SUBALTERN #31: Propaganda dalam Pandangan Generative Grammar Noam Chomsky
Tanpa kita sadari rasionalitas manusia telah dikendalikan oleh kuasa raksasa. Ada sistem yang ternyata mengontrol pikiran kita.
Muhammad Ridwan Al Faruq
Pegiat Kelas Isolasi
12 Desember 2023
BandungBergerak.id – Pernahkah Anda mendengar narasi seperti ini, “Pada tahun 2005, Israel setuju untuk menarik diri dari jalur Gaza dengan imbalan perdamaian dan memungkinkan warga Palestina yang tinggal di sana untuk memilih secara demokratis pemerintahan mereka sendiri. Kelompok politik yang didukung Hamas kemudian memenangkan pemilu dan sekarang memerintah Gaza. Menurut pendapat Anda, apakah Israel berada dalam kondisi yang kurang lebih aman di situasi saat ini dibandingkan ketika mereka menguasai Gaza?” Contoh narasi ini diambil dari The Israel Project’s 2009 Global Language Dictionary. Lantas apa yang bisa kita ambil dari narasi tersebut?.
Dalam narasi tersebut kita melihat bahwa Israel digambarkan sebagai protagonis yang mendukung perdamaian, walaupun dalam kenyataannya atau dalam sudut pandang lain mungkin akan sangat bertolak belakang. Maka, inilah yang kita sebut sebagai propaganda. Pada pendefinisiannya propaganda memiliki makna yang beragam tergantung konteks apa yang dimaksudkan. Namun, dalam pengertian yang paling umum propaganda merupakan upaya penyebarluasan informasi, yang dilakukan oleh suatu institusi atau kelompok yang bertujuan untuk mempengaruhi pandangan serta tingkah laku sasaran tertentu, biasanya di sini masyarakat. Tentu saja, propaganda bisa bertujuan positif maupun negatif.
Kita mungkin tidak akan membahas propaganda dalam arti positifnya namun, fokus bahasan ini akan lebih ke bagaimana kuasa atas propaganda itu bekerja.
Baca Juga: SUBALTERN #28: Kelas Menengah di Indonesia, Naik Segan Turun Tak Mau
SUBALTERN #29: Globalisasi Versus Interkulturalitas
SUBALTERN #30: Musik dan Suara-suara yang Dibungkam
Teori Generative Grammar
Noam Chomsky seorang filsuf dan juga ahli linguistik merumuskan sebuah teori yang juga menjadikan namanya melejit yakni teori generative grammar. Dalam teori tersebut Chomsky percaya bahwa manusia dibekali kemampuan dasar untuk dapat memahami pengalaman. Ia mengasumsikan adanya innate categories dalam diri manusia yang merupakan kemampuan kodrati dalam kognisi kita. Hal ini membuat manusia melihat realitas tidak sebagai suatu yang berantakan namun, selalu mengkategorisasi, mengorganisasi dan menyusun stimulus yang ia diterima.
Dalam hal ini, Chomsky berangkat dari pandangan kognitivisme dan linguistik. Linguistik memang memiliki anggapan bahwa bahasa, pikiran dan pengalaman memiliki hubungan yang cukup erat. Bahasa mempengaruhi cara kita berpikir yang kemudian menentukan medan pengalaman kita. Kata-kata menjadi alat untuk mengkategorisasi realitas dengan berbagai cara. Terminologi modern merumuskannya dengan kalimat, ”Kata-kata merupakan kategorisasi linguistik tertentu untuk realitas nonlinguistik”. Maka, bahasa dalam hal ini kata-kata memberikan perspektif terhadap realitas yang ditangkap oleh pikiran kita.
Untuk memahami teori ini kita bisa menganalogikannya dengan sebuah komputer. Kita menulis suatu hal misalnya, jurnal. Selanjutnya, kita akan mengarsipkan file jurnal dalam memori komputer kita. Begitu pun ketika kita menemukan file-file sejenis maka, kita akan menyimpan file itu pada folder jurnal. Dengan demikian, ketika kita perlu untuk melihat kembali arsip yang kita simpan maka, kita cukup mengetikkan kata jurnal di kolom pencarian komputer kita. Seperti halnya komputer, Chomsky mengibaratkan otak manusia juga sebagaimana kamus. Kamus besar kita terdiri dari kata-kata, setiap entry yang terdapat di dalamnya memiliki makna tertentu. Dengan begitu, kita memahami realitas lewat kata-kata pada kamus pikiran kita.
Namun, Chomsky menyadari bahwa tanpa kita sadari rasionalitas manusia ini telah dikendalikan oleh kuasa raksasa. Pikiran manusia dikendalikan melalui penggunaan kata-kata dan pemberian makna tertentu. Seperti halnya, kita yang bebas menentukan file name dan file yang kita simpan dalam memori otak kita. Ada sistem yang ternyata mengontrol pikiran kita. Nama arsip dalam memori kita ternyata telah dirancang dengan suatu kata atau ungkapan baru yang berkesan, yang Chomsky sebut newspeak.
Berbagai newspeak telah diciptakan untuk membatasi pandangan kita terhadap realitas. Dengan demikian, kita melihat dua realitas yakni, dunia pada kenyataannya dan dunia yang dibentuk oleh pikiran kita. Contohnya pada kata “terorisme”, terorisme secara umum bisa kita pahami sebagai tindak kekerasan cenderung sadis yang ditujukan untuk mengancam dan memberikan rasa takut pada pihak tertentu. Namun, pada kamus pemilik kuasa terorisme dinisbatkan pada protes yang dilakukan oleh suatu negara atau suatu kelompok minoritas. Tindakan mendukung kekuasaan akan disebut “moderat” sedangkan tindakan penolakan akan dilabeli “ekstremis”, penyimpangan-penyimpangan makna inilah yang berusaha diungkap Chomsky.
Sistem ini, berusaha merekayasa kesepakatan dengan menciptakan kata atau bahasa yang muluk-muluk, kemudian memanipulasi makna sesuai dengan kehendak kuasa. Cara seperti ini, sangat mungkin digunakan di mana pun termasuk di negeri kita sendiri. Lewat teori ini, Chomsky mengajak kita meninjau kembali kamus dan entry yang ditanamkan melalui narasi-narasi itu. Sehingga kita tidak terjebak dalam propaganda yang diatur sedemikian rupa oleh kuasa tertentu.
* Tulisan kolom SUBALTERN merupakan bagian dari kolaborasi BandungBergerak.id dan kawan-kawan Kelas Isolasi.