• Cerita
  • Menjaga Lembur dengan Bulutangkis Dago Melawan Cup

Menjaga Lembur dengan Bulutangkis Dago Melawan Cup

Warga Dago Elos menghidupkan tradisi jaga lembur dengan menghelat olagraga bulutangkis. Mereka senantiasa waspada untuk menjaga dan mempertahankan kampung halaman.

Dago Melawan Cup di Dago Elos, Bandung, Sabtu, 9 Desember 2023. Olahraga antarwarga ini bentuk mempertahankan tanah dari penggusuran. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah27 Desember 2023


BandungBergerak.id – Ayunan raket menghantam bola dari bulu angsa. Dua tim bulu tangkis bergerak ke kanan dan kiri untuk menjaga shuttlecock agar tak jatuh di daerah mereka. Di samping lapangan Dago Elos itu, penonton menikmati permainan sembari berteriak-teriak kecil mendukung kedua tim yang sedang berlaga.

Kaum hawa dari orang muda hingga ibu-ibu tak kalah bersemangat. Sementara kaum adam tua muda juga menikmati permainan sambil mensesap kopi.

Olahraga bulu tangkis ini setiap malam digelar di Lapangan Bale RW Dago Elos, Bandung. Lapangan ini menyatu dengan lapangan olahraga voli.

Nur (38 tahun), warga Dago Elos, menceritakan rata-rata kegiatan olahraga ini digelar setiap hari, meski sebenarnya tak menentu. Pendaftaraan olahraga dikoordinir oleh kaum perempuan, tidak hanya warga yang ikut bermain, sejumlah kawan-kawan dari solidaritas untuk Dago Elos pun ikut berlaga.

"Kadang kan cuaca hujan, tapi setiap malam ada (olahraga bulutangkis)," kata Nur kepada BandungBergerak.id, Sabtu, 9 Desember 2023.

Para perempuan menjadi penggerak helatan olahraga ini. Mereka mengkoordinir dari pendaftaran, pemeliharaan lapangan dan kok, hingga penyediaan konsumsi seperti kopi.

"Semua pendaftaran itu dari kita untuk kita. Dari rakyat untuk rakyat, tidak ada sponsor," ungkap Diah (33 tahun), warga Dago Elos lainnya. "Jadi nanti uangnya selain untuk kok (shuttlecock), juga pemeliharaan lapangan dan ngopi gitu."

Laga bulutangkis tersebut mengusung tajuk: Dago Melawan Cup. Tema ini diambil karena Dago Elos memiliki aliansi bernama Dago Melawan, kelompok solidaritas warga untuk melawan penggusuran. Diketahui, tanah Dago Elos disengketakan oleh pengusaha yang mengklaim ahli waris. Mereka berniat merebut tanah Dago Elos untuk kepentingan bisnis.

Tak jauh berbeda dengan kompetisi umumnya, perhelatan bulutangkis ini mempertemukan antartim. Perempuan akan berkompetisi dengan sesama perempuan, demikian pula dengan tim laki-laki.

Diah menjelaskan, total ada 16 tim olagraga bulutangkis yang terdiri dari 32 orang. Sebanyak 16 tim ini dibikin empat grup, yakni grup A sampai D. Grup laki-laki terdiri dari 6 grup sekaligus menjadi grup dengan jumlah peserta terbanyak dibandingkan grup perempuan.

“Sistemnya ketemu, satu grup main tiga kali tiga kali," jelas Diah.

Baca Juga: Mengapa Hukum Kolonial Belanda masih Punya Kuasa di Dago Elos?
Kronologi Kaos Penutupan Jalan di Dago Elos, Gas Air Mata Melukai Warga
Warga Dago Elos Geruduk Jakarta demi Hak atas Tanah

Menjadi Agenda Jaga Lembur dan Hiburan 

Bagi Diah, olahraga dapat semakin mempererat solidaritas Dago Elos. Di samping itu, hubungan antarpersonal warga juga kian terjaga, masing-masing tetangga mengenal lebih dekat satu sama lain. Mereka disatukan dengan kesamaan nasib, yakni sama-sama menghadapi musuh berupa ancaman penggusuran.

Olagraga ini sekaligus menjadi kegiatan jaga lembur demi mempertahankan ruang hidup yang telah mereka tempati seumur-umur. Dengan bulutangkis, kaum laki-laki banyak yang biasa terjaga. Bahkan mereka bisa berolahraga hingga pukul 3 pagi.

"Mengeratkan dan mengguyubkan lagi warga. Warga jadi paham dan saling mengenal, banyak yang ke lapangan jadi ramai. Terus kita suka sampai malam, sekalian jaga lembur. Kadang-kadang Laki-laki jam 3 baru beres," tutur Diah.

Sementara bagi Nur, olahraga bulutangkis ini bisa menjadi hiburan bagi warga Dago seusai melewati masa-masa tegang pada Agustus silam dan sepulang audiensi dari Jakarta untuk memperjuangkan hak tanah.

"Selama ini kan warga tegang dengan beberapa hal yang dilalui oleh Dago Melawan di sini. Kita tertawa-tawa bareng, mau kalah mau menang pokoknya hiburan," beber Nur.

Ajang bulutangkis kampung tersebut sebenarnya sudah lama biasa dilakukan warga Dago Elos. Menurut Yayan (40 tahun), olahraga bulutangkis sempat berhenti selama 3 tahun lebih sebelum digalakkan kembali.

"Digalakkan supaya ramai, supaya hidup lagi. Sudah tiga tahun enggak hidup, tiga bulan baru berjalan lagi. Kita mengadakan pertandingan biar ramai lagi. Pokoknya intinya itu dulu," sebut Yayan.

Tidak menutup kemungkinan ke depan akan digelar kompetisi yang lebih profesional oleh warga Dago Elos. Saat ini, fokusnya lebih ke latihan dan hiburan.

"Kita akan meningkatkan lebih lagi ke pertandingannya. Ini sebatas latihan, belajar lagi. Mungkin kita akan ambil yang bagus-bagusnya nanti kita pelajari lagi lebih meningkat," ungkap Yayan.

Dago Melawan Cup di Dago Elos, Bandung, digagas kaum perempuan, Sabtu, 9 Desember 2023. Olahraga antarwarga ini bentuk mempertahankan tanah dari penggusuran. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)
Dago Melawan Cup di Dago Elos, Bandung, digagas kaum perempuan, Sabtu, 9 Desember 2023. Olahraga antarwarga ini bentuk mempertahankan tanah dari penggusuran. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Menghidupkan Ruang-ruang Dago Elos

Kehidupan warga Dago Elos semakin guyub manakala orang-orang mudanya tak mau ketinggalan menjaga lembur. Mereka menghidupkan Terminal Dago Elos dengan konser musik solidaritas setiap waktu.

Koordinator Forum Dago Melawan Angga menuturkan, aktivasi ruang Terimal Dago Elos diharapkan lebih menyuarakan kembali gema perjuangan Dago Elos ke hadapan publik. Terlebih posisi terminal  berdekatan dengan jalan raya Dago (Ir H Djuanda). Sehingga gairah mempertahankan lembur dari sengketa tanah tak hanya terjadi di Bale RW yang tempatnya di bagian dalam Dago Elos.

“Sekarang ditarik ke depan. Kita juga bisa menyuarakan, supaya lebih dekat juga ke publik. Aktivitas berdekatan secara langsung ke warga, sekarang kampanye publik juga,” jelas Angga.

Terminal seluas kurang lebih 500 meter persegi ini sekarang dikelola sendiri oleh warga Dago Elos. Terminal sendiri masuk lahan yang disengketakan oleh ahli waris. Namun selama ini pemerintah daerah seakan abai dengan aset tersebut.

“Oleh karena itu, kami bermaksud mengoperasikan terminal ini di bawah pengelolaan swadaya pemerintah kota,” tegas Angga.

Kasus hukum Dago Elos dengan luas 6,3 hektare dimenangkan oleh ahli waris keluarga Muller, berdasarkan putusan kontroversial Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA). Padahal di pengadilan tingkat sebelumnya, sengketa ini dimenangkan oleh warga Dago Elos.

“Kita ingin menegaskan bahwa khususunya luasan tanah di terminal itu bukan lagi di bawah kekuasaan (pemerintah) Kota Bandung khususya," tandas Angga.

*Kawan-kawan bisa membaca reportase-reportase lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau tulisan-tulisan tentang Dago Elos

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//