• Kolom
  • SALAMATAKAKI #27: Sua Kita dengan Ragam Nama Jon Kastella

SALAMATAKAKI #27: Sua Kita dengan Ragam Nama Jon Kastella

Musisi balada (alm.) Jon Kastella bermusik sepenuhnya karena cinta pada musik itu sendiri dengan syair-syair baik; sedari SMP hingga di kampus-kampus Jatinangor.

Sundea

Penulis kelontong. Dea dapat ditemui di www.salamatahari.com dan Ig @salamatahari

Jenama Jon karya Daffa Sani Azani. (Foto: Ihsan Achdiat)

19 Desember 2023


BandungBergerak.id – Pada suatu siang sekitar tahun 2005, ketika sedang mampir di salah satu perpustakaan paling legendaris di Jatinangor, Batoe Api, aku mendengar seseorang bernyanyi-nyanyi di beranda.

You are my sunshine, my only sunshine
You make me happy, when skies are gray**

Penasaran, aku mengintip dari pintu. Di bangku depan Batoe Api aku melihat laki-laki berwajah gembira menggenjreng ukulele. Keriangannya yang menular membuatku memilih ikut bernyanyi dan batal mencari referensi skripsi. Lucunya, di pertemuan pertama tersebut kami tak saling menanyakan nama. Bernyanyi bersama membuat kami merasa sudah saling kenal padahal belum.

Aku lupa kapan persisnya aku tahu namanya dan dia tahu namaku. Namun, di kemudian hari aku mengenal Jon Kastella sebagai musisi balada yang konsisten di jalurnya, bermusik sepenuhnya karena cinta pada musik itu sendiri, dan kawan baik bagi banyak orang. Kami tak terlalu sering bertemu. Namun, di setiap kesempatan, jabat tangan dan sapaan hangat khas Jon tak pernah kehilangan keakrabannya.

Aku tak menyangka konser Intimate Live Session Dhira Bongs di Ruang Dini Oktober 2022 lalu menjadi kesempatan terakhirku bertemu dengan Jon. Tak ada firasat apa pun saat kami berpisah, tetapi aku akan selalu mengingat “sampai sua kita” yang diucapkannya malam itu sebagai salam perpisahan yang baik. Itu sebabnya, di penghujung tahun 2023 ini, aku akan membalas salamnya dengan artikel yang kutulis sebaik-baiknya juga.

Kaki Sundea, sisa hujan, dan garis tegak lurus. (Foto: Sundea)
Kaki Sundea, sisa hujan, dan garis tegak lurus. (Foto: Sundea)

Baca Juga: SALAMATAKAKI #24: Tinkering dan Euforia Bentuk
SALAMATAKAKI #25: Setiabudi 56, Lou Belle, Marine, dan Ingatan-ingatan
SALAMATAKAKI #26: Yang Lebih Besar daripada Pak Raden

Suhud Islami Kastella

Ibu bilang syukuri hidup anakku sayang
Aku bilang terima kasih ibuku tercinta
Cukup bagiku kurang lebihnya*

“Suhud artinya mensyukuri semua yang diberikan Allah,” ujar ayahanda Jon Kastella, Drs. H. Abdul Kadir Kastella. Nama itulah yang diberikan orang tua Jon ketika ia lahir di Jakarta 28 Juli 1980. Ayahnya berasal dari Seram di Timur Maluku, sementara almarhum ibunya berasal dari Padang di Pariaman Tiku.

Suhud—yang akrab dipanggil Uud oleh ayahnya—pindah ke Jayapura bersama keluarganya saat balita. Di sanalah ia menjalani masa kecil dan mulai menunjukkan bakat seninya. Di masa TK, Uud menjuarai lomba menggambar se-Jayapura. Ketika SD ia sudah minta dibelikan gitar dan senang tampil termasuk di depan teman-teman orangtuanya. Uud yang senang menghibur orang lain tumbuh menjadi anak yang murah senyum, tak pernah marah, mudah bergaul dengan siapa saja, dan kakak yang penyayang untuk kedua adiknya, Ida dan Ade.

Doa bersama Syarikat Idola Remaja (SIR). (Foto: Ihsan Achdiat)
Doa bersama Syarikat Idola Remaja (SIR). (Foto: Ihsan Achdiat)

Saat Uud duduk di kelas 5 SD, keluarganya kembali berpindah domisili. Kali itu mereka menetap di Jatinangor demi mengikuti sang ayah yang berdinas sebagai dosen di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (kini Institut Pemerintahan Dalam Negeri/IPDN).

Di Jatinangor Uud merintis karier bermusiknya. Ia fokus bermusik sejak SMP, mulai tampil di acara-acara Agustusan, dan tak malu-malu naik panggung di restoran dengan live music. Pada masa remaja pulalah Uud menunjukkan prestasi dengan menjadi finalis kompetisi musik. Uud sempat kuliah di jurusan musik Universitas Pasundan meskipun tak sampai selesai. Kendati begitu, keputusannya untuk menjadi musisi sama sekali tidak goyah.

“Yakin bermusik bisa sukses?” tanya sang ayah saat Uud meminta restu.

“Bisa, Yah,” Uud meyakinkan.

“Baiklah. Asalkan lagu yang dinyanyikan liriknya tidak menimbulkan syahwat birahi, tetapi bersyair tentang kehidupan sosial, alam, dan religi,” pesan sang ayah. Beliau pun mengingatkan putra sulungnya agar tak melupakan ibadah.

Sampai akhir hayatnya Uud menjaga pesan ayahnya dengan amanah. Ia tak pernah meninggalkan ibadah dan agama serta menggubah lagu-lagu balada dengan syair-syair baik. Aku melihat bagaimana musik memelihara hidup Suhud Islami Kastella. Sesuai dengan arti namanya, “mensyukuri semua yang diberikan Allah”, Uud—yang terkenal sebagai Jon Kastella—menerima dengan gembira semua yang Tuhan berikan; besar maupun kecil, ramai maupun sepi, gemerlap maupun redup.

Syarikat Idola Remaja (SIR) dan ayahanda Jon Kastella. (Foto: Ihsan Achdiat)
Syarikat Idola Remaja (SIR) dan ayahanda Jon Kastella. (Foto: Ihsan Achdiat)

Jon Kastella

Ayah berdoa semoga aku jujur bertutur
Aku berupaya buat ayah bangga
Bagiku cukup lebih kurangnya*

Kawan-kawan bermusik memanggilnya “Jon”. Maka, “Jon Kastella” menjadi nama panggung yang mengantarkannya kepada publik. “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Saya memulai sebuah karier musik nan panjang. Di bawah langit Jatinangor, mulai digubahlah satu persatu karya lagu. Kemudian, perlahan tapi pasti, saya memberanikan diri untuk berekspresi,” ungkap Jon Kastella dilansir dari situs pophariini.com.

Kampus-kampus di Jatinangor menyediakan panggung-panggung musik yang dapat dimasuki. Di luar kampus pun terdapat komunitas-komunitas kreatif yang menjadi ajang bertumbuh Jon, antara lain komunitas buku, film, dan musik di Perpustakaan Batoe Api. Di sanalah Jon kerap bertukar ide dengan kawan-kawan, menemukan peluang-peluang, membuat acara-acara sendiri, sampai berkesempatan mengisi panggung musik yang kecil mapun besar. Di Batoe Api pulalah Jon dan kedua temannya, Taufanny Nugraha dan Budhi Kurnia, melahirkan kelompok musik Orkes Tambul Kahairanan (OSK) yang membawakan kembali lagu-lagu lawas dengan lirik berkias seperti “Trang Boelan Ronggeng”. Nuansa nostalgianya yang otentik membuat OSK kerap ditanggap dari panggung ke panggung. Di masa inilah sedikit-sedikit Jon mulai mendapatkan penghasilan dari bermusik.

Pada tahun 2016 Jon rela bulak-balik Jatinangor-Bandung Utara untuk menghadiri “Folk Night”, acara rutin musik balada yang digelar Ruang Putih, salah satu ruang kreatif di bilangan Bungur. Jon yang bersemangat selalu menjadi penampil dan semakin dikenal di lingkungan musisi.

Pada tahun 2017, Jon dan kawan-kawan musisinya mendapat tawaran proyek seru dari Boit, pemilik toko rilisan fisik dan cendera mata musik Omuniuum. Di konser Sepenggal Rindu yang digelar di Dago Tea House, Efek Rumah Kaca (ERK) ingin ada band pembuka dari Bandung. Boit tak ingin konser tersebut dibuka oleh band yang sudah eksis. Akhirnya, setelah didiskusikan, Boit mengumpulkan teman-teman musisi berpengalaman dan menamainya Syarikat Idola Remaja (SIR). Mereka adalah Dimas Wijaksana dan Yaya Risbaya (Mr.Sonjaya), Dwi Kartika Yudhaswara (Nada Fiksi), Arum Tresnaningtyas (Tetangga Pak Gesang), Ferry Nurhayat (kibordis Tulus), Zulki (Rice Cereal and Almond Choco), dan Jon Kastella.

Penampilan Syarikat Idola Remaja (SIR). (Foto: Dian Pratiwi)
Penampilan Syarikat Idola Remaja (SIR). (Foto: Dian Pratiwi)

Ternyata kiprah SIR tak berhenti sampai panggung ERK. SIR merilis beberapa karya antara lain “Mars Pengangguran”, “Musafair Anthem”, dan “Bagimu” yang berkolaborasi dengan musisi senior Iwan Fals (2020). SIR pun sempat berkolaborasi dengan penyanyi muda yang sedang naik daun, Nadin Amizah (2021). Selepas istirahat rekaman pada tahun 2021, SIR melahirkan mini album yang bercerita mengenai rempah nusantara, “Samara” (2022). Di masa itu beberapa personel SIR mengikuti lomba Kompetisi Cipta Lagu Dendang Rempah Nusantara yang diselenggarakan Kemendikbud. Masing-masing personel menulis lagu tentang rempah. Dilansir dari pophariini.com, menurut salah satu personil SIR, Kartika Yudhaswara, karya Jon Kastella adalah salah satu karya yang berhasil menang.

Selain berkarya bersama SIR, Jon pun merilis karya-karya sendiri antara lain “Cukup Lebih Bagiku” (2019), “Pengantar Bambu” (2021), dan “Tamasya Kota” (2021). Lirik yang cantik bak syair lama menjadi ciri khas Jon. Setiap karya Jon, terutama liriknya, mewakili cara bertuturnya yang puitis dan sudut pandangnya yang menghargai hidup dengan segala rahmatnya. “Kalau dibawain Jon, lagu sedih juga jadi gembira,” kata Arum Tresnaningtyas, rekan Jon di SIR.

Kian waktu nama Jon Kastella semakin bersinar di blantika musik Indonesia. Peluang itu digunakannya untuk membangun jenama usaha. Jon merintis Kopi Kastella (@kopikastella), menjadi produsen gitar di bawah bendera Sams and Jon (@samsandjon), membuat kombucha dengan nama nama My Brew Cha bersama kekasih hati, dan bersama adiknya, Ida, melestarikan resep kue lontar yang diwariskan keluarga secara turun temurun: Lontar Kastella (@lontarkastella).

Gitar Sams and Jon. (Foto: Dian Pratiwi)
Gitar Sams and Jon. (Foto: Dian Pratiwi)

Cinta Jon terhadap keluarga disampaikan melalui lagu-lagu dan perhatian yang nyata. “Abang adalah seorang kakak yang tak pernah marah. Dia hanya diam walaupun sering diomeli, dijahili, dan diajak ribut. Entah terbuat dari apa hati Abang. Abang selalu memuji masakan-masakan adiknya dan tak pernah lupa mengucapkan terima kasih,” cerita Ida. Bukan hanya itu. Jika ada yang memesan kue, tak jarang Jon mengantar sendiri pesanan tersebut sambil bertukar sapa hangat dengan pelanggan. Kebiasaan Jon menjadi ciri khas yang membuat Lontar Kastella punya kenangan istimewa bagi banyak orang.

Menjelang berpulang ke Rahmatullah, hidup Jon sedang indah-indahnya. Karier bermusiknya sedang bersinar. Seperti yang selalu menjadi doanya, ia dapat membanggakan sang ayah. SIR sedang produktif-produktifnya. Usaha-usaha yang dirintisnya pun sedang bergerak maju. Namun, Tuhanlah yang paling tahu kapan harus mencukupkan segala sesuatu. Pada tanggal 27 Agustus 2023, seusai tampil di Keuken Sunday Funday bersama SIR, Jon minta izin untuk beristirahat sejenak di green room karena dadanya sakit. Sesaat kemudian Gembong, personil SIR, menginformasikan kepada Doly Harahap, manajer SIR, bahwa Jon bersandar ke tembok dalam posisi kurang nyaman. Melihat kondisi tersebut, kawan-kawan segera melarikan Jon ke rumah sakit Santo Yusuf. “Setelah sampai di rumah sakit dan dicek oleh petugas medis, petugas menyatakan bahwa Bung Jon sudah meninggalkan kita semua,” ungkap Doly.

Suhud “Jon” Islami Kastella dimakamkan di Pemakaman IPDN Jatinangor pukul 12 siang (bakda Zuhur) pada tanggal 28 Agustus 2023. Raganya lebur dengan tanah, tetapi kebaikan-kebaikan yang pernah ditaburkannya bertunas di ingatan begitu banyak orang.   

Ki-ka: Wiyarti Dian, Ida Kastella, Ayahanda,  Sri Julyanti (kekasih Jon), Ade Kastella. (Foto: Wilyarti Dian)
Ki-ka: Wiyarti Dian, Ida Kastella, Ayahanda, Sri Julyanti (kekasih Jon), Ade Kastella. (Foto: Wilyarti Dian)

Mustakim: Lantunan Doa, Sampai Sua Kita

Demi waktu kesaksianku*

Mustakim adalah nama pemberian nenek Jon Kastella, artinya jalan yang lurus. Aku mengetahuinya saat hadir di Ruang Putih pada acara “Lantunan Doa, Sampai Sua Kita”, 5 Desember 2023 lalu. Melalui penuturan ayah Jon, aku jadi tahu selain “Uud” Jon punya panggilan kecil lain: “Mus”.

Seratus satu hari setelah Jon berpulang, kawan-kawannya mengadakan doa bersama untuk Jon. “Beberapa hari setelah kepulangan Jon, Kang Maki, pemilik Ruang Putih, menawarkan Ruang Putih untuk dijadikan ruang yang bisa digunakan oleh teman-teman SIR jika akan membuat acara untuk Jon Kastella,” kata Doly Harahap. Tawaran tersebut tentu saja disambut baik oleh SIR. Meskipun waktu pengadaan acara mundur dua kali dari rencana awalnya, niat yang baik dan lurus dari kawan-kawan akhirnya terlaksana.

Selain mendoakan Jon, konsep acaranya adalah mengajak teman-teman berkolaborasi dalam bentuk apa pun. Daffa Sani Azani, yang pernah membuatkan jenama untuk Bung Jon sebagai tugas akhir kuliah, memasang karyanya di ruang pamer Ruang Putih berdampingan dengan benda-benda peninggalan Jon dan karya Al Zeinuar. Faisal Ramdhani menayangkan video dokumentasi yang dibuatnya untuk SIR. Gitar akustik Sams and Jon yang  selama 3 tahun terakhir digarap Jon bersama Sam pun ikut dipasang di panggung dan boleh dimainkan oleh semua penampil open mic.

Namun, kolaborasi yang paling berkesan secara personal untukku adalah pantomim Wanggi Hoed. Wanggi masuk ke tengah-tengah hadirin, menirukan gestur khas Jon Kastella yang akrab, hangat, lengkap dengan tawanya yang lepas, kemudian menyalami semua teman satu persatu. Betul-betul satu persatu! Ingatanku terlempar kepada Jon Kastella yang tak pernah basa-basi menyapa siapapun. Ia begitu lurus dan tulus terhadap semua orang yang ia temui. Ia pun bermusik dan berwirausaha dengan lurus. Tak pernah ada tujuan-tujuan menyimpang pada relasi dan langkah-langkah yang dipilihnya. Nama yang dititipkan neneknya, Mustakim, menjadi doa yang menerangi 43 tahun perjalanan hidupnya.

Abah Donny yang pernah meminta Jon menuliskan lirik untuk lagunya. (Foto: Dian Pratiwi)
Abah Donny yang pernah meminta Jon menuliskan lirik untuk lagunya. (Foto: Dian Pratiwi)

Sebelum acara “Lantunan Doa, Sampai Sua Kita” dimulai pukul 19.00, hujan turun luar biasa deras. Aku pikir Ruang Putih akan sepi, ternyata aku salah. Walaupun cuaca tidak bersahabat, banyak sekali sahabat-sahabat Jon yang mengupayakan datang untuk turut mendoakan Jon. Bahkan Taos, yang baru satu kali bertemu Jon, begitu terkesan dengan kehangatan Jon sehingga menyempatkan diri untuk mampir selepas menjaga parkir, meskipun harus menembus hujan.

Keluarga Jon pun jauh-jauh datang dari Jatinangor. Saat ayah Jon bercerita sedikit mengenai putra sulungnya, mengucapkan pesan-pesan baik, dan berterima kasih sepenuh hati, aku merasa hangat. Apa lagi saat beliau mengakui, melihat Jon tampil di video klip seperti melihat Jon hidup kembali. Kendati demikian ayahanda Jon ikhlas melepaskan Jon dan merangkul semua kawan Jon yang hadir di sana sebagai ananda-anandanya juga. “Sudah kewajiban saya kepada Allah untuk selalu mendoakan,” ujar ayah Jon.

Hidup Jon—hidup Mustakim—adalah kesaksian mengenai jalan lurus yang selalu dipilihnya. Malam itu, apa yang disampaikan penampil open mic, kawan-kawan, keluarga, sampai konsumen produk-produknya adalah risalah hidup Sang Mustakim. Aku menyimak dan menyimpan cahayanya di dalam hati.

Pantomim Wanggi. (Foto: Dian Pratiwi)
Pantomim Wanggi. (Foto: Dian Pratiwi)

“Lantunan Doa, Sampai Sua Kita” berlangsung sampai menjelang tengah malam. Penutupnya adalah penampilan SIR dan doa yang dipimpin langsung oleh ayah Suhud Islami Kastella. Jon Kastella. Mustakim Kastella. Betapa namanya adalah doa yang menjadi pelita penuntun sampai ke ujung hayatnya.

Suhud Islami, Jon, Mustakim Kastella yang pada perkenalan pertama lupa kutanya namanya, kusadari panjang-pendeknya usia sesungguhnya relatif.

Kurang-lebihnya bagi cukupku
Kurangnya cukup lebih bagiku*

Semoga lurus jalanmu menuju abadi.

*Di ambil dari lirik lagu Jon Kastella “Cukup Lebih Bagiku”.
** Lirik lagu “You Are My Sunshine”- Jimmie Davis, Charles Mitchell.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//