitanan massal ini dilakukan setiap dua tahun sekali oleh Bumi Difabel Istimewa. Pada tahun ini selain dilakukan untuk memperingati Hari Disabilitas Internasional, juga dalam rangka memberi motivasi dan ruang bertemu bagi orang tua ABK.

Di kegiatan ini, ABK juga menunjukkan dukungannya terkait peristiwa genosida di Palestina. Usai Berkisah, ABK dan orang tua bersama-sama menyanyikan lagi "A'tuna Thufuli" yang diasosiasikan untuk anak-anak Palestina yang masa kecilnya direnggut.

Sebagian ABK naik ke atas panggung, sebagian lainnya berdiri sambil menyalakan flash hp. Banyak di antara orang tua dan ABK yang memakai artibut Palestina, seperti jilbab, syal, adapula yang mengibarkan bendera Palestina hingga menaruh stiker bendera Palestina di wajah mereka.

Beberapa nomor lagu terus diputar. ABK semakin banyak yang naik ke atas panggung dan menari bersama diiringi irama musik yang energik.

Fitriyanti (37 tahun), salah seorang ibu dari anak yang dikhitan bersyukur anaknya bisa mengikuti kegitan khinatan massal. Fitriyanti memiliki dua anak. Putri pertamanya berusia 11 tahun dan merupakan ABK dengan cerebral palsy berat. Adapun yang dikhitan adalah putra keduanya yang berusia 3,4 tahun.

Fitriyanti bercerita, merawat anak kebutuhan khusus tentu ada lelahnya. Tapi melihat anaknya yang sehat, ceria, dan lincah membawa kesenangan dan kebahagiaan tersendiri bagi Fitriyani dan sang suami.

"Alhamdulillah, membantu yang kurang mampu saya bersyukur gitu. Alhamdulillah ada sunatan kayak gini," terangnya kepada BandungBergerak.id.  

*Kawan-kawan bisa membaca reportase-reportase lain dari Awla Rajul, atau tulisan-tulisan lain tentang Kaum Difabel

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//