• Kolom
  • SISI LAIN SCHOEMAKER #18: Masjid Cipaganti Diresmikan

SISI LAIN SCHOEMAKER #18: Masjid Cipaganti Diresmikan

Wolff Schoemaker mendapat tugas membuat rancangan pembangunan kembali Masjid Cipaganti yang diterimanya dari Bupati Bandung Raden Tumenggung Hasan Suradipraja.

Hafidz Azhar

Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung

Foto Masjid Cipaganti dilihat dari depan dalam Sipatahoenan 31 Januari 1934. (Foto: Dokumentasi Hafidz Azhar)

13 Desember 2023


BandungBergerak.id – Setelah terjadi polemik terkait urusan tanah di antara kalangan pemuka Islam dengan Gemeenteraad Bandung, pembangunan Masjid Cipaganti dimulai menjelang akhir tahun 1932. Sementara sejak proses itu berlangsung, pembangunan telah memakan waktu hingga sekitar dua tahun dan baru diresmikan pada awal tahun 1934. Koran Siparahoenan edisi 27, 29 dan 30 Januari 1934 mengabarkan bahwa peresmian tersebut diadakan pada hari Sabtu pagi di pelataran Masjid Cipaganti. Kurang lebih 200 orang hadir dalam pembukaan itu. Antara lain, para pejabat yang terdiri dari Residen Priangan, Asisten Residen Bandung serta pejabat-pejabat dari kalangan Eropa, Walikota Bandung bersama anggota dewan, termasuk beberapa perwakilan pers.

Di samping itu, hadir juga pejabat pemerintah dari kalangan Bumiputera. Sebut saja di antaranya Patih Bandung, Wedana, Hoofdjaksa, Asisten Wedana dan Hoofdpenghulu Bandung. Acara tersebut dimulai pada pukul 10, dengan sambutan pertama oleh Patih Bandung yang mewakili Bupati Bandung karena berhalangan hadir. Ketidakhadiran Bupati Bandung pada peresmian itu bersamaan dengan meninggalnya Bupati Mesteer Cornelis, Raden Adipati Aria Abdurachman, sehingga para bupati yang sebelumnya direncanakan akan menghadiri acara peresmian Masjid Cipaganti mesti menghadiri prosesi pemakaman yang berlangsung di Purwakarta (Sipatahoenan, 29 Januari 1934).

Sementara itu, Anggarbarata, selaku orang yang membangun masjid tersebut menjelaskan latar belakang pembangunan masjid Cipaganti yang berhasil dikerjakan selama kurang lebih dua tahun. Konon, dalam hal itu, Mh. Enoch ikut membantu mengawasi pembangunan. Enoch sendiri diketahui sebagai arsitek sekaligus menjadi direktur pekerjaan Bandung. Dalam proses pembangunan Enoch juga ikut membantu mencarikan dana, selain dibantu oleh Gemeente Bandung dan Ceramisch Laboratorium (Sipatahoenan, 29 Januari 1934). Pidato yang singkat itu lalu dilanjutkan oleh Hoofdpenghulu Bandung, Raden Haji Abdul Kadir.

Mula-mula Raden Haji Abdul Kadir menyampaikan ucapan selamat datang kepada para pejabat yang telah menghadiri peresmian tersebut. Setelah itu ia menceritakan ikhtiarnya dalam mengupayakan pembangunan Masjid Cipaganti yang sebelumnya memunculkan polemik kepemilikan tanah. Dengan menggunakan Bahasa Melayu, Raden Haji Abdul Kadir menekankan pula pentingnya hari bersejarah yang telah dicita-citakan oleh umat Muslim, yakni mengenai keberhasilan mendirikan Masjid Cipaganti. Selain itu Abdul Kadir menambahkan bahwa dengan berdirinya Masjid Cipaganti dinilai dapat memudahkan masyarakat Muslim di Cipaganti untuk salat berjamaah. Dalam pidatonya itu juga Raden Haji Abdul Kadir sedikit mengulas upaya untuk membangun kembali Masjid Cipaganti. Menurutnya, sejak tahun 1929, atas perintah Bupati Bandung RAA Wiranatakusumah V, dilakukan perombakan terhadap Masjid Cipaganti. Perombakan ini sekaligus merencanakan pembangunan masjid yang baru dengan dibentuk komite yang kala itu diketuai oleh Hoofdpenghulu Bandung sebelum Raden Haji Abdul Kadir, yaitu Raden Haji Muhammad Rusdi.

Setelah berakhirnya jabatan Hoofdpenghulu, komite tersebut diteruskan oleh Raden Haji Abdul Kadir sebagai Hoofdpenghulu selanjutnya. Langkah utama yang dikerjakan oleh Abdul Kadir ialah membuat list untuk kalangan donatur. Meski sempat memperoleh hambatan untuk mencari bantuan dana, di bawah Bupati Bandung yang baru, komite ini mendapat perhatian lebih. Langkah komite yang sebelumnya berjalan tersendat akhirnya bisa dilalui dengan baik berkat sokongan Bupati Bandung, Raden Tumenggung Hasan Sumadipraja, sampai pembangunan Masjid Cipaganti bisa dituntaskan.

Oleh karena itu, Raden Haji Abdul Kadir menambahkan, jika dirinya sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, terutama dalam urusan dana. Mewakili Komite Pembangunan Masjid Cipaganti, Hoofdpenghulu Bandung itu menyampaikan banyak terima kasihnya kepada kalangan Bumiputera, Kalangan Eropa dan juga kalangan Tionghoa yang telah ikut menyokong pembangunan Masjid Cipaganti (Sipatahoenan, 29 Januari 1934).

Baca Juga: SISI LAIN SCHOEMAKER #15: Teman Baik M. Natsir
SISI LAIN SCHOEMAKER #16: Polemik Masjid Cipaganti Bagian I
SISI LAIN SCHOEMAKER #17: Polemik Masjid Cipaganti Bagian II

Bupati Bandung Meminta Merancang Masjid Cipaganti

Dalam berbagai pidato yang disampaikan oleh tokoh-tokoh tersebut memang tidak semua disampaikan dengan panjang lebar, termasuk oleh sang arsitek, Wolff Schoemaker. Dengan menggunakan Bahasa Sunda, Wolff Schoemaker menjelaskan bahwa dirinya ditugaskan untuk membuat rancangan pembangunan. Tugas ini diterima langsung dari Bupati Bandung, Raden Tumenggung Hasan Suradipraja, untuk membuat rancangan terkait Masjid Cipaganti itu.

Wolff Schoemaker merasa sangat senang dengan tercapainya pembangunan Masjid Cipaganti.  Tentu saja tugas ini bukan sekadar menunjukkan salah satu karya monumental dari seorang arsitek tersohor di Bandung itu. Tugas yang dijalankan ini berkaitan juga dengan nilai-nilai dalam agama Islam yang ingin ditampilkan oleh Wolff Schoemaker. Seraya mengucap rasa syukur, Wollf Schoemaker juga memetik salah satu lafaz, attahiyatul al-thoyibatullohi wa barakatuh disertai dengan penggalan dalil innallaha laa yuhibu al-muslimuun. Dengan demikian pada pidatonya itu, Wolff Schoemaker berharap agar masjid yang dirancangnya tersebut dapat berguna untuk umat Muslim (Sipatahoenan, 29 Januari 1934; Sipatahoenan, 30 Januari 1934).

Dari segi tampilan, Sipatahoenan edisi 29 Januari 1934 menyuguhkan beberapa potret saat proses pembangunan Masjid Cipaganti itu berjalan. Sebuah potret kerangka masjid ditunjukkan dari arah depan dan bagian sisi yang masih berupa tiang dan kerangka atap. Selain itu ada juga potret gapura Masjid Cipaganti yang dibuat oleh Ceramisch Laboratorium. Laboratorium ini, konon, dikelola oleh para tenaga ahli dari berbagai departemen seperti Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Pertanian, dan lembaga yang difungsikan untuk melatih para perajin tembikar (Jasper, 1924: 27). Dengan demikian, pembuatan gapura Masjid Cipaganti sebagai penanda arah gerbang masuk, dibuat oleh tangan dan ukiran para perajin yang ahli, sehingga pembangunan ini pun dianggap menampilkan hasil yang bagus.

Menurut penjelasan Wolff Schoemaker, Masjid Cipaganti yang telah berhasil diselesaikan itu menampilkan juga berbagai ukiran dan ornamen yang menarik. Ornamen tersebut, konon, dibuat dari bahan batu-batu pilihan serta besi yang disesuaikan dengan rancangan karya Wolff Schoemaker (Sipatahoenan, 30 Januari 1934). Bahkan sampai kini bentuk dan ornamen tersebut tidak pernah diubah dan masih memperlihatkan tampilan sejak pertama kali dibuat, sehingga mencirikan bahwa rancangan dari sang arsitek besar itu betul-betul menarik.

Itulah gambaran Masjid Cipaganti saat pertama kali diresmikan. Sementara pidato Patih Bandung, Rd. Rg, Wiradinata yang mewakili Bupati, menutup rangkaian sambutan dari tokoh-tokoh yang berandil besar pada pembangunan Masjid Cipaganti tersebut. Pidato yang disampaikan itu bahkan menanggapi pidato-pidato sebelumnya dari Wolff Schoemaker, Anggabarata dan Hoofdpenghulu Bandung, Raden Haji Abdul Kadir sekaligus meresmikan masjid yang bersejarah itu lalu acara pun diakhiri dengan makan bersama (Sipatahoenan, 30 Januari 1934).

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain dari Hafidz Azhar, serta artikel-artikel lain bertema sejarah.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//